هُوَ الَّذى أَرسَلَ رَسولَهُ بِالهُدىٰ وَدينِ الحَقِّ لِيُظهِرَهُ عَلَى الدّينِ كُلِّهِ ۚ وَكَفىٰ بِاللَّهِ شَهيدًا
Dia-lah yang mengutus Rasul-Nya dgn membawa Petunjuk dan Dien yg Benar agar dimenangkan-Nya atas semua dien. Dan cukuplah Allah sebagai saksi(48).28
“(Kelak) Islam akan mengalami kelunturan seperti lunturnya batik baju, sehingga tidak diketahui lagi apa itu shalat, puasa, ibadah dan sedekah. Dan Al-Qur’an sungguh akan dibawa pergi, sehingga tak ada satupun yang tersisa di muka bumi ini. Golongan manusia yang tersisa adalah Kakek dan Nenek. Mereka berkata: “Kami mendapatkan kalimat seperti ini dari nenek moyang kami: LaaIlaahaIllallah, oleh karena itu kami mengucapkannya.”
Hadits ini ditakhrij oleh Ibnu Majah (4049) dan Al-Hakim (4/473) melalui jalur Abu Mu’awiyah dari Abu Malik Al-Asyja’i dan Rabi’i bin Harsani dari Hudzaifah bin Yaman secara marfu’, Ibnu Majah menambahkan:
“Sillah bin Zufar berkata kepada Hudzaifah: “Apa yang membuat mereka cukup dengan ‘LaaIlaahaIllallahu’ tanpa mengetahui arti shalat, puasa, ibadah dan sedekah? Hudzaifah berpaling darinya. Oleh karena itu Sillah mengulangi pertanyaan itu sampai tiga kali. Namun tetap tidak digubris oleh Hudzaifah. Dan pada pertanyaan ketiga, baru Hudzaifah memperhatikan seraya berkata: “Wahai Sillah, kalimat itu dapat menyelamatkan mereka dari siksa api neraka.” Hudzaifah dengan kalimat seperti itu sebanyak tiga kali.”
Al-Hakim menilai hadits ini: “Shahih sesuai dengan criteria Imam Muslim.” Sedang Adz-Dzahabi juga sependapat dengan penilaian itu.
Saya berpendapat: Apa yang dikemukakan oleh keduanya (Al-Hakim dan Adz-Dzahabi) adalah benar. Sedangkan Al-Bushairi di dalam Az-Zawa’id (nomor 247/1) berkata: “Sanadnya shahih dan perawi-perawinya tsiqah.”
Kata yadrusu berasal dari kata darasaar-rasmudurusun, yang berarti hilang dan hancur.
Sedangkan wasyustsaub artinya batik baju.
Kandungan Hadits
Hadits ini memuat kisah yang amat mendebarkan, yaitu terhapusnya pengaruh Islam pada suatu saat. Juga berisi tentang dihapuskannya Al-Qur’an sehingga tak satu pun ayatnya yang tersisa. Hal itu terjadi tentunya setelah Islam mampu menguasai roda kehidupan dunia, dan hanya agama itulah yang tertinggi, seperti dijelaskan oleh firman Allah:
“Dialah yang telah mengutus Rasul-Nya (dengan membawa) petunjuk (Al Qur'an) dan agama yang benar untuk dimenangkan-Nya atas segala agama, walaupun orang-orang musyrik tidak menyukai.” (QS At-Taubah : 33)
Rasulullah r juga banyak menjelaskan hal itu di dalam hadits-haditsnya, diantaranya apa yang telah saya sebutkan di dalam pembahasan pertama.
Sungguh Al-Qur’an di akhir zaman akan dihapus untuk memberi peringatan bahwa kiamat telah dekat, karena kerusakan moral telah merajalela. Manusia tidak lagi mengetahui Islam sedikitpun, bahkan tauhidnya juga tidak mereka ketahui!
Hal itu juga memberi isyarat keagungan Al-Qur’an yang keberadaannya di antara kaum muslimin menjadi factor tegak dan langgengnya agama mereka. Hal itu akan senantiasa terpelihara dengan catatan senantiasa dipelajari, direnungkan dan dipahami secara mendalam. Karena itulah Allah I menjanjikan kelangsungan Al-Qur’an sampai suatu saat dimana Allah I menetapkan adanya penghapusan itu.
