بسم الله الرحمن الرحيم

Monday, July 12, 2010

Ar Rasul karya Said Hawwa

Ar Rasul karya Said Hawwa

1
SIFAT-SIFAT RASULULLAH
Kami mulai bab ini, dengan tujuan mengenalkan beberapa segi dari kepribadian
Rasulullah saw., sehingga hal itu nantinya bisa menjadi kunci bagi bab-bab yang lain.
Pembahasan ini dilakukan dengan urutan sebagai berikut
1. Fisik Rasulullah
Dalam bahasan ini, kami menjelaskan sifat-sifat fisik Rasulullah saw., sehingga
tampak jelas bahwa susunan fisik Rasulullah saw. sesuai dengan risalah yang
dibebankan kepada beliau.
2. Sifat-Shat Utama Rasulullah
Berbicara tentang sifat-sifat utama para rasul dan menjelaskan mengapa Rasulullah
saw. menjadi pihak yang memiliki sifat tertinggi dari sekalian manusia.
3. Rasulullah Panutan yang Paling Utama
Menjelaskan tentang posisi Rasulullah saw. sebagai panutan utama bagi manusia
dalam seluruh segi kehidupan karena dalam setiap segi, beliau telah mencapai puncak
kesempurnaan.
Kami berharap, setelah kami selesai bab ini, maka akan tampak jelaslah bagi pencari
kebenaran bahwa Muhammad saw. adalah utusan Allah yang sebenarnya.
A. FISIK RASULULLAH
Saat seseorang memandang fisik Rasulullah saw., ia segera merasakan bahwa ia sedang
berada di depan keindahan yang meng-agumkan dan tak ada duanya. Penampilan yang
mencerminkan ke-percayaan yang mutlak dan tak terbatas. Berikut ini adalah pendapat
yang disepakati oleh mereka yang bertemu dan melihat langsung Rasulullah saw.
Ad-Darimi dan al-Baihaqi mentakhrij bahwa Jabir bin Samurah berkata,
“Aku melihat Nabi saw. pada malam bulan purnama, dan ketika aku bandingkan antara
wajah Nabi saw. dan indahnya bulan, say a dapati wajah Nabi saw. lebih indah
dibandingkan rembulan.”
At-Tirmidzi dan al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata,
“Aku tidak pernah melihat sesuatu yang lebih indah dari Rasulullah saw.. Seakan-akan
mentari bersinar dari wajah beliau. Aku tidak pernah dapati seseorang yang lebih cepat
jalannya dibandingkan beliau, seakan-akan bumi melipat sendiri tubuhnya saat beliau
berjalan. Ketika aku ikut berjihad, aku lihat beliau tidak pernah berlindung di balik
perisai.”
Bukhari-Muslim meriwayatkan bahwa al-Barra berkata,
“Rasulullah saw. mempunyai pundak yang lebar, rambutnya mencapai ujung telinga,
dan tidak pernah ada orangyang lebih indah dipandang dibandingkan beliau.”



Ar Rasul karya Said Hawwa

2
Muslim meriwayatkan dari Abu Thufail bahwa ia pernah diminta untuk menceritakan
tentang Rasulullah saw. kepada kami, kemudian ia menjawab,
“Beliau memiliki wajah yang putih dan berseri.”
Bukhari meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata,
“Rasulullah saw. memiliki dua kaki yang kokoh dan tegap, dan wajah yang indah, yang
belum pernah kutemukan wajah seindah itu sebelumnya.”
Abu Musa Madini meriwayatkan dalam kitab ashShahabah bahwa Amad bin Abad al-
Hadhrami berkata,
“Aku melihat Rasulullah saw., dan tidak pernah melihat wajah seindah itu sebelumnya
maupun sesudahnya.”
Ad-Darimi meriwayatkan bahwa Ibnu Umar berkata,
“Aku tidak pernah temukan orangyang lebih berani, dermawan, dan lebih bersinar
wajahnya, dibandingkan Rasulullah saw..”
Ahmad dan Baihaqi meriwayatkan bahwa Mahrasy Kahti berkata,
“Rasulullah saw. mengambil umrah darijiranah, pada malam hari. Dan, ketika soya
melihat bagian belakang tubuh beliau, say a seperti melihat perakyang menyala.”
Abdullah bin Imam Ahmad serta al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Ali r.a. berkata,
“Rasulullah saw. bukanlah orangyang tubuhnya tinggi menjulang.Jika berjalan bersama
rombongan, beliau tampak menonjol. Wajahnya putih, kepalanyabesar, alis matanya
panjang dan hitam, danjika ada keringat yang menetes dari wajah beliau, akan tampak
seperti mutiara. Aku tidak pernah melihat wajah seindah wajah beliau, sebelumnya atau
setelahnya.”
Deskripsi tentang Rasulullah saw. yang diberikan oleh Hindun bin Abi Halah,
“Tubuh Rasulullah saw. menampakkan pribadiyang agung. Wajahnya bersinar seperti
bulan purnama. Kepalanya besar. Rambutnya keras. Kuliatnya putih ke-merahan.
Keningnya luas. Alisnya tebal.Jika marah, keningnya meneteskan keringat. Hidungnya
mancung. Tubuhnya diliputi cahaya. Orangyang tidak memperhatikan dengan saksama
menyangkanya amat tinggi.Jenggotnya tebal. Matanya hitam. Kedua pipinya tirus.
Mulutnya lebar. Giginya indah. Memiliki bulu halus di atas perut. Lehernya amat halus.
Tubuhnya sedang. Sedikit gemuk dan tegap, dengan perut dan dada yang seimbang.
Dadanya bidang. Kedua pergelangan tangannya panjang. Telapak tangannya luas.
Kedua kaki dan tangannya kekar. Jari-jarinya panjang. Jalannya tegap, seperti sedang
turun dari ketinggian. Jika menoleh, dengan seluruh tubuhnya. Pandangannya selalu
tertunduk he tanah, danjarang sekali mendongakkan matanya he langit....”
Jika Rasulullah menyentuh seseorang, orang itu akan merasakan ketenangan yang
mengagumkan, dan perasaan ketinggian ruhani yang menakjubkan. Ahmad
meriwayatkan bahwa Sa’d bin Abi Waqqash berkata,



Ar Rasul karya Said Hawwa

3
“Suatu ketika akujatuh sakit di Mekah. Kemudian Rasulullah saw. menjenguk,
meietakkan tangan beliau di kening, dan mengusap wajah, dada, sertaperutku. Hingga
saat ini, aku masih merasakan sentuhan tangan beliau dijantung.”
Muslim meriwayatkan bahwa Jabir bin Samurah berkata,
“Suatu ketika Rasulullah saw. mengusap mukaku dengan tangannya. Aku dapati tangan
beliau demikian sejuknya dan berbau wangi. Seakan-akan tangan tersebut baru
dikeluarkan dari kantong kesturi.”
Bukhari dan Muslim meriwayatkan bahwa Anas r.a. berkata,
“Aku belum pernah menemui sutra maupun beludru yang lebih lembut dari tangan
Rasulullah saw. Dan, belum pernah mencium bau misik atau minyak anbar yang lebih
harum dari Rasulullah saw..”
Penampilan beliau memberikan sugesti kepada orang yang melihatnya bahwa orang
tersebut sedang berdiri di hadapan seorang nabi. At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa
Abdullah bin Salam berkata,
“Ketika Nabi saw. datang ke Madinah, aku menemui beliau. Ketika aku melihat wajah
beliau, aku segera mengetahui bahwa wajah beliau bukan wajah seorang pendusta.”
Abu Ramtsah Tamimi berkata,
“Aku mendatangi Nabi saw. bersama anakku. Ketika aku melihat beliau, hatiku langsung
berkata, ‘Orang ini pastilah nabi Allah.’”
Abdullah bin Rawahah berkata tentang Rasulullah saw,
“Seandainya tidak ada ayat-ayat penjelas pun, yang menerangkan beliau sebagai rasul,
niscaya penampilan dan tubuh beliau sudah cukup menjadi keterangan itu.”
Ini adalah sebagian riwayatyang menjelaskan tentang tubuh Rasulullah saw.. Semua
keagungan postur tubuh beliau itu kami ceritakan kembali, sehingga kita dapat
menangkap dengan jelas kepribadian Rasulullah saw. dari segala seginya.
B. SIFAT-SIFAT ASASI RASULULLAH
Setiap rasul Allah wajib memiliki empat sifat asasi berikut ini, sehingga pantas untuk
mengemban risalah Dahi.
1. Ash-Shidqul Muthlaq atau kejujuran secara mutlak yang tidak rusak dalam segala
kondisi. Sekiranya setiap perkataannya diuji, pastilah sesuai dengan kenyataan;
baik ketika ia berjanji, serius, bercanda, memberi kabar, maupun ketika bernubuat
Apabila sifat ini rusak sedikit saja, maka risalah yang ia bawa pun secara otomatis
rusak pula karena manusia tidak percaya dengan rasul yang tidak jujur. Seorang
rasul yang jujur, tidak sedikit pun dari perkataannya yang mengandung kebatilan,
dalam kondisi dan situasi apa pun.



Ar Rasul karya Said Hawwa

4
2. Al-Iltizamul Kamil atau komitmen dan sifat amanah yang sempurna dengan apa
yang ia serukan, sebagai wakil dari Allah. Tugas rasul adalah menyam-paikan
kepada manusia risalah yang dibebankan oleh Allah kepada mereka Apabila
seorang rasul sendiri tidak menegakkan kandungan risalah itu, maka hal itu
menunjukkan bahwa ia tidak berinteraksi dengan isi risalah tersebut, dan itu
menjadi bukti kedustaannya dalam menyampaikan risalah. Seorang rasul yang
mempunyai hubungan langsung dengan Allah, pastilah amat mengerti tentang
keagungan Allah, dan tidak mungkin melanggar perintah Allah. Tindakan
melanggar perintah Allah adalah suatu pengkhianatan ke-pada-Nya, dan orangorang
yang tidak amanah tentunya tidak pantas mengemban risalah.
3. At-Tablighul Kamil atau penyampaian kandungan risalah secara sempurna dan
kontinu, disertai rasa tidak peduli pada kebencian, siksaan, kejahatan, tipu daya,
konspirasi, atau sikap kasar manusia yang menghalangi dakwah-nya. Juga,
istiqamah dalam mengerjakan perintah Allah dan tidak menye-leweng darinya,
meskipun menghadapi bujukan apa pun. Tanpa tablig (penyampaian) , niscaya
risalah Hahi tidak akan muncul. Tanpa kontinuitas serta kesabaran dalam
bertablig, niscaya risalah tersebut tidak akan bertahan keberadaannya Adapun
tunduk pada tekanan manusia atau bujukan mereka saat menyampaikan risalah
itu, menjadi bukti kebohongan klaim penyampaian risalah dari Allah. Tidak ada
yang menyampaikan risalah Allah kecuali orang yang cintanya pada Allah
mengalahkan segalanya Hanya Allahlah yang agung di sisinya, dan hanya ridha-
Nya yang menjadi tujuannya.
4. Al-AqlulAzhim atau intelegensi yang cemeriang. Manusia tidak tunduk dan
mengikuti orang lain kecuali jika orang tersebut lebih cerdas darinya, agarmereka
merasa tenang bahwa ia tidak membawa mereka pada jalan yang salah. Tanpa
intelegensia yang cemerlang, pengemban risalah juga tidak akan mampu
meyakinkan orang lain akan kebenaran yang ia bawa, khusus-nya bagi orangorang
yang memiliki wawasan luas dan intelektualitas yang tinggi. Ia juga tidak
akan mampu menghadapi serangan orang-orang yang memusuhi ajarannya, yang
menolak dakwahnya, dan yang menyimpang dari jalan kebenaran. Oleh karena
itu, seorang rasul seharusnya adalah seorang yang paling cerdik, paling cerdas,
paling berakal, paling bijak, dan paling sem-purna pengetahuannya dibandingkan
manusia yang lain, sehingga keberada-an dirinya sendiri bisa menjadi bukti
kebenaran risalah yang ia sampaikan.
Apabila keempat sifat ini berkumpul dalam diri seorang manusia yang mengklaim dirinya
seorang rasul Allah, disertai tanda-tanda kerasulan lainnya, tanpa ada hal yang mencegah
klaimnya, maka hal itu dapat menjadi bukti dan dalil kebenaran pengakuannya. Ketika
tidak ada alasan untuk mendustakan kejujuran seseorang yang terkenal jujur, tidak ada
penjelasan bagi komitmennya yang kuat, kecuali ketundukannya kepada Allah swt.
Bertahannya sang penyampai risalah dalam bertablig, meskipun banyak faktor yang
mendorongnya untuk mundur, yang membuktikan keikhlasannya pada dakwah yang ia
bawa, dan pada Tuhan yang ia junjung risalah-Nya, serta adanya dakwah yang disertai

