بسم الله الرحمن الرحيم

Manhaj

MANHAJ HARAKI

MANHAJ HARAKI
Strategi Pergerakan dan Perjuangan Politik dalam Siroh Nabawiyah
(Syaikh Munir Muhammad al-Ghadban)

Manhaj Haraki 1

Pengantar Penerbit — vii
Kata Pengantar: K.H. Rahmat Abdullah — ix
Daftar Isi — xix
Pendahuluan — 1
Apa yang Dimaksud dengan Manhaj Haraki — 10

BAGIAN PERTAMA
PERIODE PERTAMA
BERDA'WAH SECARA SEMBUNYI-SEMBUNYI DAN MERAHASIAKAN STRUKTUR ORGANISASI

Karakteristik Periode Pertama
• Karakteristik Pertama: Da'wah Secara Rahasia
• Karakteristik Kedua: Pelaksanaan Da'wah atas Dasar Pilihan
• Karakteristik Ketiga: Berda'wah Melalui Intelektualitas Da'i dan Status Sosialnya
• Karakteristik Keempat: Da'wah Secara Umum
• Karakteristik Kelima: Peranan Wanita pada Periode Sirriyah
• Karakteristik Keenam: Shalat
• Karakteristik Ketujuh: Pengetahuan Orang Quraisy tentang Da'wah
• Karakteristik Kedelapan: Hidup Berdampingan antara Kaum Muslimin dan Orang Lain
• Karakteristik Kesembilan: Memfokuskan pada Pembinaan Aqidah
• Karakteristik Kesepuluh: Berda'wah secara Terang-terangan Setelah Terbentuk Kader-Kader Inti yang Kuat

PERIODE KEDUA
BERDA'WAH SECARA TERANG-TERANGAN
DAN MERAHASIAKAN STRUKTUR ORGANISASI
Beberapa Nash tentang Periode Ini
• Di Atas Bukit Shafa

Karakteristik Periode Kedua
• Karakteristik Pertama: Da'wah kepada Keluarga Dekat
• Karakteristik Kedua: Berpaling dari Kaum Musyrikin
• Karakteristik Ketiga: Rambu-Rambu Da'wah Baru
• Karakteristik Keempat: Da'wah Secara Umum
• Karakteristik Kelima: Sirriatu at-Tanzhim
• Karakteristik Keenam: Al-Qur'an Sumber Penerimaan
• Karakteristik Ketujuh: Pertemuan Rutin dan Kontinu
• Karakteristik Kedelapan: Shalat Secara Tersembunyi di Berbagai Lorong
• Karakteristik Kesembilan: Menekankan Aspek Spiritual
• Karakteristik Kesepuluh: Membela Diri dalam Keadaan Darurat
• Karakteristik Kesebelas: Sabar Menanggung Siksaan dan Penindasan di Jalan Allah
• Karakteristik Kedua Belas: Orang-Orang Lemah Boleh Menampakkan “Kemurtadan”
• Karakteristik Ketiga Belas: Usaha Menyelamatkan Orang-Orang Lemah dengan Segala Sarana yang Memungkinkan
• Karakteristik Keempat Belas: Jalan Kedua untuk Melindungi Melalui Jalan Hijrah
• Karakteristik Kelima Belas: Mencari Tempat yang Aman bagi Da'wah dan Basis Baru sebagai Titik Tolak Pergerakan
• Karakteristik Keenam Belas: Memanfaatkan Undang-Undang Masyarakat Musyrik (Undang-Undang Perlindungan dan Jaminan Keamanan)
• Karakteristik Ketujuh Belas: Usaha-Usaha Negatif yang Dilakukan Musuh dalam Menghadapi Da'wah
• Karakteristik Kedelapan Belas: Usaha-Usaha Negatif dalam Peperangan; Upaya Pembunuhan para Qiyadah (Pemimpin)
• Karakteristik Kesembilan Belas: Jahriyah Kedua: Islamnya Hamzah dan Umar serta Mengumumkan Tantangan kepada Masyarakat Jahiliyah
• Karakteristik Kedua Puluh: Mengumumkan Tantangan dan Peranan Orang-Orang yang Punya Pribadi Kepemimpinan
• Karakteristik Kedua Puluh Satu: Pengejaran Musuh terhadap Komunitas Islam dan Keberhasilan Kaum Muslimin dalam Menggagalkannya
• Karakteristik Kedua Puluh Dua: Kecerdasan Utusan
Islam dalam Berdialog dengan Raja
• Karakteristik Kedua Puluh Tiga: Tidak Ada Toleransi dalam Soal Aqidah
• Karakteristik Kedua Puluh Empat: Mengobarkan Peperangan di Barisan Sekutu Kaum Muslimin dan Gagalnya Makar ini karena Keteguhan dan Kerahasiaan
• Karakteristik Kedua Puluh Lima: Perundingan Langsung antar Rasulullah saw. dan Quraisy: Alternatif Perdamaian
• Karakteristik Kedua Puluh Enam: Netralnya Sebagian Tokoh dan Kabilah Akibat Perundingan
• Karakteristik Kedua Puluh Tujuh: Solidaritas Kesukuan untuk Melindungi Pimpinan (Abu Thalib, Bani Hasyim, dan Bani Muthalib
• Karakteristik Kedua Puluh Delapan: Blokade Ekonomi dan Pemboikotan Umum untuk Menghancurkan Da'wah dan Para Sekutunya
• Karakteristik Kedua Puluh Sembilan: Letupan-Letupan Jahiliah Menghancurkan Blokade dan Pemboikotan
• Karakteristik Ketiga Puluh: Peranan Wanita dalam Jihad, Da'wah, dan Sirriyah pada Periode ini
• Karakteristik Ketiga Puluh Satu: Perlawanan secara Damai
• Karakteristik Ketiga Puluh Dua: Memanfaatkan Unsur-Unsur Persamaan antara Islam dan Ideologi Lain
• Karakteristik Ketiga Puluh Tiga: Tidak Melepaskan Satu Bagian Ajaran Sekalipun Demi Perlindungan