Sungguh sesat apa yang dikemukakan sebagian orang yang bertaklid, yang mengatakan bahwa agama Islam akan tetap terpelihara dengan adanya keempat madzhab. Mereka berpendapat bahwa tidak ada bahaya sama sekali menyia-nyiakan Al-Qur’an seandainya penghapusan itu akan benar-benar terjadi. Inilah yang dengan jelas dikemukakan oleh sebagian Mufit dari luar Arab saat berdialog dengan saya seputar masalah ijtihad dan taqlid. Ia berpendapat – suatu hal yang banyak diperselisihkan oleh para ulama – bahwa pintu ijtihad telah tertutup sejak abad ke empat Hijriyah! Kemudian saya bertanya kepadanya, “Apa yang kita lakukan untuk mengetahui hukup dari berbagai peristiwa (permasalahan) baru dalam hidup ini? Ia menjawab, “Semua kejadian itu bagaimanapun banyak dan beragamnya telah dijawab (akan Anda temukan jawabannya) di dalam karya-karya ulama kita terdahulu, baik secara jelas atau dengan persamaannya (analogi).” Saya kemudian menimpali, “Dengan demikian anda telah mengakui terbukanya pintu ijtihad bukan?” Ia balik bertanya, “Mana buktinya?” Saya jawab, “Sebab Anda mengakui bahwa kadang-kadang dengan masalah yang sepadan (semisal), bukan masalah yang persis. JIka demikian maka merupakan suatu keharusan untuk mencari pemecahan hukum terhadap permasalahan yang ada di zaman sekarang ini. Sehingga mau tidak mau harus dipakai penalaran dan qyas yaitu sumber keempat dari hukum syara’. Dan inilah hakekat ijtihad bagi orang yang mampu melakukannya.”
Dengan demikian bagaimana kalian bisa mengatakan bahwa pintu ijtihad telah tertutup? Hal ini mengingatkan saya pada suatu dialog antara saya dengan seorang Mufti dari Suriah. Saya bertanya. “Salahkah shalat di atas pesawat terbang?” Ia menjawab, “Sah.” Saya bertanya, “Anda menjawab seperti itu dengan taqlid atau ijtihad?” Ia balik bertanya, “Apa yang Anda maksudkan?” Saya katakana, “Tidak asing lagi bahwa menurut Anda dasar dalam memberikan fatwa tidak boleh dengan ijtihad, melainkan harus bertumpu pada pernyataan seorang Imam di dalam kitabnya. Adakah di dalam kitab itu yang menjelaskan sahnya shalat di dalam pesawat terbang?: Ia menjawab, “Tidak.” Kembali saya bertanya, “Mengapa sekarang Anda menyalahi aturan fatwa yang Anda gariskan? Yakni dengan memberikan fatwa tanpa teks dari imam terdahulu?” Ia mengatakan, “Jawabannya adalah dengan menganalogikan.” Saya tanyakan, “Apa maqisalaihi-nya (sandaran analogi)?” Ia menjawab, “Shalat di atas kapal.” Saya katakana, “Bagus itu, tetapi Anda menyalahi aturan pokok atau hukum pokok atau hukum cabangnya. Hukum pokoknya telah Anda sebutkan. Sedang hukum far’nya adalah apa yang disebutkan Imam Rafi’ di dalam kitab syarahnya: “Orang yang shalat di atas bandulan yang tidak digantungkannya dengan tanah, maka shalatnya batal.” Ia menjawab, “Saya tidak mengetahui hal itu.” Saya katakana, “Periksalah apa yang dikemukakan Imam Rafi’ itu. Anda akan tahu secara detail. JIka Anda mengikutinya, tentu Anda akan berpendapat bahwa shalat di atas pesawat tidak sah. Karena seperti itulah yang sesuai dengan apa yang dinyatakan oleh Imam Rafi’ dengan jelas, yang waktu itu dia hanya menghayalkan masalah semata. Sedangkan kami berpendapat bahwa shalat di dalam pesawat tetap sah. Sebab pesawat juga terhubungkan dengan bumi melalui udara (angina).”