Ar Rasul karya Said Hawwa

5
hujjah yang sempurna berikut pembawa dakwah yang mampu memberikan bukti
kebenaran dakwah tersebut dalam segala seginya, menjadi bukti kebenaran dakwah dan
risalah tersebut
Dalam subbab ini kita akan mendapati bahwa Rasulullah saw. adalah teladan yang utama
dalam semua sifat-sifat ini. Anda tidak dapat mempelajari satu sifat dalam diri beliau
kecuali mengakui bahwa pemiliknya adalah benar-benar seorang rasul Allah. Kita akan
mempelajari sifat-sifat ini sesuai dengan urutan yang telah tersebut
1. Kejujuran Rasulullah
Metode kami dalam menampilkan sifat ini adalah dengan mendatangkan kesaksiankesaksian
atas kejujuran Rasulullah saw.. Kesaksian ini sebagai berikut
a. Kesaksian musuh-musuh Rasulullah.
b. Kesaksian para pengikut Rasulullah.
c. Kesaksian realitas yang mencakup empat hal: pemberian kabar, berjanji dan
membuat perjanjian, canda, serta dalam nubuat
a. Kesaksian Musuh-Musuh Rasulullah
Kesaksian musuh-musuh beliau mempunyai nilai yang besar. Hal itu menunjukkan
pada puncak kepercayaan masyarakat terhadap pribadi Rasulullah saw.
Hanya saja, sebagian manusia dikuasai kebodohan dan keangkuhannya, sehingga
mereka mengingkari hal itu’tanpa alasan yang jelas. Nash-nash di bawah ini
meyakinkan Anda apa yang kami sampaikan.
Al-Baihaqi meriwayatkan bahwa Mughirah bin Syu’bah berkata, “Hari pertama
aku mengenal Rasulullah saw. adalah tatkala aku dan Abu Jahal berjalan-jalan di
sebuah lorong Mekah, tiba-tiba kami bertemu Rasulullah saw. Selanjutriya,beliau
menyeru Abu Jahal, ‘Wahai Abu Hakam, marilahberiman kepada Allah dan rasul-
Nya. Aku mengajakmu kepada Allah.’ Abu Jahal menjawab, ‘Hai Muhammad,
tidakkah kamu berhenti mencela tuhan-tuhan kami? Tidakkah yang kamu
inginkan adalah agar kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan risalah?
Baiklah kami bersaksi bahwa kamu telah menyampaikan. Demi Allah, seandainya
aku tahu apa yang kamu sampaikan itu benar, tentu aku mengikuti kamu.’
Rasulullah saw lantas berlalu, sementara Abu Jahal menghadap padaku, sambil
berkata, ‘Demi Allah, sebenarnya aku tahu apa yang ia katakan adalah benar, tapi
ada sesuatu yang mencegahku, yaitu bani Qushayy pernah mengatakan, ‘Pada
kami kekuasaan menjaga ka bah (hijabah)’ Kami menjawab, Ya.’ Lalu mereka
berkata, ‘Pada kami kekuasaan memberi minum haji (siqayah).’ Kami menjawab,
Ya.’ Lalu mereka berkata, Pada kami kekuasaan memimpin rapat (nadwah).’
Kami menjawab, Ya.’ Kemudian mereka berkata, ‘Pada kami kekuasaan
memimpin perang Qiwav).’ Kami menjawab, Ya.’ Setelah itu, mereka memberi
makan kendaraan mereka dan kami memberi makan kendaraan kami, hingga
tatakala kendaraan siap dan berdekatan mereka mengatakan, ‘Dari kami seorang
nabi.’ Maka, demi Allah, aku tidak menjawabnya.’” Ibnu Abi Syaibah juga

Ar Rasul karya Said Hawwa

6
mengeluarkan riwayat semisal ini. At-Tirmidzi meriwayatkan dari Ali r.a., “Abu
Jahal berkata pada Nabi saw, ‘Kami tidak mendustakanmu, tetapi mendustakan
apa yang kamu bawa.’” Allah swt berfirman,
“... mereka sebenarnya bukanlah mendustakan kamu, akan tetapi orang-orang
yang zalim itu mengingkari ayat-ayat Allahlah.” (al-An’aam: 33)
Ibnu Asakir meriwayatkan bahwa Mu’awiyyah r.a. bercerita, “Abu Sufyan keluar
menuju tanah lapang miliknya, mengiringi Hindun. Aku ikut keluar berjalan di
depan mereka. Saat itu aku masih seorang bocah dan aku menunggang keledaiku.
Tiba-tiba kami mendengar kehadiran Rasulullah saw. Maka Abu Sufyan berkata,
Turunlah, hai Mu’awiyah supaya Muhammad menaiki kendaraanmu!’ Aku
langsung turun dari keledaiku dan Rasulullah saw. menaikinya, beliau berjalan di
depan kami sebentar menoleh kepada kami dan bersabda, Wahai Abu Sufyan bin
Harb dan Hindun binti Utbah! Demi Allah, sungguh kalian pasti mati, kemudian
pasti dibangkitkan, lalu yang berbuat kebajikan pasti masuk surga dan yang
berbuat keburukan pasti masuk neraka. Aku berkata pada kalian dengan benar,
dan kalian sungguh orang yang pertama aku beri peringatan.’ Kemudian
Rasulullah saw membaca,
‘Haa Miim. Diturunkan dari Tuhan yang Maka Pemurah lagi Maka Penyayang...’
hingga ‘... keduanya menjawab, ‘Kami datang dengan suka hati.’
(Fushshilat: 1-11)
Abu Sufyan lalu berkata kepada beliau, ‘Apakah engkau sudah selesai, wahai
Muhammad?’ Beliau menjawab, Ya.’ Rasulullah saw. turun dari keledai lantas
aku menaikinya. Lalu Hindun menghadap Abu Sufyan seraya berkata, ‘Apakah
untuk tukang sihir ini kau turunkan anakku?’ Tidak, demi Allah ia bukan tukang
sihir dan bukan pembohong,’ jawab Abu Sufyan.’” Hadits ini dikeluarkan juga
oleh Thabrani.
Imam Bukhari dan Muslim juga menceritakan kisah Abu Sufyan di hadapan
Heraklius-sebagaimana diceritakan Abu Sufyan sendiri pada Ibnu Abbas. Di
antaranya adalah pertanyaan Heraklius pada Abu Sufyan, “Heraklius bertanya,
‘Apakah kalian menuduhnya berbuat dusta sebelum ia mendakwahkan
ajarannya?’ Aku jawab, Tidak.’” Di akhir kisah itu, Heraklius berkata pada Abu
Sufyan, “Aku tanyakan pada kalian apakah kalian menuduhnya berdusta sebelum
ia mendakwahkan ajarannya, kalian jawab tidak. Maka aku segera tahu bahwa ia
tidak mungkin meninggalkan dusta pada manusia untuk kemudian berdusta pada
Allah swt.”
Imam Bukhari, Muslim, dan Tirmidzi juga meriwayatkan dari Ibnu Abbas ra., ia
mengatakan, “Ketika turun firman,
‘Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat.’

Ar Rasul karya Said Hawwa

7
(asy-Syu’araa : 214)
Rasulullah saw. langsung naik ke bukit Shafa dan memanggil-manggil, Wahai
bani Fahr, wahai bani Adi,’ kepada pemuka-pemuka Quraisy hingga mereka
berkumpul dan beliau bersabda, ‘Jawablah, seandainya aku beri kabar bahwa ada
pasukan kuda di balik lembah itu ingin menyerang kalian, apakah kalian percaya
pada ucapanku?’ Mereka menjawab, Ya, kami tidak pernah menjumpaimu
berdusta. Hanya kejujuran dan kebenaran perkataanmu yang selama ini kami
tahu.’ Beliau melanjutkan, ‘Sesungguhnya aku pemberi peringatan pada kalian, di
antara kedua tanganku terdapat siksa yang pedih.’ Abu Lahab langsung
menimpali, ‘Celaka kau, hai Muhammad! Apakah untuk ini kau kumpulkan
kami.’ Maka turunlah ayat,
‘Binasalah kedua tangan Abu Lahab dan sesungguhnya ia akan binasa.’
(al-Lahab: 1)
Dari nash-nash ini jelaslah bagi Anda bahwa kepercayaan pada kejujuran
Muhammad saw. nyata adanya, dan tidak ada keraguan dalam masalah ini sama
sekali. Inilah yang menjelaskan kita pada hal-hal berikut
1. Adanya orang-orang yang sebelumnya memerangi beliau, kemudian percaya dan
beriman kepada beliau, satu per satu, taat tanpa paksaan, seperti Khalid ibnul
Walid, Amru ibnul Ash, dan Umar ibnul Khaththab. Hal itu tak lain karena
mereka tidak ragu bahwa Muhammad saw. adalah orangyang jujur dan benar
(skadiq), hanya saja mereka dikejutkan oleh sesuatu yang belum pernah mereka
dengar, juga bapak-bapak mereka, sehingga mereka mengingkarinya. Ketika
keterkejutan itu hilang dan mereka memakai akal pikirannyayang jernih,
bertemulah kebenaran pikiran dengan kepercayaan dasar pada pribadi Muhammad
saw., dan lahirlah keimanan.
2. Tampaknya keikhlasan kepada beliau, dalam diri orang-orang yang sebelumnya
kafir dan kemudian beriman. Di antara mereka ada yang baru beriman pada masamasa
akhir kehidupan Rasulullah, setelah mereka tertakluk-kan oleh pasukan
Islam, seperti orang-orang Quraisy lainnya. Mereka akhir-nya menyerah pada
Islam, setelah sebelumnya ada perasaan membangkang, dengki, ragu, dan
syahwatyang mencegah mereka untuk itu. Ketika mereka masuk Islam karena
tunduk pada kenyataan, mereka ikhlas dan setia pada Rasulullah saw. dengan
keikhlasan yang sempurna. Mereka pun berjuang mati-matian di jalan Islam
setelah penutup kebenaran hilang dari mata mereka. Setelah itu, tampaklah di
mata dan hati mereka bahwa Muhammad saw. adalah saudara dan putra yang
mulia. Pengetahuan dan kepercayaan mereka pada pribadi beliau adalah dasar
pertama yang membuat mereka ikhlas menempuh jalan baru mereka (yaitu Islam),
yang mereka lalui dengan kebahagiaan.

Ar Rasul karya Said Hawwa

8
Inilah kesaksian musuh-musuh Rasulullah saw. Sebagian mereka masuk Islam setelah
mengadakan permusuhan sengit, dan sebagian lagi mati dalam kekafirannya. Akan tetapi,
dalam permusuhan paling sengit sekalipun, semua mengakui dan meyakini bahwa
Muhammad saw adalah orang yang jujur.
b. Kesaksian Para Pengikut Rasulullah
Kami paparkan kesaksian para sahabat dan pengikut Rasulullah saw. sebagai
berikut :
Rasulullah saw. senantiasa bergaul dan hidup bersama para sahabatnya dalam
segala hal; makan, minum, bepergian, shalat, dan dalam pertemuan-per-temuan
(majelis). Beliau menyukai kesederhanaan dan keterusterangan, serta membenci
sesuatu yang dibuat-buat dan dipaksa-paksakan (takallufi. Sebagian sahabat
menemani beliau sebelum dan setelah kenabian selama puluhan tahun.
Para sahabat bukanlah orang-orang yang bodoh dan terbelakang serta terasing dari
perkembangan dunia. Bahkan, sebagian mereka berasal dari Mekah, yang menjadi
tujuan bangsa Arab untuk berhaji setiap tahun, dan seluruh Jazirah Arab tunduk
kepada penduduknya karena keutamaan dan kepemimpinannya, mereka biasa
bepergian untuk melakukan hubungan dagang dengan Yaman dan Syam yang
merupakan pusat peradaban saat itu. Sebagian lagi berasal dari Madinah, di mana
terjadi kontak pemikiran dengan bangsa Yahudi yang menye-babkan mereka
berwawasan luas dan terbuka hatinya.
Para sahabat juga telah membuktikan, di masa hidup Rasulullah saw. dan setelah
wafatnya, mereka adalah manusia paling cemerlang akal pikirannya, paling kaya
taktik dan pengalamannya, serta paling banyak mengetahui tokoh, suku, dan
politik bangsa-bangsa di dunia saatitu. Dengan bukti, meski dengan keterbatasan
sarana, mereka berhasil membuka sebagian besar negara-negara berperadaban
waktu itu. Mereka juga berhasil mengaturnya, mendapatkan kecintaan dari penduduknya,
serta menggabungkannya ke dalam rengkuhan umat Islam.
Jika dua sisi ini bertemu, yakni pergaulan yang intens dan kecerdasan orang yang
digauli, maka kedustaan tidak mungkin disembunyikan dan akan terbuka serta
kejujuran akan tampak terang.
Ada fenomena yang jelas dalam kehidupan para sahabat, yaitu semakin
bertambah intensitas pergaulan mereka dengan Rasulullah saw., maka semakin
kuatlah keimanan mereka pada beliau. Bahkan, orang yang paling banyak bergaul
dengan Rasulullah saw. yang paling tinggi keimanan dan ketaatannya pada beliau.
Keimanan ini sampai pada satu tingkatan bahwa mati untuk apa yang diinginkan
Rasulullah saw. lebih mereka cintai daripada hidup. Menginfakkan harta lebih
mereka sukai daripada menyimpannya Taat lebih mereka cintai daripada maksiat
Agama Rasulullah saw. lebih mereka cintai daripada harta, anak, tempat tinggal,
istri, dan tanah air. Ini semua adalah bagian dari fenomena adanya rasa percaya