PERIODE KETIGA
MENDIRIKAN NEGARA

Karakteristik Periode Ketiga

• Karakteristik Pertama: Mencari Pembelaan di Luar Mekah
• Karakteristik Kedua: Mencari Jaminan Keamanan dari Musuh di Mekah
• Karakteristik Ketiga: Mencari Pembelaan dan Perlindungan dari Kabilah-Kabilah untuk Menyampaikan Da'wah
• Karakteristik Keempat: Kegagalan Perundingan
• Karakteristik Kelima: Mengarahkan Pandangan kepada Markas Bertolaknya Gerakan
• Karakteristik Keenam: Bai'at Pertama dan Nilai-nilainya yang Baru
• Karakteristik Ketujuh: Izin untuk Melakukan Peperangan
• Karakteristik Kedelapan: Persiapan Pembahasan Tegaknya Negara
• Karakteristik Kesembilan: Manifesto Politik (Bai'at)
• Karakteristik Kesepuluh: Memperkokoh dan Mempertegas Bai'at
• Karakteristik Kesebelas: Pembentukan Pemerintahan Islam Melalui Pemilihan
• Karakteristik Kedua Belas: Pemimpin Menentukan Pertempuran
• Karakteristik Ketiga Belas: Pimpinan Menentukan Kelahiran Negara Islam
• Karakteristik Keempat Belas: Dimulainya Perang Informasi Antara Kedua Negara
• Karakteristik Kelima Belas: Memilih Tempat Hijrah dan Membentuk Komunitas di dalamnya secara Sirriyah
• Karakteristik Keenam Belas: Konspirasi Musuh untuk Membunuh Qiyadah
• Karakteristik Ketujuh Belas: Kecerdasan Perencanaan Manusia dalam Hijrah
• Karakteristik Kedelapan Belas: Basis Baru Bergabung kepada Islam
• Karakteristik Kesembilan Belas: Pengumuman Pertama untuk Syi'ar-Syi'ar Ibadah
• Karakteristik Kedua Puluh: Keberhasilan Khittah dan Sampainya Pimpinan Tertinggi ke Puncak Pimpinan