Kemudian saya melanjutkan dialog dengan mufti non Arab tadi. Saya bertanya, “Seandainya masalahnya benar seperti yang Anda kemukakan, bahwa kaum muslimin tidak membutuhkan mujtahid lagi, sebab mereka dapat menemukan jawaban masalahnya dari kitab-kitab yang ada, baik mengenai masalah yang benar-benar sama atau yang hanya sepadan. Apakah tidak membahayakan seandainya terhapusnya Al-Qur’an akan benar-benar terjadi?” Ia menjawab, “Itu tidak akan terjadi.” Saya katakana, “Seandainya hal itu terjadi?” Ia menjawab, :Bila terhapusnya Al-Qur’an benar-benar terjadi, tidak akan membahayakan.” Saya menimpali, “Kalau begitu apa arti penjagaan yang dilakukan oleh Allah terhadap Al-Qur’an pada firman-Nya:
“Sesungguhnya Kami-lah yang menurunkan Al-Qur’an, dan sesungghunya Kami benar-benar memeliharanya.”(QS Al- Hijr : 9)
Pemeliharaan itu tentu saja tidak ada artinya seandainya pemeliharaan oleh kaum muslimin tidak penting lagi setelah masa keempat madzhab itu.
Pada dasarnya jawaban yang saya peroleh dari mufti dengan cara dialog itu merupakan jawaban mayoritas orang-orang bertaklid. Hanya bedanya, ada juga yang tidak berani mengemukakannya.
Akibat dari tindakan mereka yang saya ceritakan itu perlu direnungkan. Mereka sebenarnya telah membuat Al-Qur’an terhapus hukumnya, padahal tulisannya masih terpampang jelas di hadapan kita. Lalu bagaimana sikap mereka apabila Al-Qur’an benar-benar telah dibawa pergi, dan tidak ada lagi satu ayat pun yang tertinggal? Semoga Allah senantiasa memberi petunjuk kepada kita. Amin.
Di sarikan dalam kitab Ash-Shahihah I (Syaikh Nasuruddin Al Albani)
Mengenal Allah a (ma 'rifatullah) adalah landasan tempat berdirinya Islam secara keseluruhan. Tanpa ma'rifat ini, seluruh amal ibadah dalam Islam atau untuk Islam menjadi tidak memiliki nilai hakiki. Ini dikarenakan dalam
kondisi seperti itu, orang tersebut kehilangan ruh-nya, apa nilai amal yang tidak memiliki ruh?
Bagaimana kita mengenal Allah? Jalan apa yang hams ditempuh untuk menuju ma'rifah ini? Pertanyaan ini hams dijawab, karena jika kita tidak mengetahui jalannya, kita tidak akan sampai ke tujuan yang kita inginkan.
Pandangan Orang-Orang Kafir Terhadap Jalan Ini
Banyak orang, baik pada masa lalu maupun pada masa kini, yang mengingkari wujud Allah, dengan alasan bahwa mereka tidak dapat merasakan keberadaanNya dengan indera mereka. Mereka berpendapat bahwa jalan untuk mengetahui segala sesuatu adalah indra itu. Karena itu, mereka menuduh orang yang beriman kepada Allah sebagai pengkhayal, sesat, pembuat klenik, sakit jiwa, tidak ilmiah, dan tuduhan-tuduhan lainnya yang dialamatkan oleh orang-orang kafir terhadap kaum beriman. Dengan alasan, orang-orang yang beriman itu mengimani wujud Allah bukan dengan jalan inderawi.
Mereka yang berkata bahwa mereka hanya mengimani apa yang dapat ditangkap oleh indra mereka, terbantah sendiri oleh realitas material tempat mereka hidup. Misalnya, mereka mengimani adanya kekuatan gravitasi dan hukumnya meskipun mereka tidak melihat keberadaannya secara indrawi. Mereka mengimani keberadaan rasio meskipun mereka tidak melihat wujudnya, semata-mata hanya melihat hasilhasilnya. Mereka mengimani keberadaan magnet sebagai hasil dari melihat adanya daya tarik-menarik antara satu besi dan besi lainnya, tanpa melihat faktor yang menariknya. Mereka mengimani keberadaan elektron dan neutron meskipun mereka tidak pernah melihat elektron dan neutron. Semua itu menunjukkan bahwa mereka mengimani banyak hal yang tidak dapat dicapai oleh indra semata-mata setelah mereka melihat pengaruh atau kekuatan yang ditunjukkan oleh hal-hal yang diimani keberadaannya itu. Hal ini menunjukkan dengan jelas bahwa banyak hal yang diimani keberadaannya oleh mereka adalah semata-mata ditunjukkan oleh pengaruhpengaruhnya, bukan karena mereka menangkap dzatnya dengan indera mereka.