Ar Rasul karya Said Hawwa

dan keimanan yang sempurna pada beliau, kalaulah tidak ada rasa percaya tentu
ini semua tidak akan ada Sampai-sampai, di antara mereka ada seorang anak ingin
membunuh ayahnya yang kafir dan seorang ayah ingin membunuh anaknya yang
kafir. Untuk apa ini semua mereka lakukan? Kalaulah bukan karena puncak
keimanan dan kepercayaan mereka pada Rasulullah saw.
Berikut ini adalah contoh-contoh yang pada hakikatnya merupakan dampak
positif dari kepercayaan dan keimanan yang sempurna, sekaligus merupakan bukti
nyata atas keimanan itu. Dalam setiap contoh terdapat kesaksian dari pemiliknya,
setelah ia membuktikan sendiri bahwa Rasulullah saw. adalah orang yang jujur
tak diragukan lagi.
1. Al-Hafizh Abu Hasan ath-Thayalisi meriwayatkan bahwa Aisyah r.a. berkata,
“Ketika para sahabat Nabi saw. berkumpul-mereka berjumlah 38 orang- Abu
Bakar mendesak Rasulullah saw. untuk berdakwah secara terang-terangan.
Rasulullah saw. berkata, Wahai Abu Bakar, jumlah kita masih sedikit’Tetapi Abu
Bakar terus mendesak hingga akhirnya Rasulullah saw. berdakwah terangterangan.
Kaum muslimin ikut berdakwah dan berpencar dalam sisi-sisi masjid.
Setiap orang bersama kelompoknya. Abu Bakar berdiri menyam-paikan khotbah,
sedangkan Rasulullah saw duduk. Jadi, Abu Bakar adalah khatib pertama yang
mengajak beriman kepada Allah dan rasul-Nya.
Kaum musyrikin segera bereaksi. Mereka marah kepada Abu Bakar dan orangorang
Islam. Mereka memukuli orang-orang Islam di semua sisi masjid dengan
keras, menginjak-injak Abu Bakar dan menganiayanya dengan sadis. Si Fasik
Utbah bin Rabi’ah mendekati Abu Bakar dan me-mukulnya dengan dua sandalnya
yang kasar serta menamparkannya pada muka Abu Bakar. Ia melompat di perut
dan tubuh Abu Bakar sampai tidak bisa dikenali lagi bentuk mukanya.
Sejurus kemudian, datanglah bani Taim menyerang kaum musyrikin dan
melepaskan Abu Bakar. Bani Taim menggotong Abu Bakar dalam kain dan
membawanya ke dalam rumahnya. Mereka tidak meragukan lagi kematian-nya.
Lalu, bani Taim kembali masuk ke masjid dan berkata, ‘Demi Allah, jika Abu
Bakar mati maka akan kami bunuh Utbah bin Rabiah!’ Lalu, mereka kembali ke
rumah Abu Bakar. Abu Quhafah dan bani Taim mengajak bicara Abu Bakar
sampai ia bisa menjawab, akhirnya ia bisa berbicara pada petang hari dan berkata,
‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Mereka langsung men-cela Abu Bakar
dengan perkataan serta menghinanya, lalu mereka berdiri dan berkata pada Ummu
Khair, ‘Iihatlah, dan beri ia makan atau minum.’ Ketika Ummu Khair hanya
berdua dengan Abu Bakar, ia memaksanya untuk berbicara dan berkatalah Abu
Bakar, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Khair menjawab, ‘Demi
Allah, aku tidak tahu apa yang terjadi dengan sahabatmu.’ Dia berkata, ‘Pergilah
ke Ummu Jamil binti Khathab dan tanya-kan padanya tentang beliau.’ Segera
Ummu Khair pergi menjumpai Ummu Jamil, dan mengatakan, ‘Abu Bakar
menanyakan padamu tentang Muhammad bin Abdillah.’ Ummu Jamil menjawab,

Ar Rasul karya Said Hawwa

10
‘Aku tidak tahu Abu Bakar juga Muhammad bin Abdillah, bolehkah aku ikut
denganmu menemui anakmu?’ Ya,’ jawabnya.
Berjalanlah Ummu Jamil bersama Ummu Khair menjumpai Abu Bakar yang sakit
parah. Ummi Jamil mendekatinya, dan berkata dengan suara keras, ‘Demi Allah,
sungguh, orang-orang yang memperlakukanmu seperti ini adalah benar-benar
fasik dan kufur, aku mengharap dari Allah agar membalaskan untukmu perbuatan
mereka.’ Abu Bakar bertanya, ‘Apa yang terjadi pada Rasulullah?’ Ummu Jamil
berkata, ‘Ini ada ibumu, ia mendengar.’ Abu Bakar menjawab, ‘la tidak berbahaya
bagimu.’ Ummu Jamil lalu mengabarkan, ‘Rasulullah sehat dan baik.’ Di mana
beliau?’ tanya Abu Bakar. ‘Di rumah Ibnu Arqam,’ jawab Ummu Jamil. Abu
Bakar lalu berkata, ‘Aku bersumpah untuk Allah, aku tidak makan dan minum
kalau tidak menemui Rasulullah.’ Keduanya menahan Abu Bakar, sampai
keadaan sepi dan manusia tenang, mereka memapahnya keluar hingga
memasukkannya menemui Rasulullah saw..
Aisyah r.a. berkata, ‘Rasulullah langsung merangkulnya dan menciumnya, hal itu
diikuti kaum muslimin. Rasulullah sangatterharu padanya.’ Abu Bakar berkata,
‘Demi bapak dan ibuku, wahai Rasulullah, aku tidak tertimpa apa-apa kecuali apa
yang ditimpakan orang fasik itu pada mukaku. Ini ibuku sangat baik pada
putranya, dan engkau adalah orang yang diberkahi maka ajaklah ia beriman
kepada Allah dan doakanlah pada Allah untuknya, semoga dengan doamu Allah
menyelamatkan dia dari neraka.’ Kemudian Rasulullah saw. mengajaknya
beriman kepada Allah dan ia pun masuk Islam.”
2. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Ibnu Umar r.a. berkata, “Ketika Umar r.a. masuk
Islam, ia mengatakan, ‘Siapakah orang Quraisy yang paling masyhur menukil
perkataan?’ Dikatakan kepadanya, ‘Jamilbin Mamar al-Jahmi.’ Maka ia pergi
menemui Jamil. Abdullah bin Umar berkata, ‘Aku juga pergi mengikuti jejaknya
dan ingin melihat apa yang ia perbuat—saat itu aku anak lelaki yang sudah
memahami segala yang aku lihat—hingga ia sampai menemui Jamil, lalu Umar
berkata padanya, ‘Apakah kautahu wahai Jamil bahwa aku telah Islam dan masuk
agama Muhammad saw.?’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, Jamil tidak
menjawabnya, segera ia berdiri mengulurkan serbannya dan beranjak pergi diikuti
Umar, aku pun mengikuti mereka.’ Ketika sampai di pintu masjid, Jamil berteriak
sekeras-kerasnya, Wahai segenap Quraisy-saatitu merekasedangberkumpul di
sekitar Ka’bah-, ketahuilah, Ibnul Khaththab telah murtad!’ Umar langsung
menyahut, ‘la bohong, aku tidak murtad, tetapi aku telah masuk Islam dan aku
bersaksi tiada tuhan selain Allah dan Muhammad utusan Allah.’ Mereka langsung
bangkit menyerangnya dan terus menyerangnya. Hingga ketika matahari tegak di
atas kepala mereka, Umar berkata, ‘Aduh, tak kuat lagi.’ Lalu ia duduk dan
mereka berdiri di atas kepalanya. Umar menantang mereka, ‘Lakukan apa yang
kalian kehendaki, aku bersumpah jika kami ada tiga ratus orang, maka sungguh,
(yang akan terjadi adalah adakalanya) kami yang kalah dan kami tinggalkan

Ar Rasul karya Said Hawwa

11
Ka’bah untuk kalian atau kalian yang kalah dan meninggalkan Ka’bah untuk
kami.’
Abdullah berkata, Tatkala mereka dalam keadaan seperti itu, datanglah seorang
lelaki tua dari Quraisy memakai jubah hitam dan pakaian berbordir, ia berhenti di
depan mereka dan bertanya, ‘Ada apa dengan kalian ini?’ Mereka menjawab,
‘Umar berpindah agama.’ Ia berkata, ‘Lepaskan ia, apa yang kalian inginkan dari
orang yang memilih suatu perkara untuk dirinya sendiri? Apakah kalian kira bani
Adiy akan menyerahkan saudaranya pada kalian seperti ini? Tinggalkan saja
orang itu.’ Abdullah berkata, ‘Demi Allah, mereka langsung melepaskan Umar
seperti pakaian yang terlepas dari Umar.’ Ia berkata, ‘Aku berkata pada ayahkusetelah
hijrah ke Madinah-’Wahai ayah! Siapakah yang menghardik orang-orang
kafir dan membebas-kanmu saat engkau masuk Islam dan mereka
menyerangmu?’ Beliau menjawab, ‘Itu, wahai anakku, Ash bin Wail Sahmiy.’”
Riwayat ini isnadnya baik dan kuat-demikian dalam kitab al-Bidayah.
3. Bukhari meriwayatkan dalam kitab at-Tarikh bahwa Mas’ud bin Khurasy r.a
berkata, Tatkala kami berputar antara Shafa dan Marwa, tiba-tiba ada orang
ramai-ramai mengikuti seorang pemuda yang tangannya diikat pada lehernya.
Aku bertanya, ‘Ada apa dengannya?’ Mereka menjawab, ‘Itu adalah Thalhah bin
Ubaidillah, ia telah murtad.’ Seorang wanita di belakangnya marah-marah dan
memaki-makinya. Aku bertanya, ‘Siapakah ia?’ Mereka menjawab, ‘Shu’bah
binti Hadhrami, ibunya.’
4. Baihaqi, Ibnu Sa’id, Hants, Ibnu Mundzir, Ibnu Asakir, dan Ibnu Abil Hatim
meriwayatkan bahwa Sa’ad bin Musayyab r.a. berkata, “Saat Shuhaib r.a. hijrah
menghadap Nabi saw., ia diikuti segerombolan musyrik Quraisy, segera ia turun
dari kudanya dan memasang busurnya lantas berkata, ‘Kalian telah tahu, hai
orang-orang Quraisy, aku adalah orang yang paling jitu memakai panah. Demi
Allah, kalian tidak akan sampai menyentuhku, sebab akan aku bidik kalian
dengan seluruh anak panah dalam busurku, lalu akan aku tebas kalian dengan
pedangku selama ia ada dalam genggamanku. Setelah itu terserah kalian, jika
kalian mau aku tunjukkan untuk kalian hartaku di Mekah dan biarkanlah aku
berjalan.’ Mereka menjawab, Ya.’ Mereka berjanji untuk itu. Shuhaib pun
menunjukkan hartanya pada mereka. Ketika itu Allah menurunkan pada Rasul-
Nya ayat Al-Qur an,
‘Dan di antara manusia ada yang mengorbankan dirinya karena mencari
keridhaan Allah.’ (al-Baqarah: 207) sampai akhir ayat Ketika Nabi saw. bertemu
Shuhaib, beliau bersabda, ‘Perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya,
perniagaanmu telah untung wahai Abu Yahya!’ Dan, beliau membacakan padanya
ayat Al-Qur an itu.”
5. Hakim meriwayatkan dari Sulaiman bin Bilal r.a., “Ketika Rasulullah berangkat
menuju Badar, Sa’ad bin Khaitsimah dan ayahnya ingin berangkat bersama