BAGIAN KEDUA
PERIODE KEEMPAT
NEGARA DAN PENGUATAN PILAR-PILARNYA
Karakteristik Periode Keempat
• Karakteristik Pertama: Gencatan Senjata Bersama Musuh-Musuh Selain Kaum Quraisy dan Sekutu-Sekutunya
• Karakteristik Kedua: Membangun Basis yang Kokoh
• Karakteristik Ketiga: Deklarasi Negara Islam
• Karakteristik Keempat: Opsi Perang
• Karakteristik Kelima: Komunitas Kaum Paganis di Madinah
• Karakteristik Keenam: Menceraiberaikan Komplotan Itu dengan Sentimen Nasionalisme dan Kekeluargaan Karakteristik Ketujuh: Upaya Pemecahbelahan Barisan Islam
• Karakteristik Kedelapan: Musuh Meremehkan Norma-Norma Demi Kepentingan Sendiri
• Karakteristik Kesembilan: Bahaya Mengancam Qiyadah
• Karakteristik Kesepuluh: Kondisi Perang dan Bersatunya Semua Kekuatan Melawan Islam
• Karakteristik Kesebelas: Mengumumkan Perang kepada Musuh
• Karakteristik Kedua Belas: Pengukuhan Jati Diri Islam Menjelang Konfrontasi
• Karakteristik Ketiga Belas: Konfrontasi Fisik dalam Perang Badar dan Furqan yang Ada padanya
• Karakteristik Keempat Belas: Kubu Orang-Orang Munafik, Kemunculannya, Bahayanya, dan Penyusutannya
• Karakteristik Kelima Belas: Keberadaan Yahudi di Madinah dan Pembersihannya
• Karakteristik Keenam Belas: Malam Tribulasi Panjang dan Bahayanya
• Karakteristik Ketujuh Belas: Berita Gembira di Tengah Tribulasi
• Karakteristik Kedelapan Belas: Aksi Sabotase dan Pengaruhnya dalam Menebarkan Rasa Takut dalam Barisan Lawan
• Karakteristik Kesembilan Belas: Peran Media Massa dalam Perang
• Karakteristik Kedua Puluh: Meningkatnya Jumlah Personil dan Sarana Perang
• Karakteristik Kedua Puluh Satu: Pengerahan Upaya Manusia
• Karakteristik Kedua Puluh Dua: Peran Serta Wanita dalam Perang
• Karakteristik Kedua Puluh Tiga: Strategi Jenius Seorang Pimpinan
• Karakteristik Kedua Puluh Empat: Pertolongan Allah di Tengah Tribulasi
• Karakteristik Kedua Puluh Lima: Tarbiyah Ilahiyah pasca-Perang