Rasiolah, bukan indra, yang memperkenalkan semua itu kepada mereka. Indra adalah alat yang memberikan perangkat-perangkat penilaian kepada rsio sehingga is dapat menetapkan penilaiannya, namun tanpa keberadaan rasio, tentulah penilaian itu tidak dapat dihasilkan dan tentu saja tidak dapat dihasilkan suatu pengetahuan. Lebih jauh, pada faktanya, indra acapkali memberikan gambaran yang keliru kepada kita dan dengan akal sajalah kita bam mengetahui fakta yang sebenarnya. Misalnya,sebatang tongkat yang dicelupkan ke dalam air akan nampak bengkok. Garis-garis yang diletakkan sejajar, dan jarak jauh akan terlihat tidak sejajar. Nomor-nomor berwarna putih tampak lebih besar dan nomor-nomor berwarna lainnya. Kita selalu merasa bahwa kita sedang berjalan dengan kepala diatas meskipun kita berada di kutub Utara, kutub Selatan, atau di garis katulistiwa. Semua kenyataan itu menjelaskan kepada kita dengan jelas bahwa tanpa dukungan rasio, niscaya indra kita akan memberikan gambaran yang salah, bukan kebenaran, dan tanpa rasio, kita tidak akan dapat memiliki pengetahuan.
Apakah mereka benar ketika mereka membatasi semua pengetahuan hanya melalui jalan indra? Apakah mereka bersikap logis terhadap diri mereka sendiri ketika mereka menolak keimanan kepada Allah, dengan alasan mereka tidak dapat mencapaiNya dengan indra mereka? Ini terjadi meskipun mereka mempercayai banyak hal lain yang tidak dapat mereka tangkap dengan indra mereka dan hanaya mereka tangkap dengan indra mereka dan hanya mereka lihat pengaruhnya saja. Semua itu adalah fakta terbanyak yang diketahui manusia.
Sebelum ditemukan alat yang dapat mendeteksi kebenaran beberapa wujud yang kasat mata, apakah wujud itu belum ada? Karenanya, apakah pengingkaran mereka terhadap wujud itu, sebelum ditemukannya alat pendeteksi, bersifat ilmiah? Selanjutnya, apakah seluruh fakta ilmiah ditemukan oleh indra atau alat? Bukankah fakta matematis dan banyak fakta kosmos hanya dapat dicapai oleh rasio, kontemplasi, dan penghubungan konklusi dengan premis-premis? Selanjutnya, bukankah setiap masalah memerlukan perangkat khusus yang sesuai dengannya? Bukankah perangkat raio mencukupi bagi mereka untuk sampai keapda Allah? Seandainya mereka mempunyai hati niscaya kami ajak mereka bicara dengan hati dan akan kami terangkan bagaimana orang-orang yang mempunyai hati nurani yang bersih (ahlul qulub) dapat mencapai ma'rifat Allah dengan hati mereka, dengan kadar ma'rifat yang sebenamya, yaitu ma'rifat dzauqiyah yang tidak dapat dibandingkan kekuatannya dengan ma'rifat apapun jua. Akan tetapi, hati mereka telah mati sehingga kami tidak ingin mengajak mereka berbicara dengan hati karena mereka tidak akan memahaminya. Yang kami maksud dengan "hati" itu bukanlah hati material, yang mereka kenal, naum is dalah "hati" lain, yang beipusat dalam kalbu.
Persepsi yang salah tentang jalan ma'rifat kepada Allah ini, baik pada masa lalu maupun pada masa kini, adalah salah satu unsur terbesar yang menjauhkan manusia dari jalan keimanan yang shahih kepada Allah, padahal kesalahan persepsi semacam amat jelas. Secara elementer, rasio mengatakan behwa Allah-lah yang menciptakan seluruh materi ini, bukan materi yang menciptakan dirinya sendiri karena materi tidak dapat menciptakan materi. Jika puncak capaian indra dalam dunia materi ini adalah materi yang terindera saja, tentulah indra mereka tidak akan dapat mencapai makrifat Allah. Tampaknya, semua bangsa dan golongan, atau seseorang dari kalangan kafir, pasti mengalami kerancuan tentang persepsi indrawi dalam mencapai ma'rifat dzat Ilahiyah. Pada masa kini, kita mendengar beberapa orang yang mengatakan bahwa karena Tuhan tidak dapat dilihat, Tuhan tidak ada. Mereka pun akhimya memilih ateisme. Lebih ekstrem, kita dapati beberapa negara yang meneriakkan hal itu, seperti yang dilakukan oleh Radio Uni Soviet, selepas mereka berhasil meletakkan satelit pertama mereka ke ruang angkasa. Salah satu jawaban fitrah yang menarik tentang masalah ini adalah anekdot berikut ini. Disebuah sekolah dasar, seorang gum SD berkata anak-anak murid kelas enam SD, "Apakah kalian melihat diri saya?" "Mereka menjawab, "ya".