Ar Rasul karya Said Hawwa

12
beliau. Hal itu disampaikan pada Nabi saw., namun beliau meme-rintahkan agar
yang ikut berperang salah satunya saja. Mengetahui hal itu, keduanya menjadi
bingung. Khutsaimah bin Harits lalu berkata pada anak-nya yaitu Sa’ad, ‘Salah
seorang di antara kita harus ada yang tinggal, maka tinggallah kau bersama
istrimu.’ Sa’ad menjawab, ‘Seandainya selain surga tentu aku mengalah dan
memberikannya padamu, aku mengharap mati syahid sebentar lagi.’ Akhirnya
mereka berdua mengundi dengan anak panah, dan keluarlah anak panah Sa’ad.
Maka keluarlah Sa’ad bersama Rasulullah saw. menuju Badar. Ia syahid dibunuh
Amru bin Abdu Wudd.’” Hadits ini dikeluarkan juga oleh Ibnu Mubarak dari
Sulaiman dan Musa bin Uqbah dari Zuhri, sebagaimana tertera dalam kitab al-
Ishabah.
6. Thabrani meriwayatkan dari Ibnu Umar r.a., “Saat Perang Uhud, Umar ibnul
Khaththab r.a. berkata pada saudaranya, ‘Pakailahlah baju besiku, wahai
Saudaraku!’ Saudaranya menjawab, ‘Aku ingin mati syahid sebagaimana engkau
menginginkannya.’ Keduanya meninggalkan baju besi itu.” Haitsami berkata
bahwa rijalnya sahih.
7. Ibnu Ishaq meriwayatkan bahwa Qasim bin Abdurrahman bin Rafi’ saudara bani
Adi bin Najjar berkata, “Anas bin Nadhar-paman Anas bin Malik-(di tengah
berkecamuknya Perang Uhud) bertemu Umar ibnul Khaththab dan Thalhah bin
Ubaidillah yang berada di tengah orang-orang Muhajirin dan Anshar radhiyallahu
‘annum yang saat itu telah membuang senjata yang ada di tangan mereka. Ia
bertanya, ‘Apa yang membuat kalian duduk?’ Mereka menjawab, ‘RasuluUah
telah terbunuh.’ Ia berkata, ‘Apa yang kalian perbuat dengan hidup setelah
kematiannya? Bangkitiah, dan matilah seperti matinya Rasulullah.’ Kemudian ia
menyongsong kaum kafir, dan bertarung sampai terbunuh.”
8. Hakim menwayatkan bahwa Zaid bin Tsabit r.a. berkata, “Saat Perang Uhud
Rasulullah mengutusku untuk mencari Sa’ad bin Rabi’ r.a. dan beliau berkata
padaku, ‘Jika kau melihatnya bacakan padanya salam dariku, dan katakan
padanya bahwa Rasulullah mengatakan kepadamu, bagaimana kau men-dapati
dirimu?’ Zaid berkata, ‘Aku mulai berkeliling di antara orang-orang yang
terbunuh dan aku temukan Sa’ad bin Rabi’ sedang berada di peng-habisan
napasnya, terdapat tujuh puluh luka berupa tusukan tombak, sabetan pedang, dan
bidikan panah pada tubuhnya.’ Aku katakan padanya, Wahai Sa’ad, Rasulullah
mengucapkan salam untukmu dan mengatakan kepadamu, kabarkan kepadaku
bagaimana kau mendapati dirimu?’ Ia menjawab, ‘Salam bagi Rasulullah dan
salam bagimu, katakan pada beliau, Wahai Rasulullah aku mendapati diriku
mencium bau surga, dan katakan pada kaumku Anshar, jika kalian ikhlas pada
Rasulullah saw. dan masih ada satu jengkal untuk membelanya, maka tidak ada
uzur bagi kalian di sisi Allah (untuk tidak membela Allah dan Rasul-Nya).’ Ia
berkata, ‘Kemudian wafatlah ia rahimahullah.’” Hakim berkomentar, hadits ini
isnadnya sahih, dan keduanya (Bukhari dan Muslim) tidak mengeluarkannya.
Adz-Dzahabi berkata, Sahih.”

Ar Rasul karya Said Hawwa

13
Hakim meriwayatkannya melalui jalan Ibnu Ishaq, “Abdullah bin Abdurrahman
bin Abi Sha’sha’ah menceritakan dari ayahnya bahwa Rasulullah saw. bersabda,
‘Siapa yang melihat untukku apa yang terjadi pada Sa’ad bin Rabi’ r.a.?’ -
kemudian menuturkan hadits seperti di atas. Sa’ad berkata, ‘Kabarkan pada
Rasulullah saw. bahwa aku termasuk yang mati dan bacakan pada beliau salam
dariku serta katakan pada beliau, semoga Allah membalas engkau dengan
kebaikan, dari kami dan dari semua umatmu.’”
9. Al-Baihaqi meriwayatkan dari Malik bin Umair r.a., ia telah menemui masa
jahiliah, ia berkata, “Seorang laki-laki datang pada Rasulullah dan berkata, ‘Aku
berteinu musuh dan bertemu ayahku dalam gerombolan mereka, dan aku
mendengar darinya perkataan kotor untukmu, aku tidak bisa sabar sampai
akhirnya aku menusuknya dengan tombak (atau sampai aku bunuh dia).’
Mendengar itu, Nabi saw. diam saja. Kemudian, datang laki-laki lain dan berkata,
‘Aku bertemu ayahku, aku meninggalkannya, aku lebih suka orang selain aku
yang menghadapinya.’ RasuluUah saw. tetap diam.” Al-Baihaqi berkata, “Ini
adalah hadits mursal yang baik.”
10. Al-Bazzar meriwayatkan bahwa Abu Hurairah r.a. berkata, “Rasulullah saw.
melewati Abdullah bin Ubay yang sedang berada di bawah tembok benteng dan
berkata, ‘Ibnu Abi Kabsyah melempar debu kepada kita.’ Seketika itu anaknya,
Abdullah bin Abdullah bin Ubay r.a. berkata, Wahai Rasulullah, demi Zat yang
memuliakanmu, jika engkau berkenan pasti aku datangkan kepalanya padamu?’
Beliau menjawab, ‘Jangan kamu lakukan itu, tetapi perlakukan ayahmu dengan
baik dan temanilah dengan baik.’” Haitsami berkata, “Diriwayatkan oleh al-
Barraz dan rijalnya dapat dipercaya.”
11. Ibnu Hisyam menyebutkan dari Abi Ubaidah dan dari para pakar tentang
peperangan lainnya. Umar ibnul Khathab r.a. mendekati Sa’id ibnul Ash r.a. dan
berkata padanya, “Kurasa, kamu mengira aku telah membunuh ayahmu.
Seandainya pun aku membunuhnya, aku tidak akan meminta maaf padamu karena
aku telah membunuhnya. Aku hanya membunuh pamanku, Ash bin Hisyam bin
Mughirah. Sedangkan bapakmu, aku temukan dia sedang me lampiaskan
marahnya, aku menghalanginya, lalu datanglah anak pamannya menyerangnya
mendahuluiku dan membunuhnya.” Riwayat seperti ini ada dalam al-Bidayah,
dan ditambahkan dalam kitab al-lsthab dan al-Ishabah, “Lalu Sa’id ibnul Ash
berkata padanya, ‘Seandainya kaubunuh dia, kamu benar dan aku yang salah.’
Umar langsung takjub mendengar ucapannya itu.”
12. Ibnu Sa’id meriwayatkan dari Zuhri, ia berkata, “Ketika Abu Sufyan bin Harb
datang ke Madinah, ia menemui Rasulullah saw., saat itu beliau hendak
menyerang Mekah. Abu Sufyan minta agar Rasulullah saw. memperpanjang dan
menambah isi Perjanjian Hudaibiyah, tetapi Rasulullah saw. sama sekali tidak
menerimanya. Abu Sufyan lalu beranjak dan masuk ke rumah putrinya, Ummu

Ar Rasul karya Said Hawwa

14
Habibah r.a. Ketika ia hendak duduk di kasur Rasulullah saw, Ummu Habibah
melipatnya. Ia berkata, ‘Hai putriku, apakah karena kasur ini kau membenciku
ataukah membenciku karenanya?’ Dia menjawab, ‘Karena kasur itu adalah kasur
Rasulullah dan engkau orang yang najis dan musyrik!’ Abu Sufyan membalas
berkata, ‘Hai putriku, kamu telah ditimpa kejelekan setelah meninggalkanku.’”
Ibnu Ishaq menyebutkan riwayat seperti ini tanpa isnad, sebagaimana dalam al-
Bidayah dan menambahkan, “Aku tidak suka kau duduk pada kasurnya.”
13. Thabrani meriwayatkan bahwa Anas bin Malik r.a. berkata, “Ketika Perang Uhud,
penduduk Madinah membentuklingkaran. Mereka berkata, ‘Muhammad telah
terbunuh!’ Sehingga menggemalah teriakan-teriakan dari arah Madinah. Maka
keluarlah seorang wanita dari Anshar dan mendapati bapaknya, anaknya, dan
saudaranya-telah mati semua-aku tidak tahu mana yang ia temui lebih dulu. Setiap
kali ia bertemu seorang di antara mereka, wanita itu bertanya, ‘Siapa ini?’ Mereka
menjawab, ‘Bapakmu, saudaramu, anakmu.’ Ia malah bertanya, ‘Apa yang terjadi
dengan Rasulullah saw.?’ Para sahabat menjawab, ‘Beliau ada di depanmu.’
Hingga akhirnya ia tiba di hadapan Rasulullah saw dan memegangi ujung pakaian
beliau seraya berkata, ‘Demi bapakku, engkau dan ibuku, wahai Rasulullah, aku
tidak peduli (apa pun yang menimpa pada keluargaku) asal engkau selamat dari
kecelakaan.’”Nash-nash ini menjelaskan seberapa jauh keimanan para sahabat
dan peng-ikut yang selalu menyertai Rasulullah saw.. Sekaligus menunjukkan
betapa kepercayaan mereka pada Rasulullah saw. sangatlah kuat tiada
bandingnya.
c. Kesaksian Realitas
Kesaksian realitas adalah kesaksian paling tinggi dan kuat karena melalui realitas
manusia bisa mencapai keyakinan yang tidak bercampur keraguan. Silakan
mengadakan kajian yang rinci terhadap segala sesuatu yang datangnya dari
Rasulullah saw, baik perkataan maupun perbuatan. Jika akhimyayang ia temukan
dalam semua perkataan dan perbuatan beliau hanyalah kebenaran dan kejujuran,
serta tidak keluar sedikit pun darinya, maka di hadapan manusia hanya ada satu
jalan, yaitu mempercayai dan membenarkan beliau.
Akan bisa dapati dalam bab kedua, kajian yang sempurna pada Al-Qur’an menjelaskan
pada Anda bahwa semua kandungan Al-Qur’an adalah benar, nyata, dan
berasal dari Allah swt. Akan kita dapati dalam bab ketiga-insya Allah-bahwa
pengujian yang sempurna pada nubuat-nubuat beliau menunjukkan pada Anda
bahwa masa depan adalah penyingkap, pembenar, dan penguat nubuat tersebut
Kami akan menukilkan beberapa contoh dari canda dan gurau beliau. Akan kita
dapati bahwa hal itu tidak keluar dari kebenaran dan kejujuran. Juga contoh janji
beliau, betapa beliau selalu menepatinya dengan benar. Juga, contoh beberapa
hadits beliau, yang manusia bisa mengetahui kejujuran dan kebenaran beliau
melalui penelitian dan pengujian. Kita akan mendapati suatu keajaiban, yaitu
adanya kesesuaian antara apa yang diketahui manusia zaman sekarang setelah


Ar Rasul karya Said Hawwa

15
melakukan hipotesa dan penelitian dengan apa yang diucapkan Rasulullah saw.
beberapa abad yang silam. Kami akan menutup bagian ini dengan catatan penting
bahwa satu-satunya sumber yang dapat kita ambil untuk mengetahui hal-hal yang
gaib dengan pasti adalah Rasulullah saw, dan sabda beliau adalah dalil melebihi
dalil lainnya, disertai pembahasan beberapa persoalan yang berkaitan dengan
masalah ini.
1) Kejujuran Rasulullah saw. dalam Canda
Manusia kadang-kadang tidak memegang teguh kejujuran dan kebenaran dalam
candanya, tetapi canda Rasulullah saw adalah jujur dan benar, serta memerintahkan
kepada umatnya untuk memegang teguh kejujuran dalam segala situasi
dan kondisi.
Ahmad meriwayatkan dari Anas bin Malik, “Seorang datang pada Nabi saw. dan
meminta pada beliau untuk dinaikkan kendaraan, Rasulullah saw. menjawab,
‘Aku akan menaikkan kamu pada anak unta.’ Lelaki itu menukas, Wahai Rasulullah,
apa yang aku perbuat dengan anak unta?’ Rasulullah menjawab, Tidakkah
unta hanya melahirkan anak unta (Maksudnya, bukankah anak unta itu juga
unta).’” (HR Abu Dawud dan at-Tirmidzi)
Zaid bin Aslam berkata, “Seorang wanita yang disebut Ummu Aiman datang
kepada Nabi saw. dan berkata, ‘Suamiku mengundangmu.’ Nabi menimpali
(dengan nada bergurau), ‘Siapakah ia? Apakah ia yang di matanya ada putihputihnya?’
Wanita itu berkata, ‘Demi Allah, tidak ada putih-putih pada matanya.’
Beliau menjawab, Thenar, pada matanya ada putih-putihnya.’ Ia berkata, Tidak
demi Allah.’ Beliau menjawab, Tidak ada seorang pun kecuali di matanya ada
putih-putihnya.’” Beliau memaksudkan putih biasa yang melingkari kornea mata,
tetapi wanita itu memahaminya sebagai putih di tengah-tengah mata yang berarti
lelaki tersebut terkena penyakit mata semacam katarak.
Ahmad meriwayatkan dari Anas, “Seorang lelaki dari Badui bernama Zahir
memberi hadiah Nabi dengan suatu hadiah dari Badui, maka Nabi memperhatikannya
ketika hendak keluar. Rasulullah bersabda, ‘Zahir adalah orang Badui
kita dan kita adalah orang kotanya.’ Ia adalah lelaki yang kurus dan Rasulullah
menyukainya. Ketika ia sedang menjual barang-barangnya, Rasulullah mendatanginya
dan mendekapnya dari belakang, saat itu ia tidak melihat Nabi. Zahir
berkata, ‘Lepaskan aku, siapa ini?’ Lalu, ia menoleh dan mengenal Rasulullah. Ia
membiarkan punggungnya melekatpada dada Nabi ketika ia mengetahui bahwa
yang mendekap adalah Nabi. Rasulullah lalu berkata (dengan nada bercanda),
*Siapa yang mau membeli seorang hamba?’ Zahir lalu menyahut, Wahai
Rasulullah, jadi, demi Allah engkau menjadikan aku murah tak laku.’ Rasulullah
saw. bersabda, ‘Kamu di sisi Allah tidak murah.’ Atau beliau bersabda, ‘Kamu
mahal di sisi Allah.’” Diriwayatkan oleh orang-orang tsiqah. Dari perbincangan di
atas, beliau memaksudkan hamba adalah hamba Allah, dan kita semua adalah
hamba Allah swt.