Indeks
Manhaj Haraki dalam sirah Nabawi (01)
Manhaj Haraki (metode gerakan) mempunyai makna langkah berencana yang diterapkan Rosulullah saw semenjak beliau diutus sebagai rasul hingga wafatnya.
Kita perlu mengikuti tahap-tahap perjalanan hidupnya, langkah demi langkah, dengan tujuan memperjelas titik acuan kita dalam melaksanakan gerakan Islam. Untuk itu kita tiru langkah Rosulullah saw berlandaskan firman Allah:
"Sesungguhnya telah ada pada diri Rosulullah suri teladan yang baik bagimu, yaitu bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari Kiamat dan dia benyak menyebut Allah. (Al-Ahzab:21).
Tentu saja tindakan mengikuti langkah dan tahap-tahap ini merupakan perintah yang bersifat ibadah sebelum menunaikan perintah rincian lainnya. Kita akan mencapai tujuan kita mengikuti petunjuk-petunjuknya, yang kemudian sampailah kita kepada keridhaan Allah.
Ditinjau dari sisi lain, langkah politis gerakan Islambertujuan untuk menegakkan hukum Allah di muka bumi. Kami mempunyai keyakinan, bahwa system gerakan ini merupakan arahan robbani. Karena Allah memantapkan Nabi-Nya dalam semua langkahnya. Ia bukan lahir karena reaksi dari suasana keruh yang sedang dihadapinya.
Setelah ulasana yang sederhana ini kita akan meniti langkah seterusnya dari metode ini. Demikian juga sasaran setiap tahap tanpa memasuki pembahasan mendetail, tapi hanya sekedar yang diperlukanuntuk membuktikan tahap-tahap sasaran tersebut.
Tahapan yang kita akan bahasdalam metoda ini terdiri dari lima tahap sebagai berikut:
Pertama: Dakwah dan Struktur Tertutup (Sirriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
Kedua: Dakwah Terbuka dan Struktur Tertutup (Jahriyatu ad-Da'wah wa Sirriyatu at-Tandzim).
Ketiga: Mendirikan Negara (Iqamatu ad-Daulah)
Keempat: Pemantapan Sendi-sendi Negara (Ad-Daulatu wa Tatsbitu Da'aimiha).
Kelima: Menyebarkan Dakwah ke Seluruh Dunia (Intisyaru ad-Da'wah fil Ardhi).
Bila kami adakan pembagian pada permulaan dan akhir dalam masing-masing tahapan, maka bisa diperoleh gambaran sebagai berikut:
1. Dakwah tertutup, tahap ini dimulai semenjak Muhammad diutus sebagai rasul hingga turun wahyu wahyu dalam surat Asy-Syu'ara ayat 214: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat."
2. Dakwah terbuka dan struktur tertutup, tahap ini berakhir pada tahun kesepuluh kerasulan.
3. Mendirikan negara, tahap ini berakhir pada 10 Hijriah.
4. Pemantapan negara, tahap ini berakhir setelah ditandatangani perjanjian Hudaibiyah.
5. Menyebarkan dakwah ke seluruh dunia, tahap ini telah mapan setelah wafatnya Rasulullah saw. Yang jelas, berakhirnya masing-masing tahap merupakan permulaan tahap berikutnya.
Tahap PertamaManhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (02)
DAKWAH DAN STRUKTUR TERTUTUP
Tahap ini dimulai dari Gua Hira' yang bertepatan dengan titik awal kerasulan, kemudian diakhiri setelah berjalan selama 13 tahun kerasulan. Yaitu ketia turun wahyu: "Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara:214)
dan ayat: "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan (kepadamu) dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Al-Hijr:94).
Tahapan ini ada simah (ciri-ciri) dan muatan peristiwa sbb:
pertama: DAKWAH SECARA TERTUTUP.
Dalam buku Imta'ul Asma', Al-Muqrizi mengatakan:"Jibril as datang kepada Rasulullah di Gua Hira' sembari membacakan ayat kepadanya, 'Bacalah dengan menyebut nama Tuhanmu yang menciptakan (Al-'Alaq:1). Setelah itu Rasulullah pulang menuju kepada sang istri, Khadijah. Saat ini beliau berdiam diri tanpa melihat sesuatu pun, dan wahyu pun belum turun lagi. Untuk itu beliau mengalami kemurungan, lantas dia pergi lagi mondar-mandir menuju puncak gunung lantaranrindu kepada apa yang dilihatnya pertama kali yang berupa wahyu Allah.
Ada ulama yang menyatakan bahwa terhentinya wahyu tersebut kira-kira selama dua tahun; ada yang mengatakan dua setengah tahun, dan dalam Tafsir Ibnu Abbas dinyatakan, selama 40 hari. Dalam kitab Ma'ani Al-Qur'an karya Az-Zujjaj dinyatakan, selama 15 hari; dan dalam Tafsir Muqatil dinyatakan, selama 3 hari. Sebagian mereka mentarjihkan bahwa ini mirip dengan keadaan di kala Muhammad di sisi Tuhannya. Lantas beliau diperlihatkan sosok malaikat yang sedang duduk di atas kursinya, yang memenuhi ruangan antara langit dan bumi. Malaikat tersebut memberikan perasaan tegar kepada Muhammad dan memberitahukan kepadanya bahwa dia adalah Rasulullah. Setelah beliau melihat malaikat berada diatasnya, kontan beliau menuju sang istri, Khadijah ra, lantas berkata kepadanya, "Selimatilah aku, selimutilah aku." Maka Allah pun menurunkan wahyu-Nya lagi:
"Hai orang yang berselimut, bangunlah, lalu berilah peringatan! Dan Tuhanmu agungkanlah, dan pakaianmu bersihkanlah. (Al-Muddatstsir: 1 - 4).
Itulah kondisi permulaan di Gua Hira', yang merupakan kondisi kenabian dan penerimaan wahyu. Dalam ayat tersebut Allah memerintahkan kepadanya agar memberikan peringatan kepada kaumnya dan menyeru mereka supaya menuju kepada keridhaan-Nya. Dan menurut pendapat Urwah bin Zubair, Muhammad bin Syihab dan Muhammad bin Ishak, bahwa sejak turunnya amanat kenabian hingga turunnya ayat-ayat berikut ini adalah selama tiga tahun. Ayat-ayat yang dimaksud adalah: "Maka sampaikanlah olehmu secara terang-terangan segala apa yang diperintahkan kepadamu dan berpalinglah dari orang-orang yang musyrik. (Al-Hijr: 94); Dan berilah peringatan kepada kerabat-kerabatmu yang terdekat. (Asy-Syu'ara: 214); dan katakanlah sesungguhnya aku adalah pemberi peringatan yang menjelaskan. (Al-Hijr: 89).
Maqrizi telah menguatkan pendapat-pendapat yang mengatakan bahwa masa rentang waktu terputusnya wahyu tersebut sebentar saja, yaitu berkisar 40, 15 dan 3 hari saja. Sedang pendapat-pendapat awal yang mengatakan bahwa masa rentang terputusnya wahyu berkisar dua dan dua setengah tahun, tidak mempunyai sanad. Dan dalam pendapat kedua di seputar terputusnya wahyu ini tentu saja akan kita permasalahkan keabsahannya. Sebab kami tidak pernah menemukan dasar rujukannya maupun riwayatnya. Apabila tahapan secara tertutup itu berlangsung selama dua setengah tahun, maka tahap dakwah tersebut berlangsung tidak lebih dari satu atau dua setengah tahun saja. Alangkah janggalnya kesimpulan ini. Kami bisa mengemukakan kesimpulan seperti ini, sebab sasaran pertama dalam tahapan ini adalah berlangsung selama tiga tahun, sekalipun dalam rentang waktu ini kami tidak dapat menilainya sebagai patokan.