"Dengan begitu, berarti saya ada, " kata sang guru.
"Apakah kalian papan tulis?" tanyanya lebih lanjut.
"Ya"
"Jika demikian, papan tulis itu ada, "kata sang guru.
"Apakah kalian melihat meja itu?" tanyanya lebih lanjut.
"Ya"
"Berarti meja itu ada," kata sang guru.
"Apakah kalian melihat Tuhan?" tanyanya lagi.
"Tidak".
"Itu berarti Tuhan tidak ada".
Selanjutnya, seorang murid yang cerdas berdiri dan bertanya, "Apakah kalian melihat akal guru kita?"
Mereka menjawab, "Tidak"
"Dengan demikian, akal guru kita tidak ada!"
Persepsi yang salah ini telah menjadi pegangan banyak orang kafir, semenjak zaman lampau. Ia juga salah satu hasil penyakit jiwa atau hati, bukan hasil dari pemikiran yang sehat, lurus dalam memandang sesuatu.
Al-Qur'anul Karim telah memberikan kepada kita bahwa orang-orang kafir, disepanjang masa, mensyaratkan keimanan kepada Allah dengan jalan pendengaran dan penglihatan. Al-Qur'an telah menyebutkan kesalahan syarat seperti itu. Hal itu juga adalah bentuk penyakit yang dihasilkan oleh persepsi yang keliru. Al-Qur'an mengatakan bahwa faktor yang mendorong pennintaan syarat seperti itu adalah: kejahilan, kesombongan, kesesatan dan kedzaliman
"Dan orang-orang yang tidak mengetahui berkata: "Mengapa Allah tidak (langsung) berbicara dengan Kami atau datang tanda-tanda kekuasaan-Nya kepada kami?" demikian pula orang-orang yang sebelum mereka telah mengatakan seperti Ucapan mereka itu; hati mereka serupa. Sesungguhnya Kami telah menjelaskan tanda-tanda kekuasaan Kami kepada kaum yang yakin." (QS. Al-Baqarah: 118)
Dalam ayat tersebut diungkapkan bahwa perkataan mereka itu bukanlah perkataan mereka itu bukanlah perkataan orang yang berpengetahuan, namun perkataan orang-orang bodoh. Perkataan semacam itu bukan perkataan barn, namun is adalah logika yang terus dipakai oleh orang-orang kafir, semenjak dahulu hingga masa kini. Hal itu adalah buah dan kegelapan hati. Terakhir, ayat tersebut mengatakan bahwa jalan menuju Allah adalah dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaanNya yang menunjukkan akan keberadaanNya.
Allah berfirman:
"Berkatalah orang-orang yang tidak menanti-nanti pertemuan(nya) dengan Kami: "Mengapakah tidak diturunkan kepada kita Malaikat atau (mengapa) kita (tidak) melihat Tuhan kita?" Sesungguhnya mereka memandang benar tentang diri mereka dan mereka benar-benar telah melampaui batas(dalam melakukan) kezaliman. Pada hari mereka melihat malaikat[1060J dihari itu tidak ada kabar gembira bagi orang-orang yang berdosa mereka berkata: "Hijraan mahjuuraa". (QS. Al-Furqaan: 21-22)
Jika pada ayat yang pertama mereka ingin mendengar suara Tuhan, dalam ayat ini mereka ingin melihatNya. Siapakah yang ingin melihat Tuhan dengan mata kepalanya itu? Mereka adalah orang-orang yang berpesepsi bahwa kehidupan dunia adalah segala hal, sedangkan selain itu adalah tidak ada. Jika pada ayat yang pertama mereka dibantah dengan cara yang tidak langsung, dalam ayat ini dijelaskan bahwa dalam dunia lain nanti, selain dunia ini, dan dalam atmosfir alam lain selain alam ini, orang-orang kafir akan melihat para malaikat. Adapun aturan alam yang kita tempati ini tidak memberikan kemungkinan bagi indra manusia untuk menembus dunia ghaib. Jika para malaikat saja tidak dapat dilihat dalam alam ini, apalagi dzat Ilahiyah. Ayat itu juga menjelaskan bahwa kesombongan mereka saja yang mendorong mereka memegang logika seperti itu, bukan kondisi normal mereka yang benar-benar menginginkan kebenaran dan menapaki jalan yang benar.Kesesatan
Ayat yang lain membicarakan tentang salah satu raja dari dinasti Fir'aun Mesir:
"Dan berkatalah Fir'aun: "Hai Haman, buatkanlah bagiku sebuah bangunan yang Tinggi supaya aku sampai ke pintu-pintu, (yaitu) pintu-pintu langit, supaya aku dapat melihat Tuhan Musa dan Sesungguhnya aku memandangnya seorang pendusta". Demikianlah dijadikan Fir'aun memandang baik perbuatan yang buruk itu, dan Dia dihalangi dari jalan (yang benar); dan tipu daya Fir'aun itu tidak lain hanyalah membawa kerugian." (QS. Al-Mu'min: 36-37)
Seperti anda lihat, dalam ayat itu, keinginan Fir'aun itu dibantah dengan kalimah dia dihalangi dari jalan (yang benar) karena apa yang dinilai oleh Fir'aun sebagai jalan yang benar dalam mengenal Allah, padahal ternyata adalah jalan yang salah.