Ar Rasul karya Said Hawwa

16
At-Tirmidzi mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Hasan berkata, “Seorang
nenek-nenek mendatangi Nabi saw. dan berkata, ‘Wahai Rasulullah, doakanlah
pada Allah agar memasukkan aku ke surga.’ Beliau menjawab, Wahai Ummu
Fulan, sesungguhnya perempuan tua tidak masuk ke dalam surga.’ Maka
perempuan tua itu berpaling dan menangis. Beliau bersabda, ‘Beri tahu ia bahwa
ia tidak akan masuk surga dalam keadaan tua. Allah berfirman,
‘Sesungguhnya Kami menciptakan mereka (bidadari-bidadari) dengan langsung,
dan Kami jadikan mereka gadis-gadis perawan.”‘ (al-Waaqi’ah: 35-36)
At-Tirmidzi juga mengeluarkan dalam bab Syamail bahwa Anas berkata,
“Rasulullah berkata kepadaku, Wahai yang memiliki dua kuping.’” Abu Samar
berkomentar bahwa maksud beliau adalah bergurau, setiap manusia memiliki dua
kuping.
Anda lihat dari contoh-contoh di atas bahwa canda beliau tidak keluar dari
kebenaran dan kejujuran, melainkan menggunakan cara yang halus, sampai
kadang tidak dimengerti lawan bicaranya, sehingga lawan bicaranya tersebut
memahaminya dengan pemahaman yang lucu. Begitulah, semua canda dan gurau
beliau adalah jujur dan benar.
At-Tirmidzi meriwayatkan bahwa Abu Hurairah berkata, “Para sahabat berkata,
Wahai Rasulullah. Engkau bergurau dengan kami.’ Beliau bersabda,
‘Aku tidak berkata kecuali benar.’”
Yang ada pada beliau itu adalah kenabian yang jujur dan benar. Tidak ada
kenabian yang di dalamnya ada kebatilan sedikit pun.
2) Kejujuran Rasulullah dalam Janji
Abu Dawud meriwayatkan bahwa Abdullah bin Abi Khansa berkata, “Aku
melakukan transaksi jual-beli dengan Nabi saw. sebelum beliau diutus, dan ada
sisa barang yang belum aku berikan padanya, lalu aku menjanjikan padanya untuk
memberikannya di tempatnya itu. Di hari yang telah ditentukan itu dan hari setelahnya
ternyata aku lupa mendatanginya, aku datang pada hari yang ketiga, aku
dapati beliau telah berada di tempat itu. Beliau berkata, Wahai Pemuda, kau telah
menyusahkan aku, aku telah berada di sini selama tiga hari menunggumu.’”
Dikeluarkan oleh Ibnu Hibban dan al-Hakim, “Rasulullah sedang duduk membagi
pampasan perang Hawazin di Hunain, seseorang berdiri di hadapan beliau dan
mengatakan, ‘Engkau mempunyai janji denganku wahai Rasulullah.’ Beliau
menjawab, ‘Kamu benar, ambillah yang kamu inginkan.’ Lelaki itu berkata, ‘Aku
ambil delapan puluh domba dan penggembalanya.’ Beliau menjawab, Ya, itu
milikmu.’ Lelaki itu berkata, ‘Engkau memutuskan dengan mudah sekali.’”

Ar Rasul karya Said Hawwa

17
Al-Hakim meriwayatkan dari Huwaithib bin Abdul Uzza dalam kisah masuk
Islamnya. Ketika masih musyrik, ia memimpin delegasi yang meminta pada
Rasulullah saw. untuk meninggalkan Mekah dalam Umrah Qadha’ setelah masa
tiga hari yang disepakati. Huwaithib berkata, ‘Ketika Rasulullah datang untuk
Umrah Qadha’ dan kaum Quraisy keluar dari Mekah, aku termasuk orang-orang
yang tetap tinggai di Mekah, yaitu aku dan Suhail ibnul Amru, yang bertugas
untuk mengeluarkan Rasulullah jika waktunya telah lewat Tatkala tiga hari telah
terpenuhi aku dan Suhail ibnul Amru menghadap beliau dan mengatakan, Telah
lewat syaratmu maka keluarlah dari negeri kami.’ Beliau langsung berteriak,
Wahai Bilal, jangan sampai ada kaum muslimin yang ikut kita masih berada di
Mekah saat matahari terbenam.’”
Berikut ini bagian dari kitab Bathlul Abthal, pengarangnya merinci sebagian sikap
setia pada janji yang diamalkan oleh Rasulullah saw. Ia menuliskan, “Sebelum
tahun Perjanjian Hudaibiyah kaum Quraisy telah mengepung Madinah.
Persekutuan orang-orang kafir (Ahzab) yang terdiri dari seluruh bangsa Arab baik
Arab kota maupun Badui telah bersepakat untuk melakukan hal itu. Bani
Quraizhah mencabut perjanjiannya dengan Rasulullah. Dengan adanya hal itu,
bertambahlah penderitaan kaum muslimin, mereka benar-benar digoncang dengan
goncangan yang dahsyat, tetapi Allah menolong hamba-Nya yang beriman, dan
memuliakan mereka serta menanam ketakutan dalam hati kaum musyrikin.
Akhirnya, pasukan Islam dengan dipimpin Rasulullah menyerang kota Mekah dan
sampai di Hudaibiyah. Kaum Quraisy lalu mengirim utusannya pada Muhammad.
Coba perhatikan, inilah Urwah ibnul Masud ats-Tsaqafi utusan mereka, kembali
kepada mereka dan menyifati keadaan Muhammad saw. serta tentaranya dengan
kalimat sebagai berikut
‘Aku telah datang pada Kisra Persia dalam kerajaannya, dan Kaisar Romawi
dalam kerajaannya serta Raja Najasyi dalam kerajaannya, sungguh aku tidak
melihat seorang raja sekali pun di mata rakyatnya seperti Muhammad di mata
sahabat-sahabatnya.’ Muhammad saat itu dalam keadaan mantap dan kuat tetapi
ia tidak ingin perang. Ia bersabda,
‘Jika saat ini Quraisy mengajakku kepada rencana yang isinya memintaku untuk
menjalin silaturahmi, pasti aku penuhi’
Suhail bin Amru datang sebagai delegasi Quraisy yang membuat Muhammad
saw. dan pasukannya tidak jadi masuk Mekah. Salah satu syarat perjanjian ini
adalah syarat yang secara zahir merugikan, yaitu bahwa Muhammad harus
menyerahkan kepada Quraisy orang yang pergi ke tempat kaum muslimin tanpa
izin walinya, dan mereka tidak dituntut mengembalikan pengikutbeliau yang pergi
ke Quraisy.


Ar Rasul karya Said Hawwa
18
Syarat ini mengagetkan para sahabat Nabi saw., termasuk Umar ibnul Khaththab
r.a.. Sehingga ia pergi menemui Abu Bakar dan Rasulullah saw. seraya
mengatakan, ‘Bukankah kita muslimin! Bukankah mereka musyrikin! Bukankah
engkau Rasulullah! Untuk apa kita berikan kerendahan pada agama kita?’
Rasulullah saw. bersabda, ‘Aku adalah hamba Allah dan rasul-Nya tidak akan
menyalahi perintah-Nya dan Dia tidak akan menyia-nyiakan aku.’ Abu Bakar
berkata, ‘Aku bersaksi sesungguhnya dia utusan Allah.’
Menerimanya kaum muslimin pada syarat ini adalah menyerahnya mereka pada
perkara yang belum diketahui rahasianya. Hal itu merupakan ujian yang terbesar
bagi kesabaran mereka.
Ketika mereka dalam keadaan bersitegang seperti ini dan Rasulullah saw. telah
selesai bernegosiasi dengan delegasi Quraisy, yaitu Suhail bin Amru, namun akad
belum ditulis dan belum selesai. Tiba-tiba datanglah pada mereka Abu Jandal, ia
berteriak dan berjalan tertatih-tatih dengan kaki terbelenggu. Abu Jandal ini
adalah anak Suhail bin Amru. Begitu Suhail melihat anaknya, ia beranjak ke arahnya
dan mengambil rantai belenggunya seraya berkata, ‘Wahai Muhammad, persoalan
antara aku dan kamu telah mengerucut-artinya negosiasi telah selesaisebelum
datang anak ini.’ Nabi menjawab, ‘Kau benar.’ Dan, Abu Jandal
berteriak memanggil-manggil kaum muslimin, ‘Apakah aku akan dikembalikan
pada kaum musyrikin yang merusak agamaku?’
Bayangkanlah sikap itu, sikap Muhammad saw. yang berani, yang telah aku
ceritakan pada Anda keberaniannya yang tiada bandingnya. Dialah orang kuat
yang keluar dari Madinah maju dengan tentaranya. Sekarang telah Anda dengar
bagaimana Urwah bin Mas’ud menyifatinya. Bayangkanlah bagaimana beliau
melihat sahabat terdekatnya (dalam keadaan tersiksa), datang tertatih-tatih
terbelenggu, padahal ia termasuk orang terpandang di Quraisy, ia berjalan
terbelenggu karena ikut Muhammad dan ikut agama Muhammad. Kemudian
lihatlah, beliau tidak goyah dan tidak ragu-ragu sama sekali pada apa yang belum
ditulis dan belum selesai. Beliau berkata pada Suhail, ‘Kau benar, persoalan telah
selesai.’ Dan beliau mengembalikan sahabatnya dalam keadaan menangis pada
musuhnya. Coba lihatlah itu semua. Lantas siapa saja, coba tuliskan padaku satu
keteladanan saja dalam sejarah manusia semua seperti keteladanan yang dicontohkan
Muhammad saw. dalam menjaga dan menepati perkataan yang telah ia katakan
meski belum ditulis dan belum selesai.”
Penulis kitab juga menuturkan contoh lain,
“Kemudian lihatlah, kesetiaan beliau juga terhadap musyrikin. Di antara syarat
Perjanjian Hudaibiyah adalah siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji
Muhammad dan siapa saja bisa masuk dalam akad dan janji Quraisy. Masuklah
kabilah Khuza’ah dan sekutunya pada akad dan janji Muhammad saw. serta
menjadi sekutu beliau. Ketika Quraisy merusak perjanjiannya dan membantu
sekutunya, yaitu Bakar dan melibas Khuza’ah. Datanglah Amru bin Salim al

Ar Rasul karya Said Hawwa

19
Khuza’i meminta janji Rasulullah saw. dan meminta beliau menolong sekutunya.
Amru bersimpuh di hadapan Rasulullah saw saat berada di masjid. Ia meratap dan
berkata,
Wahai Tuhan, aku meratap pada Muhammad.
Sekutu ayah kami dan ayahnya yang sangat erat
Tolonglah (Muhammad).
Allah menunjukkanmu kemenangan yang pasti.
Ajaklah hamba-hamba Allah, mereka pasti datang memberi bantuan.
Dalam gelombang pasukan seperti samudra
yang berjalan berbuih-buih.
Sesungguhnya Quraisy mengingkari janji padamu
Dan merusak perjanjianmu yang telah dikuatkan.’
Maka serangan Quraisy terhadap kaum musyrikin bani Khuza’ah yang menjadi
sekutu kaum muslimin itu, menjadi sebab disiapkannya pasukan terbesar yang
dikenal Jazirah Arab dan sejarah untuk membantu sekutu seseorang saat itu.
Dampak hal itu adalah terbukanya kota Mekah sebagaimana kita diketahui
bersama Inilah contoh kesetiaan Rasulullah saw. pada musuh agama yang telah
beliau ikat perjanjian, atau sebelum mereka bersekutu dengan kaum musyrikin
selain mereka.”1
Inilah contoh-contoh dari kejujuran dan kesetiaan beliau dalam menepati janji dan
perjanjian. Tidak pernah terjadi bahwa Rasulullah saw. berjanji atau membuat
perjanjian kemudian beliau ingkar atau berkhianat
Bukhari meriwayatkan bahwa ketika Heraklius bertanya pada Abu Sufyan tentang
Muhammad, “Apakah ia berkhianat?” Abu Sufyan menjawab, ‘Tidak.” Setelah
itu, Heraklius mengatakan, “Aku tanyakan kepadamu apakah ia berkhianat maka
kalian anggap bahwa ia tidak berkhianat memang seperti itulah seorang rasul, ia
tidak berkhianat”
Berkhianat tergolong dusta, ingkar janji adalah dusta, dan Rasulullah saw. bersih
dari itu semua. Dari contoh sedikit yang kami sebutkan, Anda melihat bahwa
tidak ada seorang pun dari manusia yang mencapai tingkatan yang dicapai
Rasulullah saw. dalam kesetiaan menjaga kehormatan perkataan. Kalaupun ada, ia
adalah murid yang mengikuti keteladanannya.
Kalimat yang terucap dari Rasulullah saw. adalah jaminan yang tidak ada jaminan
setelahnya. Sampai-sampai musuhnya yang paling keras dan paling lama
memusuhi beliau dalam perjalanan dakwah beliau tidak ragu-ragu untuk
memasukkan dirinya dalam naungan kaum muslimin, jika telah mereka pastikan
1 Bathlul Abthal, karangan Abdurrahman Azzam

Ar Rasul karya Said Hawwa

20
bahwa yang menjamin keamanan mereka adalah Muhammad saw. Mereka
percaya bahwa perkataan Muhammad adalah jaminan yang tidak sama dengan
jaminan lainnya. Siapa yang menelusuri peristiwa-peristiwa sirah pasti
menemukan contoh yang banyak atas hal ini. Itulah sifat shidiq (jujur dan benar)
yang dimiliki para nabi. Tidak pernah berubah sama sekali.