Kami juga tidak bisa memahami mengapa gerakan Islam dewasa ini harus melalui tahap dakwah tertutup selama tiga tahun. Maka dalam hal ini tidak ada nash yang menuntut kita supaya mengikutinya. Kami hanya bisa memahami bahwa penghabisan tahap ini telah terealisir, sebab kaum Muslimin sudah mempunyai landasan kuat yang sulit dilenyapkan. Tahap ini dianalogikan dengan masyarakat Makkah saat itu. Untuk itu, landasan ini dapat dijadikan sebagai patokan. Namun titik beratnya bukan terletak pada perhitungan waktu, melainkan pada hasil yang telah dicapai dari dakwah atau kemampuannya dalam mengarahkan masyarakat yang di topang oleh para individu, tokoh maupun pendirinya.
Berangkat dari ayat 94 surat Al-Hijr tersebut, kami memperoleh pemahaman yang kuat tentang hal itu. Dalam ayat ini kami menangkap makna secara langsung ayat selanjutnya: "Sesungguhnya Kami memelihara kamu dari kejahatan orang-orang yang memperolok-olok kamu."
Perintah untuk melaksanakan dakwah secara terang-terangan itu turun setelah ada jaminan dari Allah kepada Rasul-Nya yang akan selalu menjaganya dari kaum yang memfitnah. Dengan demikian Rasulullah mendapatkan jaminan keamanan yang didukung oleh wahyu. Oleh sebab itu, kepemimpinan gerakan Islam akan ditentukan oleh kebijakan dalam tahap ini guna menuju tahapan berikutnya. Pemahaman pada tahap ini mengindikasikan bahwa kaum Muslimin yang tinggal di Makkah berada dalam keguncangan, sesuai dengan kedudukan mereka dalam kabilahnya dan kemampuannya dalam melaksanakan dakwah suci ini.
Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (03)
Kedua: TEGAKNYA DAKWAH DIATAS KESUCIAN
Dakwah terang-terangan bukan berarti dakwah yang dilakukan di berbagai gedung, majelis pertemuan atau tempat pesta umum lainnya. Akan tetapi yang dimaksud terang-terangan di sini adalah penegakkan dakwah atas dasar kebersihan pribadi dan seleksi para da'i menurut kriteria kelayakannya.
Telah kita ketahui bahwa saripati pertama dari dakwah yang dilakukan Rasulullah adalah masuk Islamnya Khadijah ra. Ia adalah wanita pertama kali yang beriman kepada Nabi saw sekaligus sebagai istrinya. Lantas masuk Islamnya Abubakar ra, yang dikenal sebagai sahabat Nabi yang dekat. Setelah itu kalangan anak-anak yang masuk Islam adalah Ali bin Abi Thalib, lalu Zaid bin Haritsah sebagai budak beliau.Lantaran kesucian pribadi inilah, maka disaat Abubakar melakukan dakwah, ia lebih suka memilih taktik sendiri.
Ibnu Ishaq menyatakan, "Abubakar bin Abu Qahafah pun masuk Islam. Ia adalah seorang yang responsif, penyayang, dan toleran terhadap kaumnya. Dia adalah seorang Quraisy yang mempunyai yang mempunyai tingkat kebangsawanan paling tinggi bagi bangsa Quraisy dan paling mengetahui nasab Quraisynya serta kelebihan dan kekurangannya. Ia seorang pedagang yang mempunyai budi pekerti mulia. Para tokoh kaumnya menyayanginya;mereka sering datang menemui Abubakar guna meminta berbagai pertimbangan, lantaran dia memiliki banyak ilmu perdagangan lagi pandai bergaul. Maka Abubakar pun menyeru kaumnya untuk mengenal Allah atau masuk Islam, terutama mereka yang menjadi kepercayaannya, yaitu yang sering bergaul dengannya.
Berkat dakwah Abubakar ini, maka Islamlah Ustman bin Affan, Zubair bin Awwam, Abdurrahman bin Auf, Sa'ad bin Abi Waqqash dan Thalhah bin Ubaidllah. Kedelapan orang di atas merupakan golongan yang masuk Islam permulaan. Mereka pun shalat dan membenarkan Islam. Banyak faktor yang menyebabkan dakwah Abubakar diterima, terutama dari rasa percaya kaumnya terhadapnya.
Ketiga: FAKTOR INTELIGENSIA DAN STATUS SOSIAL