Kedzaliman
Dalam ayat yang lain, diceritakan bahwa orang-orang Yahudi juga pernah meminta hal semacam
"Dan (ingatlah), ketika kamu berkata: "Hai Musa, Kami tidak akan beriman kepadamu sebelum Kami melihat Allah dengan terang, karena itu kamu disambar halilintar, sedang kamu menyaksikannya". (QS. Al-Baqarah: 55)
"Maka Sesungguhnya mereka telah meminta kepada Musa yang lebih benar dari itu. mereka berkata: "Perlihatkanlah Allah kepada Kami dengan nyata". Maka mereka disambar petir karena kezalimannya". (QS. An-Nisaa: 153)
Jika ayat yang pertama membantah orang-orang seperti itu secara implisit, demikian juga halnya ayat ini, dengan menggunakan kalimat bi dhulmihim karena kedzalimannya. Bukan keadilan yang mendorong mereka untuk mengajukan pennintaan seperti itu, melainkan semata-mata karena kedzaliman mereka. Kedzaliman diri terhadap kebenaran. Din mereka telah mengetahuinya, namun dengan sengaja mengingkarinya. Demikian juga perkataan orang-orang kafir pada masa kini, sama persis dengan perkataan mereka pada masa lalu, dalam masalah itu. Juga pengingkaran mereka saat ini dengan pengingkaran mereka pada masa lalu. Perkataan mereka pada masa lalu dikisahkan oleh al-Qur'an.
"Berkatalah Muhammad (kepada mereka): "Tuhanku mengetahui semua Perkataan di langit dan di bumi dan Dialah yang Maha mendengar lagi Maha Mengetahui". Bahkan mereka berkata (pula): "(Al Quran itu adalah) mimpi-mimpi yang kalut, malah diada-adakannya, bahkan Dia sendiri seorang penyair, Maka hendaknya is mendatangkan kepada kita suatu mukjizat, sebagai-mana Rasul-rasul yang telah lalu di-utus". (QS. Al-Anbiyaa: 4-5)
Mereka menuduh orang-orang yang mengimani Allah sebagai pengkhayal, pendusta, dan orang-orang yang emosional. Demikian juga orang-orang pada masa kini, yang menuduh orang-orang beriman sebagai orang-orang yang tidak ilmiah, tidak jujur, berpikir kacau, dan tertipu.
Meskipun banyak orang yang menapaki jalan seperti itu, seorang muslim yang mempunyai hati yang besar hendaknya tidak mengikuti jalan orang-orang yang tersesat tersebut, seperti yang diperingatkan oleh Allah
"Apakah kamu menghendaki untuk meminta kepada Rasul kamu seperti Bani Israil meminta kepada Musa pada jaman dahulu? dan Barangsiapa yang menukar iman dengan kekafiran, Maka sungguh orang itu telah sesat dari jalan yang lurus." (QS. Al-Baqarah: 108)
Jalan Menuju Ma'rifatulah adalah dengan Memperhatikan Tanda-tanda KekuasaanNya
Dengan demikian, jalan orang-orang kafir seperti itu tidak akan mengantarkan kita kepada tujuan, dalam masalah mengenal Dzat Ilahiyah. Penentuan jalan dan mengetahuinya dengan pasti adalah pokok terpenting agar kita mencapai tujuan. Adapun jalan menuju ma'rifatullah adalah dengan memperhatikan tanda-tanda kekuasaanNya Inilah satu-satunya jalan untuk mencapai ma'rifatullah, adapun rasio, pikiran, beserta ilmu pengetahuan adalah syarat-syarat pokok yang dibutuhkan oleh orang yang ingin menempuh jalan
Tanpa rasio, kita tidak akan mengenal tanda-tanda itu, tanpa pemikiran kita tidak akan mengenal siapa yang memiliki tanda-tanda itu, tanpa ilmu pengetahuan tidak akan dapat dihasilkan pengetahuan. Perkataan ini barangkali tampak aneh bagi orang-orang ateis karena mereka biasanya selalu menamakan din mereka sendiri sebagai: sekularis, rasionalis, liberalis, dan pemikir Namun klaim tanpa disertai bukti tidak mempunyai nilai ilmiah sama sekali.