MANHAJ HARAKI

MANHAJ HARAKI
(Sirriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
(Jahriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
(Iqamatu ad-Daulah)
(Ad-Daulatu wa Tatsbitu Da'aimiha).
(Intisyaru ad-Da'wah fil Ardhi).

(Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban)
BAGIAN PERTAMA
PERIODE PERTAMA
BERDA'WAH SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI DAN MERAHASIAKAN STRUKTUR ORGANISASI

Karakteristik Periode Pertama
• Karakteristik Pertama: Da'wah Secara Rahasia
• Karakteristik Kedua: Pelaksanaan Da'wah atas Dasar Pilihan
• Karakteristik Ketiga: Berda'wah Melalui Intelektualitas Da'i dan Status Sosialnya
• Karakteristik Keempat: Da'wah Secara Umum
• Karakteristik Kelima: Peranan Wanita pada Periode Sirriyah
• Karakteristik Keenam: Shalat
• Karakteristik Ketujuh: Pengetahuan Orang Quraisy tentang Da'wah
• Karakteristik Kedelapan: Hidup Berdampingan antara Kaum Muslimin dan Orang Lain
• Karakteristik Kesembilan: Memfokuskan pada Pembinaan Aqidah
• Karakteristik Kesepuluh: Berda'wah secara Terang-terangan Setelah Terbentuk Kader-Kader Inti yang
   Kuat

PERIODE KEDUA
BERDA'WAH SECARA TERANG-TERANGAN
DAN MERAHASIAKAN STRUKTUR ORGANISASI
Beberapa Nash tentang Periode Ini
• Di Atas Bukit Shafa

Karakteristik Periode Kedua
• Karakteristik Pertama: Da'wah kepada Keluarga Dekat
• Karakteristik Kedua: Berpaling dari Kaum Musyrikin
• Karakteristik Ketiga: Rambu-Rambu Da'wah Baru
• Karakteristik Keempat: Da'wah Secara Umum
• Karakteristik Kelima: Sirriatu at-Tanzhim
• Karakteristik Keenam: Al-Qur'an Sumber Penerimaan
• Karakteristik Ketujuh: Pertemuan Rutin dan Kontinu
• Karakteristik Kedelapan: Shalat Secara Tersembunyi di Berbagai Lorong
• Karakteristik Kesembilan: Menekankan Aspek Spiritual
• Karakteristik Kesepuluh: Membela Diri dalam Keadaan Darurat
• Karakteristik Kesebelas: Sabar Menanggung Siksaan dan Penindasan di Jalan Allah
• Karakteristik Kedua Belas: Orang-Orang Lemah Boleh Menampakkan “Kemurtadan”
• Karakteristik Ketiga Belas: Usaha Menyelamatkan Orang-Orang Lemah dengan Segala Sarana yang
   Memungkinkan
• Karakteristik Keempat Belas: Jalan Kedua untuk Melindungi Melalui Jalan Hijrah
• Karakteristik Kelima Belas: Mencari Tempat yang Aman bagi Da'wah dan Basis Baru sebagai Titik
  Tolak  
  Pergerakan
• Karakteristik Keenam Belas: Memanfaatkan Undang-Undang Masyarakat Musyrik (Undang-Undang
   Perlindungan dan Jaminan Keamanan)
• Karakteristik Ketujuh Belas: Usaha-Usaha Negatif yang Dilakukan Musuh dalam Menghadapi Da'wah
• Karakteristik Kedelapan Belas: Usaha-Usaha Negatif dalam Peperangan; Upaya Pembunuhan para
   Qiyadah (Pemimpin)
• Karakteristik Kesembilan Belas: Jahriyah Kedua: Islamnya Hamzah dan Umar serta Mengumumkan
  Tantangan kepada Masyarakat Jahiliyah
• Karakteristik Kedua Puluh: Mengumumkan Tantangan dan Peranan Orang-Orang yang Punya Pribadi
  Kepemimpinan
• Karakteristik Kedua Puluh Satu: Pengejaran Musuh terhadap Komunitas Islam dan Keberhasilan Kaum
  Muslimin dalam Menggagalkannya
• Karakteristik Kedua Puluh Dua: Kecerdasan Utusan Islam dalam Berdialog dengan Raja
• Karakteristik Kedua Puluh Tiga: Tidak Ada Toleransi dalam Soal Aqidah
• Karakteristik Kedua Puluh Empat: Mengobarkan Peperangan di Barisan Sekutu Kaum Muslimin dan
  Gagalnya Makar ini karena Keteguhan dan Kerahasiaan
• Karakteristik Kedua Puluh Lima: Perundingan Langsung antar Rasulullah saw. dan Quraisy: Alternatif
  Perdamaian
• Karakteristik Kedua Puluh Enam: Netralnya Sebagian Tokoh dan Kabilah Akibat Perundingan
• Karakteristik Kedua Puluh Tujuh: Solidaritas Kesukuan untuk Melindungi Pimpinan (Abu Thalib, Bani
  Hasyim, dan Bani Muthalib
• Karakteristik Kedua Puluh Delapan: Blokade Ekonomi dan Pemboikotan Umum untuk Menghancurkan

   Da'wah dan Para Sekutunya
• Karakteristik Kedua Puluh Sembilan: Letupan-Letupan Jahiliah Menghancurkan Blokade dan Pemboikotan
• Karakteristik Ketiga Puluh: Peranan Wanita dalam Jihad, Da'wah, dan Sirriyah pada Periode ini
• Karakteristik Ketiga Puluh Satu: Perlawanan secara Damai
• Karakteristik Ketiga Puluh Dua: Memanfaatkan Unsur-Unsur Persamaan antara Islam dan Ideologi Lain
• Karakteristik Ketiga Puluh Tiga: Tidak Melepaskan Satu Bagian Ajaran Sekalipun Demi Perlindungan

PERIODE KETIGA
Iqomatud Daulah

Karakteristik Periode Ketiga

• Karakteristik Pertama: Mencari Pembelaan di Luar Mekah
• Karakteristik Kedua: Mencari Jaminan Keamanan dari Musuh di Mekah
• Karakteristik Ketiga: Mencari Pembelaan dan Perlindungan dari Kabilah-Kabilah untuk Menyampaikan
   Da'wah
• Karakteristik Keempat: Kegagalan Perundingan
• Karakteristik Kelima: Mengarahkan Pandangan kepada Markas Bertolaknya Gerakan
• Karakteristik Keenam: Bai'at Pertama dan Nilai-nilainya yang Baru
• Karakteristik Ketujuh: Izin untuk Melakukan Peperangan
• Karakteristik Kedelapan: Persiapan Pembahasan Tegaknya Negara
• Karakteristik Kesembilan: Manifesto Politik (Bai'at)
• Karakteristik Kesepuluh: Memperkokoh dan Mempertegas Bai'at
• Karakteristik Kesebelas: Pembentukan Pemerintahan Islam Melalui Pemilihan
• Karakteristik Kedua Belas: Pemimpin Menentukan Pertempuran
• Karakteristik Ketiga Belas: Pimpinan Menentukan Kelahiran Negara Islam
• Karakteristik Keempat Belas: Dimulainya Perang Informasi Antara Kedua Negara
• Karakteristik Kelima Belas: Memilih Tempat Hijrah dan Membentuk Komunitas di dalamnya secara Sirriyah
• Karakteristik Keenam Belas: Konspirasi Musuh untuk Membunuh Qiyadah
• Karakteristik Ketujuh Belas: Kecerdasan Perencanaan Manusia dalam Hijrah
• Karakteristik Kedelapan Belas: Basis Baru Bergabung kepada Islam
• Karakteristik Kesembilan Belas: Pengumuman Pertama untuk Syi'ar-Syi'ar Ibadah
• Karakteristik Kedua Puluh: Keberhasilan Khittah dan Sampainya Pimpinan Tertinggi ke Puncak Pimpinan

BAGIAN KEDUA
PERIODE KEEMPAT
NEGARA DAN PENGUATAN PILAR-PILARNYA
Karakteristik Periode Keempat
• Karakteristik Pertama: Gencatan Senjata Bersama Musuh-Musuh Selain Kaum Quraisy dan Sekutu-Sekutunya
• Karakteristik Kedua: Membangun Basis yang Kokoh
• Karakteristik Ketiga: Deklarasi Negara Islam
• Karakteristik Keempat: Opsi Perang
• Karakteristik Kelima: Komunitas Kaum Paganis di Madinah
• Karakteristik Keenam: Menceraiberaikan Komplotan Itu dengan Sentimen Nasionalisme dan Kekeluargaan Karakteristik Ketujuh: Upaya Pemecahbelahan Barisan Islam
• Karakteristik Kedelapan: Musuh Meremehkan Norma-Norma Demi Kepentingan Sendiri
• Karakteristik Kesembilan: Bahaya Mengancam Qiyadah
• Karakteristik Kesepuluh: Kondisi Perang dan Bersatunya Semua Kekuatan Melawan Islam
• Karakteristik Kesebelas: Mengumumkan Perang kepada Musuh
• Karakteristik Kedua Belas: Pengukuhan Jati Diri Islam Menjelang Konfrontasi
• Karakteristik Ketiga Belas: Konfrontasi Fisik dalam Perang Badar dan Furqan yang Ada padanya
• Karakteristik Keempat Belas: Kubu Orang-Orang Munafik, Kemunculannya, Bahayanya, dan Penyusutannya
• Karakteristik Kelima Belas: Keberadaan Yahudi di Madinah dan Pembersihannya
• Karakteristik Keenam Belas: Malam Tribulasi Panjang dan Bahayanya
• Karakteristik Ketujuh Belas: Berita Gembira di Tengah Tribulasi
• Karakteristik Kedelapan Belas: Aksi Sabotase dan Pengaruhnya dalam Menebarkan Rasa Takut dalam
   Barisan Lawan
• Karakteristik Kesembilan Belas: Peran Media Massa dalam Perang
• Karakteristik Kedua Puluh: Meningkatnya Jumlah Personil dan Sarana Perang
• Karakteristik Kedua Puluh Satu: Pengerahan Upaya Manusia
• Karakteristik Kedua Puluh Dua: Peran Serta Wanita dalam Perang
• Karakteristik Kedua Puluh Tiga: Strategi Jenius Seorang Pimpinan
• Karakteristik Kedua Puluh Empat: Pertolongan Allah di Tengah Tribulasi
• Karakteristik Kedua Puluh Lima: Tarbiyah Ilahiyah pasca-Perang