Hal ini merupakan karakter individual lebih lanjut yang dimiliki Abubakar ra, mengingat di sebagai da'i yang mempunyai pengaruh paling kuat saat itu. Karakter individualnya dapat kita kenali melalui faktor-faktor sbb:
1. Budi pekertinya: dia adalah seorang yang responsif, penyayang dan toleranterhadap kaumnya.
2. Inteligensinya: dia adalah orang Quraisy yang tingkat kebangsawanannya cukup tinggi dan paling mengetahui nasab Quraisynya serta kelebihan dan kekurangan suku ini.
3. Status sosial dan profesinya: dia adalah seorang pedagang. Banyak tokoh-tokoh kaumnya yang datang kepadanya guna meminta pertimbangan dalam banyak hal.
Perlu diketahui bahwa Abubakar pada asalnya berasal dari keturunan Quraisy yang paling lemah. Status ini tercermin dalam perkataan Abu Sufyan ketika Abubakar menerima khilafah. Kata Abu Sufyan, "Mengapa khilafah ini jatuh ke tangan orang yang berasal dari keturunan Quraisy terlemah."
Akan tetapi asal keturunan seperti ini tidak menghalangi Abubakar untuk menempati posisi tinggi di tengah-tengah kaumnya. Mudah-mudahan karakter individual semacam ini bisa dimiliki para da'i masa kini.
Budi pekerti yang penyayang dan toleran merupakan modal utama untuk mempengaruhi orang lain. Faktor inilah yang mampu menyentuh lubuk hati manusia, kendati hati ini pada mulanya keras. Unsur inilah yang menjadi penyebab mudah diterimanya dakwah.
Demikian juga, faktor inteligensia tidak kalah pentingnya dengan budi pekerti. Tapi tidak semua jenis inteligensia diperlukan dalam operasionalisasi dakwah ini. Jenis inteligensia yang diperlukan dalam masalah ini adalah sikap peka terhadap masyarakat maupun sifat organisatoris dan loyalitas. Begitu pula sifat inteligensia yang mampu mengenali psikis manusia, yaitu sikap kontradiktif, kebutuhan, maupun emosionalnya. Ilmu untuk bisa mengenali psikis manusia ini merupakan kunci bagi operasional kaum da'i sekaligus sebagai pintu masuk menuju hati obyek dakwah. " Maka apakah mereka tidak memperhatikan Al-Qur'an ataukah hati mereka terkunci? (Muhammad:24).
Dengan demikian masuknya kebenaran ke dalam hati manusia itu sering terhalang oleh sumbat. Tugas para da'i adalah membuka sumbat tersebut dengan kunci. Kaum da'i harus mengetahui dari mana sumbat itu dapat masuk ke dalam hati, yang menyebabkan individu yang bersangkutan selalu menuruti kata hati yang tersumbat itu.
Lantaran faktor status sosial yang dimiliki kaum da'i, maka ucapannya sering didengarkan orang banyak. Karena itu sang da'i pun lebih terangkat derajatnya lantaran bersih dari pamrih, baik yang berupa kepentingan pribadi, kompensasi yang bernilai rendah atau kehormatan di tengah masyarakat. Dialah yang memberikan kehormatan di tangah masyarakat, di mana kebanyakan warganya menganggap bahwa nilai tertinggi kehormatan adalah harta dan syahwat.
Dalam kaitan ini, Rasulullah telah memberikan pengarahan kita dengan sabdanya: "Berzuhudlah kamu di dunia, niscaya Allah akan mencintaimu. Berzuhudlah terhadap apa yang terpampang di mata manusia, niscaya manusia pun akan mencintaimu." (HR Ibnu Majah dengan sanad hasan).
Status sosial secara prinsip mampu menelorkan kepercayaan terhadap orang lain, maka sekaligus memberikan pengaruh kepadanya. Hubungan sebab akibat ini akan menampakkan sifat dasarnya. Oleh karenanya kaum da'i tersebut tidak perlu mencari penyebab lain untuk bisa menyentuh kepekaan mereka. Guru atau pedagang misalnya, lebih mampu untuk melakukan gerakan ini faripada seorang pegawai yang hanya menmpati lokasi terbatas dalam struktur tertentu.
Keempat: DAKWAH SECARA KOMPREHENSIP