Karena itu, seluruh masalah yang kami tulis dalam buku ini akan disertai dalilnya, insya Allah, yang mendukung kebenaran apa yang kami katakan dan membantah apa yang mereka klaim
"Dan orang-orang yang membantah (agama) Allah sesudah agama itu diterima Maka bantahan mereka itu sia-sia saja, di sisi Tuhan mereka" (QS. Asy-Syuraa: 16)
Hal itu akan kami jelaskan nantinya.Untuk saat ini, kami katakan bahwa orang yang mencermati al-Qur'an dengan perenungan yang sedrhana saja, is akan mendapati bahwa al-Qur'an menarik perhatian pembacanya, dengan amat jelas dan luas, untuk memperhatikan akal, pemikiran, ilmu pengetahuan, dan hasil-hasil pengetahuan. Ia adalah syarat-syarat mendasar untuk mencapai ma'rifatullah.
"Katakanlah: "Terangkanlah kepadaku tentang apa yang kamu sembah selain Allah; perlihatkan kepada-Ku Apakah yang telah mereka ciptakan dari bumi ini atau Adakah mereka berserikat (dengan Allah) dalam (penciptaan) langit? bawalah kepada-Ku kitab yang sebelum (Al Quran) ini atau peninggalan dari pengetahuan (orang-orang dahulu), jika kamu adalah orang-orang yang benar”. (QS. Al-Ahqaaf: 4)
Dengan kata lain, apakah ada sekalipun satu atom dari ilmu pengetahuan yang membuktikan bahwa bukan Allah yang menciptakan alam semesta ini? Jika manusia mengingkari Rabb mereka, itu tidak menjadi bukti akan adanya pengetahuan, namun menjadi bukti adanya kejahilan.
"Dan di antara manusia ada orang-orang yang membantah tentang Allah tanpa ilmu pengetahuan, tanpa petunjuk dan tanpa kitab (wahyu) yang bercahaya". (QS. Al-Hajj: 8)
Akan tetapi, ia bukanlah kejahilan mutlak yang kosong dari ilmu pengetahuan, tetapi ia adalah kejahilan khusus yang disebutkan oleh Allah dengan firmanNya:
"Mereka hanya mengetahui yang lahir (saja) dari kehidupan dunia; sedang mereka tentang (kehidupan) akhirat adalah lalai." (QS. Ar-Ruum: 7)
"Maka berpalinglah (hai Muhammad) dari orang yang berpaling dari peringatan Kami, dan tidak mengingini kecuali kehidupan duniawi. Itulah sejauhjauh pengetahuan mereka. Sesungguhnya Tuhanmu, Dialah yang paling mengetahui siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dia pulalah yang paling mengetahui siapa yang mendapat petunjuk." (QS. An-Najm: 29-30)
Disebutnya ilmu pengetahuan, pemikiran, dan akal, secara masif dalam al- Qur'an adalah suatu fenomena yang menarik untuk dicermati.
"Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang bedikir." (QS. Ar-Ra'd: 4)
"Sesungguhnya pada yang demikian itu (terdapat) pelajaran bagi kaum yang mengetahui." (QS. An-Naml: 52)
"Sesungguhnya pada yang demikian itu benar-benar ada tanda (kekuasaan Allah) bagi kaum yang memikirkan." (QS. An-Nahl: 11)
"Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui". (QS. Ar-Ruum: 22)
"Katakanlah: "Perhatikanlah apa yaag ada di langit dan di bumi". (QS. Yunus:101)
Karena itu, orang yang mencermati al-Qur'an akan mengetahui bahwa Islam mewajibkan kepada individu muslim untuk berpikir dan belajar dan bahwa ilmu pengetahuan serta pemikiran adalah dua bagian dan kepribadian individu muslim. Adapun kedua hal itu, bagi non muslim, adalah syahwat yang menjadi perangkat hiburan mereka atau pintu rezeki tempat mencari kekayaan, atau juga hobi bagi sebagian orang. Jika Islam mewajibkan untuk menuntut ilmu pengetahuan, hal itu karena dengan ilmu pengetahuanlah kebenaran Islam dapat diketahui.