Indeks
Manhaj Haraki dalam sirah Nabawi (01)
Manhaj Haraki (metode gerakan) mempunyai makna langkah berencana yang diterapkan Rosulullah saw semenjak beliau diutus sebagai rasul hingga wafatnya.
Kita perlu mengikuti tahap-tahap perjalanan hidupnya, langkah demi langkah, dengan tujuan memperjelas titik acuan kita dalam melaksanakan gerakan Islam. Untuk itu kita tiru langkah Rosulullah saw berlandaskan firman Allah:
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia benyak menyebut Allah. (Al-Ahzab:21).
Tentu saja tindakan mengikuti langkah dan tahap-tahap ini merupakan perintah yang bersifat ibadah sebelum menunaikan perintah rincian lainnya. Kita akan mencapai tujuan kita mengikuti petunjuk-petunjuknya, yang kemudian sampailah kita kepada keridhaan Allah.
Ditinjau dari sisi lain, langkah politis gerakan Islam bertujuan untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi. Kami mempunyai keyakinan, bahwa system gerakan ini merupakan arahan robbani. Karena Allah memantapkan Nabi-Nya dalam semua langkahnya. Ia bukan lahir karena reaksi dari suasana keruh yang sedang dihadapinya.
Setelah ulasana yang sederhana ini kita akan meniti langkah seterusnya dari metode ini. Demikian juga sasaran setiap tahap tanpa memasuki pembahasan mendetail, tapi hanya sekedar yang diperlukanuntuk membuktikan tahap-tahap sasaran tersebut.
Tahapan yang kita akan bahasdalam metoda ini terdiri dari lima tahap sebagai berikut:
Pertama: Dakwah dan Struktur Tertutup (Sirriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
Kedua: Dakwah Terbuka dan Struktur Tertutup (Jahriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
Ketiga: Mendirikan Negara (Iqamatu ad-Daulah)
Keempat: Pemantapan Sendi-sendi Negara (Ad-Daulatu wa Tatsbitu Da'aimiha).
Kelima: Menyebarkan Dakwah ke Seluruh Dunia (Intisyaru ad-Da'wah fil Ardhi).
Bila kami adakan pembagian pada permulaan dan akhir dalam masing-masing tahapan, maka bisa diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. Dakwah tertutup, tahap ini dimulai semenjak Muhammad diutus sebagai rasul hingga turun wahyu wahyu
    dalam surat Asy-Syu'ara ayat 214: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
2. Dakwah terbuka dan struktur tertutup, tahap ini berakhir pada tahun kesepuluh kerasulan.
3. Mendirikan negara, tahap ini berakhir pada 10 Hijriah.
4. Pemantapan negara, tahap ini berakhir setelah ditandatangani perjanjian Hudaibiyah.
5. Menyebarkan dakwah ke seluruh dunia, tahap ini telah mapan setelah wafatnya Rasulullah saw. Yang jelas, berakhirnya masing-masing tahap merupakan permulaan tahap berikutnya.
Tahap PertamaManhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (02)
DAKWAH DAN STRUKTUR TERTUTUP
Tahap ini dimulai dari Gua Hira' yang bertepatan dengan titik awal kerasulan, kemudian diakhiri setelah berjalan selama 13 tahun kerasulan. Yaitu ketia turun wahyu: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara:214)
dan ayat: "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Al-Hijr:94).
Tahapan ini ada simah (ciri-ciri) dan muatan peristiwa sbb:
pertama: DAKWAH SECARA TERTUTUP.
Dalam buku Imta'ul Asma', Al-Muqrizi mengatakan:"Jibril as datang kepada Rasulullah di Gua Hira' sembari membacakan ayat kepadanya, 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Al-'Alaq:1). Setelah itu Rasulullah pulang menuju kepada sang istri, Khadijah. Saat ini beliau berdiam diri tanpa melihat sesuatu pun, dan wahyu pun belum turun lagi. Untuk itu beliau mengalami kemurungan, lantas dia pergi lagi mondar-mandir menuju puncak gunung lantaranrindu kepada apa yang dilihatnya pertama kali yang berupa wahyu Allah.
Ada ulama yang menyatakan bahwa terhentinya wahyu tersebut kira-kira selama dua tahun; ada yang mengatakan dua setengah tahun, dan dalam Tafsir Ibnu Abbas dinyatakan, selama 40 hari. Dalam kitab Ma'ani Al-Qur'an karya Az-Zujjaj dinyatakan, selama 15 hari; dan dalam Tafsir Muqatil dinyatakan, selama 3 hari. Sebagian mereka mentarjihkan bahwa ini mirip dengan keadaan di kala Muhammad di sisi Tuhannya. Lantas beliau diperlihatkan sosok malaikat yang sedang duduk di atas kursinya, yang memenuhi ruangan antara langit dan bumi. Malaikat tersebut memberikan perasaan tegar kepada Muhammad dan memberitahukan kepadanya bahwa dia adalah Rasulullah. Setelah beliau melihat malaikat berada diatasnya, kontan beliau menuju sang istri, Khadijah ra, lantas berkata kepadanya, "Selimatilah aku, selimutilah aku." Maka Allah pun menurunkan wahyu-Nya lagi:
"Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 1 - 4).
Itulah kondisi permulaan di Gua Hira', yang merupakan kondisi kenabian dan penerimaan wahyu. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepadanya agar memberikan peringatan kepada kaumnya dan menyeru mereka supaya menuju kepada keridhaan-Nya. Dan menurut pendapat Urwah bin Zubair, Muhammad bin Syihab dan Muhammad bin Ishak, bahwa sejak turunnya amanat kenabian hingga turunnya ayat-ayat berikut ini adalah selama tiga tahun. Ayat-ayat yang dimaksud adalah: "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Al-Hijr: 94); Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara: 214); dan katakanlah sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan. (Al-Hijr: 89).
Maqrizi telah menguatkan pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa masa rentang waktu terputusnya wahyu tersebut sebentar saja, yaitu berkisar 40, 15 dan 3 hari saja. Sedang pendapat-pendapat awal yang mengatakan bahwa masa rentang terputusnya wahyu berkisar dua dan dua setengah tahun, tidak mempunyai sanad. Dan dalam pendapat kedua di seputar terputusnya wahyu ini tentu saja akan kita permasalahkan keabsahannya. Sebab kami tidak pernah menemukan dasar rujukannya maupun riwayatnya. Apabila tahapan secara tertutup itu berlangsung selama dua setengah tahun, maka tahap dakwah tersebut berlangsung tidak lebih dari satu atau dua setengah tahun saja. Alangkah janggalnya kesimpulan ini. Kami bisa mengemukakan kesimpulan seperti ini, sebab sasaran pertama dalam tahapan ini adalah berlangsung selama tiga tahun, sekalipun dalam rentang waktu ini kami tidak dapat menilainya sebagai patokan.