Secara sekilas, dalam sasaran ini tampak kontradiksi dengan sasaran terdahulu. Padahal yang dimaksudkan dakwah kepada kalangan khusus bukan berarti hanya tertuju kepada kelompok atau lapisan masyarakat tertentu, tetapi harus menyentuh lapisan masyarakat.
Sampainya dakwah ini kepada lapisan masyarakat harus melalui kesucian pribadi para individualnya. Kita ketahui bahwa sasaran dari tahap dakwah secara tertutup ketika itu meliputi berbagai lapisan masyarakat, yaitu orang merdeka, budak, laki-laki, perempuan, pemuda,pemudi, dan orang tua. Bahkan sasaran dakwah ini telah menyentuh berbagai keturunan yang menjadi kesatuan bangsa Quraisy atau bangsa lain, sehingga hampir seorang atau dua orang anggota keluarga dalam setiap keluarga di Makkah mempunyai andil dalam membangun masyarakat Muslim ini.
Kami akan mencoba memaparkan klasifikasi sahabat yang termasuk dalam lingkup kabilah-kabilah besar yang terkenal yaitu:
BANI HASYIM:
1. Ali bin Abu Thalib.
2. Ja'far bin Abu Thalib.
3. Ummu Al-Fahl binti Al-Harist.
4. Ubaidah bin Al-Harist.
5. Asma'binti Umais (istri Ja'far).
6. Khadijah binti Khuwailid.
BANI UMAYYAH:
7. Ustman bin Affan.
8. Khalid bin Sa'id.
9. Aminah binti Khalid (istri Khalid)
10. Hatib bin Amr.
11. Abdullah bin Jahsy.
12. Abu Ahmad bin Jahsy.
13. Fatimah (istri Abu Ahmad)
BANI MAKHZUM:
14. Abu Salamah bin Abdul Asad.
15. Iyasy bin Abu Rabi'ah.
16. Amar bin Yasir (tokoh)
17. Asma' (istri 'Iyasy)
18. Yasir bin Amir (tokoh)
19. Sumayyah binti Khayyath.
20. Arqam bin Abu Al-Arqam.
BANI TA'IM:
21. Abubakar Ash-Shiddiq.
22. Thalhah bin Ubaidillah.
23. Amir bin Fuhairah (budak)
24. Bilal bin Rabah (budak)
BANI ADI:
25. Sa'id bin Zaid.
26. Fathimah binti Al-Khaththab.
27. Amir bin Rabi'ah (tokoh)
28. Na'im bin Abdullah.
29. Waqid bin Abdullah (tokoh)
30. Khalid bin Al-Bakir (tokoh)
31. Amir bin Al-Bakir (tokoh)
32. Iyas bin Al-Bakir (tokoh)
BANI ZUHRAH:
33. Sa'ad bin Abi Waqqash.
34. Abdurrahman bin Auf.
35. Umair bin Abu Waqqash.
36. Abdullah bin Mas'ud (tokoh)
37. Al-Muthalib bin Azhar.
38. Khabab bin Al-Arats (tokoh)
BANI SAHM:
39. Khunais bin Khudzafah.
40. Hafshah binti Umar (istrinya)
BANI JAHM:
41. Hathib bin Al-Harist.
42. Fathimah (istri Hathib)
43. Khaththab bin Al-Harist.
44. Fukaihah (istri Khaththab)
45. As-Saib bin Ustman.
BANI ASAD:
46. az-Zubair bin Al-Awwam.
BANI AMIR:
47. Abu Ubaidah bin Al-Jarrah.
48. Salith bin Amr.
DARI BERBAGAI KABILAH LAIN:
49. Shuhaib bin Sinan (bangsa Romawi)
50. Mas'ud bin Rabi'ah.
51. Ma'mar bin Habib.
52. Zaid bin Haritsah.
53. Amr bin Abasah (suku Sulam)
54. Utsman bin Mazh'un.
55. Qudamah bin Mazh'un.
56. Abdullah bin Mazh'un.
57. Ramlah (istri Abdullah)
Demikianlah orang-orang Muslim pendahulu yang berasal dari berbagai lapisan masyarakat Makkah.
Manhaj Haraki dalam Sirah Nabawi (04)
Kelima: PERANAN WANITA DALAM DAKWAH TERTUTUP
Seperempat pengikut Islam di Makkah adalah kaum wanita. Sebagian besar pasangan suami-istri yang masih muda, masuk Islam. Kaum wanita ini hidup pada periode dakwah tertutup, tanpa diketahui pihak lain. Mereka melindungi diri atau bertindak dengan sembunyi-sembunyi secara ketat, sehingga tak diketahui keislaman mereka.
Seyogyanya kita memberikan hak kepada kaum wanita tersebut selaras dengan kepentingannya dalam perjalanan dakwah ini. Sehingga mereka bisa menghidupkan orientasinya, entah kedudukan mereka di sisi laki-laki sebagai saudara, istri maupun ibu. Bahkan ada riwayat yang menyatakan bahwa Asma' ra sebagai salah seorang anggota pasukan wanita dalam periode dakwah ini, yakni di saat usianya menjelang dewasa.
Keenam: SHALAT
Menurut rujukan yang bisa dipertanggungjawabkan, setiap tahap dakwah, kaum Muslimin selalu diiringi dengan pelaksanaan shalat. Ibnu Ishak menyatakan: "Sebagian ahli ilmu telah menceritakan kepadaku, bahwa ketika perintah shalat diwajibkan kepada Rasulullah saw, datanglah Jibril kepada beliau. Saat itu Rasulullah sedang berada di dataran tinggi Makkah. Lantas Jibril pun menghentakkan tumitnya di salah satu sudut lembah. Maka memancarlah mata air dari tempat tersebut. Jibril pun berwudhu dengan air itu, sementara Rasulullah menperhatikannya. Dan memang dalam hal ini Jibril mempunyai tujuan mengajari Rasul mengenai tata cara bersuci.
Setelah itu Rasulullah pun berwudhu seperti apa yang telah dilihatnya dari Jibril. Lalu Jibril berdiri, dan kemudian shalat. Dan Rasulullah pun juga mengerjakan shalat menyusul shalat Jibril. Setelah Jibril meninggalkan tempat, Rasulullah menemui sang istri Khadijah, dengan tujuan mengajarkan kepadanya tata cara bersuci untuk shalat sebagaimana yang telah diajarkan Jibril. Maka Khadijah pun berwudhu sebagaimana wudhu Rasulullah. Setelah itu Rasulullah shalat. Kemudian Khadijah juga mengerjakan shalat.
Sebagian ulama menyatakan bahwa ketika datang waktu shalat, Rasulullah saw keluar ke sebuah lembah di Makkah bersama Ali bin Abu Thalib. Rasulullah bersembunyi dari sepengetahuan pamannya, Abu Thalib dan seluruh pamannya serta kaumnya. Keduanya pun mengerjakan shalat. Tatkala sudah sore mereka pulang. Hal ini mereka kerjakan sampai beberapa lama.
Ketujuh: MEMBERIKAN ISYARAT FENOMENA DAKWAH
Kaum Quraisy pada mulanya tidak bergeming sedikit pun pada fenomena dakwah ini, mereka tidak menggubrisnya sama sekali. Fenomena yang cenderung kearah dakwah ini akhirnya tersebar di tengah-tengah masyarakat Makkah. Di antara orang-orang beriman yang berupaya memperkenalkan dakwah Rasulullah tersebut adalah Zaid bin Amr bin Naufal, Waraqah bin Naufal dan Ummayyah bin Abu Ash-Shlt. Masyarakat Makkah pun tidak memberikan reaksi atas sikap mereka, selagi mereka tidak bersikap anti secara terus terang terhadap kepercayaan animisme berhala di masyarakat ini.
Seperti kita telah ketahui bahwa sebelum amanat kenabian turun, Rasulullah saw berdiam di Gua Hira' beberapa malam. Sementara kaum Quraisy tidak bisa menangkap apa sinyaleman di balik itu. Mereka mengira bahwa Islam identik denganorang-orang yang hanif, yaitu mereka yang menjauhi penyembahan berhala. Bahkan bisa dikatakan, sesungguhnya kecurigaan kaum Quraisy terhadap kaum yang hanif lebih besar daripada terhadap kaum Muslimin pada periode dakwah tertutup. Sebab kaum yang hanif tersebut menyatakan terus terang keraguan mereka terhadapkeabsahan berhala Quraisy Arab. Sementara kaum Muslimin belum berani berterus terang dalam sikap pandangan mereka terhadap kepercayaan berhala-berhala tersebut.
Sebagian riwayat mengatakan, bahwa pernah salah seorang pedagang yang sedang berkunjung ke rumah Abbas melihat tiga orang yang terdiri dari laki-laki, wanita dan anak melangkah maju, lalu mengerjakan shalat, yang sama sekali menyelisihi tradisi peribadatan kaum Quraisy. Maka pedagang tersebut menanyakan kasus ini kepada Abbas. Lantas Abbas pun menjawab pertanyaan tersebut,
"Ini keponakanku (sambil menunjuk Ali); ini juga keponakanku (sambil menunjuk Rasulullah); dan ini istrinya. Ia (Muhammad) mendakwakan dirinya bahwa Allah telah berkata kepadanya dari langit. Demi Allah tidak ada seorang pun yang mengetahui tentang agama yang mereka anut itu, melainkan hanya mereka bertiga saja." (HR Ahamd, Abu Ya'la dan Tabrani)
Riwayat tersebut juga menyebutkan keluarnya Ali ra bersama Rasulullah saw ke suatu bukit guna menunaikan shalat. Saat itu Abu Thalib mencari mereka berdua, lantas dia melihat

No comments:

Post a Comment