Kami juga tidak bisa memahami mengapa gerakan Islam dewasa ini harus melalui tahap dakwah tertutup selama tiga tahun. Maka dalam hal ini tidak ada nash yang menuntut kita supaya mengikutinya. Kami hanya bisa memahami bahwa penghabisan tahap ini telah terealisir, sebab kaum Muslimin sudah mempunyai landasan kuat yang sulit dilenyapkan. Tahap ini dianalogikan dengan masyarakat Makkah saat itu. Untuk itu, landasan ini dapat dijadikan sebagai patokan. Namun titik beratnya bukan terletak pada perhitungan waktu, melainkan pada hasil yang telah dicapai dari dakwah atau kemampuannya dalam mengarahkan masyarakat yang di topang oleh para individu, tokoh maupun pendirinya.
Berangkat dari ayat 94 surat Al-Hijr tersebut, kami memperoleh pemahaman yang kuat tentang hal itu. Dalam ayat ini kami menangkap makna secara langsung ayat selanjutnya: "Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari kejahatan orang-orang yang memperolok-olok kamu."
Perintah untuk melaksanakan dakwah secara terang-terangan itu turun setelah ada jaminan dari Allah kepada Rasul-Nya yang akan selalu menjaganya dari kaum yang memfitnah. Dengan demikian Rasulullah mendapatkan jaminan keamanan yang didukung oleh wahyu. Oleh sebab itu, kepemimpinan gerakan Islam akan ditentukan oleh kebijakan dalam tahap ini guna menuju tahapan berikutnya. Pemahaman pada tahap ini mengindikasikan bahwa kaum Muslimin yang tinggal di Makkah berada dalam keguncangan, sesuai dengan kedudukan mereka dalam kabilahnya dan kemampuannya dalam melaksanakan dakwah suci ini.
Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (03)
Kedua: TEGAKNYA DAKWAH DIATAS KESUCIAN
Dakwah terang-terangan bukan berarti dakwah yang dilakukan di berbagai gedung, majelis pertemuan atau tempat pesta umum lainnya. Akan tetapi yang dimaksud terang-terangan di sini adalah penegakkan dakwah atas dasar kebersihan pribadi dan seleksi para da'i menurut kriteria kelayakannya.
Telah kita ketahui bahwa saripati pertama dari dakwah yang dilakukan Rasulullah adalah masuk Islamnya Khadijah ra. Ia adalah wanita pertama kali yang beriman kepada Nabi saw sekaligus sebagai istrinya. Lantas masuk Islamnya Abubakar ra, yang dikenal sebagai sahabat Nabi yang dekat. Setelah itu kalangan anak-anak yang masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib, lalu Zaid bin Haritsah sebagai budak beliau.Lantaran kesucian pribadi inilah, maka disaat Abubakar melakukan dakwah, ia lebih suka memilih taktik sendiri.
Ibnu Ishaq menyatakan, "Abubakar bin Abu Qahafah pun masuk Islam. Ia adalah seorang yang responsif, penyayang, dan toleran terhadap kaumnya. Dia adalah seorang Quraisy yang mempunyai yang mempunyai tingkat kebangsawanan paling tinggi bagi bangsa Quraisy dan paling mengetahui nasab Quraisynya serta kelebihan dan kekurangannya. Ia seorang pedagang yang mempunyai budi pekerti mulia. Para tokoh kaumnya menyayanginya;mereka sering datang menemui Abubakar guna meminta berbagai pertimbangan, lantaran dia memiliki banyak ilmu perdagangan lagi pandai bergaul. Maka Abubakar pun menyeru kaumnya untuk mengenal Allah atau masuk Islam, terutama mereka yang menjadi kepercayaannya, yaitu yang sering bergaul dengannya.
Berkat dakwah Abubakar ini, maka Islamlah Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidllah. Kedelapan orang di atas merupakan golongan yang masuk Islam permulaan. Mereka pun shalat dan membenarkan Islam. Banyak faktor yang menyebabkan dakwah Abubakar diterima, terutama dari rasa percaya kaumnya terhadapnya.
Ketiga: FAKTOR INTELIGENSIA DAN STATUS SOSIAL
Hal ini merupakan karakter individual lebih lanjut yang dimiliki Abubakar ra, mengingat di sebagai da'i yang mempunyai pengaruh paling kuat saat itu. Karakter individualnya dapat kita kenali melalui faktor-faktor sbb:
1. Budi pekertinya: dia adalah seorang yang responsif, penyayang dan toleranterhadap kaumnya.
2. Inteligensinya: dia adalah orang Quraisy yang tingkat kebangsawanannya cukup tinggi dan paling mengetahui nasab Quraisynya serta kelebihan dan kekurangan suku ini.
3. Status sosial dan profesinya: dia adalah seorang pedagang. Banyak tokoh-tokoh kaumnya yang datang kepadanya guna meminta pertimbangan dalam banyak hal.
Perlu diketahui bahwa Abubakar pada asalnya berasal dari keturunan Quraisy yang paling lemah. Status ini tercermin dalam perkataan Abu Sufyan ketika Abubakar menerima khilafah. Kata Abu Sufyan, "Mengapa khilafah ini jatuh ke tangan orang yang berasal dari keturunan Quraisy terlemah."
Akan tetapi asal keturunan seperti ini tidak menghalangi Abubakar untuk menempati posisi tinggi di tengah-tengah kaumnya. Mudah-mudahan karakter individual semacam ini bisa dimiliki para da'i masa kini.
Budi pekerti yang penyayang dan toleran merupakan modal utama untuk mempengaruhi orang lain. Faktor inilah yang mampu menyentuh lubuk hati manusia, kendati hati ini pada mulanya keras. Unsur inilah yang menjadi penyebab mudah diterimanya dakwah.
Demikian juga, faktor inteligensia tidak kalah pentingnya dengan budi pekerti. Tapi tidak semua jenis inteligensia diperlukan dalam operasionalisasi dakwah ini. Jenis inteligensia yang diperlukan dalam masalah ini adalah sikap peka terhadap masyarakat maupun sifat organisatoris dan loyalitas. Begitu pula sifat inteligensia yang mampu mengenali psikis manusia, yaitu sikap kontradiktif, kebutuhan, maupun emosionalnya. Ilmu untuk bisa mengenali psikis manusia ini merupakan kunci bagi operasional kaum da'i sekaligus sebagai pintu masuk menuju hati obyek dakwah. " Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad:24).
Dengan demikian masuknya kebenaran ke dalam hati manusia itu sering terhalang oleh sumbat. Tugas para da'i adalah membuka sumbat tersebut dengan kunci. Kaum da'i harus mengetahui dari mana sumbat itu dapat masuk ke dalam hati, yang menyebabkan individu yang bersangkutan selalu menuruti kata hati yang tersumbat itu.
Lantaran faktor status sosial yang dimiliki kaum da'i, maka ucapannya sering didengarkan orang banyak. Karena itu sang da'i pun lebih terangkat derajatnya lantaran bersih dari pamrih, baik yang berupa kepentingan pribadi, kompensasi yang bernilai rendah atau kehormatan di tengah masyarakat. Dialah yang memberikan kehormatan di tangah masyarakat, di mana kebanyakan warganya menganggap bahwa nilai tertinggi kehormatan adalah harta dan syahwat.
Dalam kaitan ini, Rasulullah telah memberikan pengarahan kita dengan sabdanya: "Berzuhudlah kamu di dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Berzuhudlah terhadap apa yang terpampang di mata manusia, niscaya manusia pun akan mencintaimu." (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).
Status sosial secara prinsip mampu menelorkan kepercayaan terhadap orang lain, maka sekaligus memberikan pengaruh kepadanya. Hubungan sebab akibat ini akan menampakkan sifat dasarnya. Oleh karenanya kaum da'i tersebut tidak perlu mencari penyebab lain untuk bisa menyentuh kepekaan mereka. Guru atau pedagang misalnya, lebih mampu untuk melakukan gerakan ini faripada seorang pegawai yang hanya menmpati lokasi terbatas dalam struktur tertentu.
Keempat: DAKWAH SECARA KOMPREHENSIP
Secara sekilas, dalam sasaran ini tampak kontradiksi dengan sasaran terdahulu. Padahal yang dimaksudkan dakwah kepada kalangan khusus bukan berarti hanya tertuju kepada kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, tetapi harus menyentuh lapisan masyarakat.
Sampainya dakwah ini kepada lapisan masyarakat harus melalui kesucian pribadi para individualnya. Kita ketahui bahwa sasaran dari tahap dakwah secara tertutup ketika itu meliputi berbagai lapisan masyarakat, yaitu orang merdeka, budak, laki-laki, perempuan, pemuda,pemudi, dan orang tua. Bahkan sasaran dakwah ini telah menyentuh berbagai keturunan yang menjadi kesatuan bangsa Quraisy atau bangsa lain, sehingga hampir seorang atau dua orang anggota keluarga dalam setiap keluarga di Makkah mempunyai andil dalam membangun masyarakat Muslim ini.
Kami akan mencoba memaparkan klasifikasi sahabat yang termasuk dalam lingkup kabilah-kabilah besar yang terkenal yaitu:
BANI HASYIM:
1. Ali bin Abu Thalib.
2. Ja'far bin Abu Thalib.
3. Ummu Al-Fahl binti Al-Harist.
4. Ubaidah bin Al-Harist.
5. Asma'binti Umais (istri Ja'far).
6. Khadijah binti Khuwailid.
BANI UMAYYAH:
7. Ustman bin Affan.
8. Khalid bin Sa'id.
9. Aminah binti Khalid (istri Khalid)
10. Hatib bin Amr.
11. Abdullah bin Jahsy.
12. Abu Ahmad bin Jahsy.
13. Fatimah (istri Abu Ahmad)
BANI MAKHZUM:
14. Abu Salamah bin Abdul Asad.
15. Iyasy bin Abu Rabi'ah.
16. Amar bin Yasir (tokoh)
17. Asma' (istri 'Iyasy)
18. Yasir bin Amir (tokoh)
19. Sumayyah binti Khayyath.
20. Arqam bin Abu Al-Arqam.
BANI TA'IM:
21. Abubakar Ash-Shiddiq.
22. Thalhah bin Ubaidillah.
23. Amir bin Fuhairah (budak)
24. Bilal bin Rabah (budak)
BANI ADI:
25. Sa'id bin Zaid.
26. Fathimah binti Al-Khaththab.
27. Amir bin Rabi'ah (tokoh)
28. Na'im bin Abdullah.
29. Waqid bin Abdullah (tokoh)
30. Khalid bin Al-Bakir (tokoh)
31. Amir bin Al-Bakir (tokoh)
32. Iyas bin Al-Bakir (tokoh)
BANI ZUHRAH:
33. Sa'ad bin Abi Waqqash.
34. Abdurrahman bin Auf.
35. Umair bin Abu Waqqash.
36. Abdullah bin Mas'ud (tokoh)
37. Al-Muthalib bin Azhar.
38. Khabab bin Al-Arats (tokoh)
BANI SAHM:
39. Khunais bin Khudzafah.
40. Hafshah binti Umar (istrinya)
BANI JAHM:
41. Hathib bin Al-Harist.
42. Fathimah (istri Hathib)
43. Khaththab bin Al-Harist.
44. Fukaihah (istri Khaththab)
45. As-Saib bin Ustman.
BANI ASAD:
46. az-Zubair bin Al-Awwam.
BANI AMIR:
47. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.
48. Salith bin Amr.
DARI BERBAGAI KABILAH LAIN:
49. Shuhaib bin Sinan (bangsa Romawi)
50. Mas'ud bin Rabi'ah.
51. Ma'mar bin Habib.
52. Zaid bin Haritsah.
53. Amr bin Abasah (suku Sulam)
54. Utsman bin Mazh'un.
55. Qudamah bin Mazh'un.
56. Abdullah bin Mazh'un.
57. Ramlah (istri Abdullah)
Demikianlah orang-orang Muslim pendahulu yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat Makkah.
Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (04)
Kelima: PERANAN WANITA DALAM DAKWAH TERTUTUP
Seperempat pengikut Islam di Makkah adalah kaum wanita. Sebagian besar pasangan suami-istri yang masih muda, masuk Islam. Kaum wanita ini hidup pada periode dakwah tertutup, tanpa diketahui pihak lain. Mereka melindungi diri atau bertindak dengan sembunyi-sembunyi secara ketat, sehingga tak diketahui keislaman mereka.
Seyogyanya kita memberikan hak kepada kaum wanita tersebut selaras dengan kepentingannya dalam perjalanan dakwah ini. Sehingga mereka bisa menghidupkan orientasinya, entah kedudukan mereka di sisi laki-laki sebagai saudara, istri maupun ibu. Bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa Asma' ra sebagai salah seorang anggota pasukan wanita dalam periode dakwah ini, yakni di saat usianya menjelang dewasa.
Keenam: SHALAT
Menurut rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan, setiap tahap dakwah, kaum Muslimin selalu diiringi dengan pelaksanaan shalat. Ibnu Ishak menyatakan: "Sebagian ahli ilmu telah menceritakan kepadaku, bahwa ketika perintah shalat diwajibkan kepada Rasulullah saw, datanglah Jibril kepada beliau. Saat itu Rasulullah sedang berada di dataran tinggi Makkah. Lantas Jibril pun menghentakkan tumitnya di salah satu sudut lembah. Maka memancarlah mata air dari tempat tersebut. Jibril pun berwudhu dengan air itu, sementara Rasulullah menperhatikannya. Dan memang dalam hal ini Jibril mempunyai tujuan mengajari Rasul mengenai tata cara bersuci.
Setelah itu Rasulullah pun berwudhu seperti apa yang telah dilihatnya dari Jibril. Lalu Jibril berdiri, dan kemudian shalat. Dan Rasulullah pun juga mengerjakan shalat menyusul shalat Jibril. Setelah Jibril meninggalkan tempat, Rasulullah menemui sang istri Khadijah, dengan tujuan mengajarkan kepadanya tata cara bersuci untuk shalat sebagaimana yang telah diajarkan Jibril. Maka Khadijah pun berwudhu sebagaimana wudhu Rasulullah. Setelah itu Rasulullah shalat. Kemudian Khadijah juga mengerjakan shalat.
Sebagian ulama menyatakan bahwa ketika datang waktu shalat, Rasulullah saw keluar ke sebuah lembah di Makkah bersama Ali bin Abu Thalib. Rasulullah bersembunyi dari sepengetahuan pamannya, Abu Thalib dan seluruh pamannya serta kaumnya. Keduanya pun mengerjakan shalat. Tatkala sudah sore mereka pulang. Hal ini mereka kerjakan sampai beberapa lama.
Ketujuh: MEMBERIKAN ISYARAT FENOMENA DAKWAH
Kaum Quraisy pada mulanya tidak bergeming sedikit pun pada fenomena dakwah ini, mereka tidak menggubrisnya sama sekali. Fenomena yang cenderung kearah dakwah ini akhirnya tersebar di tengah-tengah masyarakat Makkah. Di antara orang-orang beriman yang berupaya memperkenalkan dakwah Rasulullah tersebut adalah Zaid bin Amr bin Naufal, Waraqah bin Naufal dan Ummayyah bin Abu Ash-Shlt. Masyarakat Makkah pun tidak memberikan reaksi atas sikap mereka, selagi mereka tidak bersikap anti secara terus terang terhadap kepercayaan animisme berhala di masyarakat ini.
Seperti kita telah ketahui bahwa sebelum amanat kenabian turun, Rasulullah saw berdiam di Gua Hira' beberapa malam. Sementara kaum Quraisy tidak bisa menangkap apa sinyaleman di balik itu. Mereka mengira bahwa Islam identik denganorang-orang yang hanif, yaitu mereka yang menjauhi penyembahan berhala. Bahkan bisa dikatakan, sesungguhnya kecurigaan kaum Quraisy terhadap kaum yang hanif lebih besar daripada terhadap kaum Muslimin pada periode dakwah tertutup. Sebab kaum yang hanif tersebut menyatakan terus terang keraguan mereka terhadapkeabsahan berhala Quraisy Arab. Sementara kaum Muslimin belum berani berterus terang dalam sikap pandangan mereka terhadap kepercayaan berhala-berhala tersebut.
Sebagian riwayat mengatakan, bahwa pernah salah seorang pedagang yang sedang berkunjung ke rumah Abbas melihat tiga orang yang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak melangkah maju, lalu mengerjakan shalat, yang sama sekali menyelisihi tradisi peribadatan kaum Quraisy. Maka pedagang tersebut menanyakan kasus ini kepada Abbas. Lantas Abbas pun menjawab pertanyaan tersebut,
"Ini keponakanku (sambil menunjuk Ali); ini juga keponakanku (sambil menunjuk Rasulullah); dan ini istrinya. Ia (Muhammad) mendakwakan dirinya bahwa Allah telah berkata kepadanya dari langit. Demi Allah tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang agama yang mereka anut itu, melainkan hanya mereka bertiga saja." (HR Ahamd, Abu Ya'la dan Tabrani)
.........................................................................................................itu aja sekilasnya silakan beli bukunya


Mushthalah Hadits

PENDAHULUAN

1. Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-Qur’an.
2. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-Alshari untuk membukukan hadits.
3. Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha’if, dan perkataan para sahabat.
4. Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik Bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan At-Tsauri, di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.
5. Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad, seperti musnad Na’im ibnu hammad.
6. Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shahih Bukhari dan Muslim.

PEMBAHASAN

Ilmu Hadits:

ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.

Hadits:

Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).

Sanad:

Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.

Matan:

Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.

PEMBAGIAN HADITS

Dilihat dari konsekuensi hukumnya:

1. Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan
2. Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dha’if

Penjelasan:

HADITS SHAHIH:

Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini:

1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
3. Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).
4. Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits

Hukum Hadits shahih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN:

Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah).

Shaduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.

Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah.

Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.

HADITS HASAN SHAHIH

Penyebutan istilah Hadits hasan shahih sering disebutkan oleh imam Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan 2 pengertian:

* Imam Tirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shahih, maka jadilah dia Hadits hasan shahih.
* Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.

HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI

Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.

TINGKATAN HADITS SHAHIH

* Hadits muttafaqqun ‘alaihi
* Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari saja
* Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
* Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shahih mereka.
* Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari
* Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
* Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim

Syarat Bukhari dan Muslim: perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka.

HADITS DHA’IF

Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan.

Hukum Hadits dha’if: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dha’if kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut. Hadits dha’if berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dha’if itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.

Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.

Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha’if dalam fadailul a’mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.

Untuk tahap lanjut tentang ilmu hadits, silakan merujuk pada kitab “Mushthalahul Hadits”

Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para ulama ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan kapasitas dalam melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits serta menentukan derajatnya.
Setiap hadits itu harus ada alur sanadnya dari perawi terakhir hingga kepada Rasulullah SAW. Para perawi hadits itu menerima hadits secara berjenjang, dari perawi di atasnya yang pertama sampai kepada yang perawi yang ke sekian hingga kepada Rasulullah SAW.

Seorang ahli hadits akan melakukan penelusuran jalur periwayatan setiap hadits ini satu per satu, termasuk riwayat hidup para perawi itu pada semua level / tabaqathnya. Kalau ada cacat pada dirinya, baik dari sisi dhabit (hafalan) maupun `adalah-nya (sifat kepribadiannya), maka akan berpengaruh besar kepada nilai derajat hadits yang diriwayatkannya.

Sebuah hadits yang selamat dari semua cacat pada semua jalur perawinya hingga ke Rasulullah SAW, dimana semua perawi itu lolos verifikasi dan dinyatakan sebagai perawi yang tisqah, maka hadits itu dikatakan sehat, atau istilah populernya shahih. Sedikit derajat di bawahnya disebut hadits hasan atau baik. Namun bila ada diantara perawinya yang punya cacat atau kelemahan, maka hadits yang sampai kepada kita melalui jalurnya akan dikatakan lemah atau dha`if.

Para ulama mengatakan bila sebuah hadits lemah dari sisi periwayatannya namun masih tersambung kepada Rasulullah SAW, masih bisa dijadikan dalil untuk bidang fadhailul a`mal, atau keutamaan amal ibadah.

Sedangkan bila sebuah hadits terputus periwayatannya dan tidak sampai jalurnya kepada Rasulullah SAW, maka hadits ini dikatakan putus atau munqathi`. Dan bisa saja hadits yang semacam ini memang sama sekali bukan dari Rasulullah SAW, sehingga bisa dikatakan hadits palsu atau maudhu`. Jenis hadits yang seperti ini sama sekali tidak boleh dijadikan dasar hukum dalam Islam.

Untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shahih atau tidak, bisa dilihat dalam kitab susunan Imam Al-Bukhari yaitu shahih Bukhari atau Imam Muslim yaitu shahih muslim. Untuk hadits-hadits dha’if juga bisa dilihat pada kitab-kitab khusus yang disusun untuk membuat daftar hadits dha’if.

Di masa sekarang ini, para ulama yang berkonsentrasi di bidang hadits banyak yang menuliskannya, seperti karya-karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani. Di antaranya kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah yang berjumlah 11 jilid.

Oleh: Tim dakwatuna.com