"Dan orang-orang yang diberi ilmu (ahli Kitab) berpendapat bahwa wahyu yang diturunkan kepadamu dari Tuhanmu Itulah yang benar". (QS. Saba': 6)
Pada halaman-halaman berikutnya, insya Allah, kami akan mempelajari ayatayat Allah untuk mendapatkan penjelasan tentang fakta yang mengatakan bahwa orang-orang yang kafir kepada Allah berarti mereka telah menyesatkan hati mereka sendiri, ketika mereka tidak dapat mencapai ma'rifatullah. Sementara itu, kalangan yang beriman, mereka mendapatkan hidayah ketika mereka mencapai ma'rifatullah.
"Dan Barangsiapa yang beriman kepada Allah niscaya Dia akan memberi petunjuk kepada hatinya". (QS. At-Taghaabun: 11)
Orang kafir yang tidak beriman kepada Allah dengan rasionya, setelah dia melihat tanda-tanda kekuasaanNya, adalah laksana keledai yang membawa kitab-kitab besar, namun tidak mengetahui nilai kandungannya juga pengarangnya, sehingga ia menisbahkan kitab-kitab itu kepada pengarang yang tidak jelas dan tidak ada. Kita juga akan melihat —insya Allah- bahwa tanda-tanda kekuasaan Allah semacam itu tidak sedikit, atau kurang jelas, yang bisa membawa banyak orang kepada kekafiran, namun tanda-tanda itu ternyata banyak sehingga tidak dapat dihitung. Juga amat jelas sehingga tidak ada kesamaran. Akan tetapi, rahasianya terletak pada manusia itu sendiri, yaitu rahasia dirinya mengapa mereka berpaling dan tanda-tanda kekuasaan Allah, yang dipicu semata oleh kesombongan untuk mengakui kebenaran, keengganannya untuk mengenal fakta kebenaran, penyimpangannya dari fitrah manusia, dan ketertutupan hatinya serta kebutaannya. Akibatnya, sekalipun kepadanya diperlihatkan kekuasaan Ilahiah dalam bentuk mu'jizat, niscaya is tetap saja ingkar.
Al-Qur'an menceritakan kepada kita tentang orang-orang seperti itu:
"Dan jika seandainya Kami membukakan kepada mereka salah satu dari (pintupintu) langit, lalu mereka terus menerus naik ke atasnya, tentulah mereka berkata: "Sesungguhnya pandangan kamilah yang dikaburkan, bahkan Kami adalah orang orang yang kena sihir". (QS. Al-Hijr: 14-15)
"Dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus". (QS. AlQamar: 2)
"Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya." (QS. Yusuf: 105)
Dalam kesempatan ini, kami ingin bertanya lihatlah, apakah Allah memerlukan kita agar kita beriman kepadaNya? Ataukah, kita yang perlu untuk beriman kepadaNya demi kepentingan diri kita sendiri? Jawabnya adalah, "Sesungguhnya Allah benar-benar Maha Kaya (tidak memerlukan sesuatu) dari semesta alam." (QS. Al-Ankabuut: 6)
Membebaskan Din untuk Menuju Ma'rifatullah
Karena itu, marilah kita bebaskan diri kita dari beberapa hal berikut ini agar kita dapat menjadi orang yang bisa melihat tanda-tanda kekuasaan Allah.
1. Bebaskan Diri dari Kesombongan
Allah tidak akan memperlihatkan tanda-tanda kekuasaanNya kepada orang yang berhati sombong.
"Aku akan memalingkan orang-orang yang menyombongkan dirinya di muka bumi
tanpa alasan yang benar dari tanda-tanda kekuasaan-Ku. mereka jika melihat
tiap-tiap ayat(Ku), mereka tidak beriman kepadanya. dan jika mereka melihat
jalan yang membawa kepada petunjuk, mereka tidak mau menempuhnya, tetapi
jika mereka melihat jalan kesesatan, mereka terus memenempuhnya. yang
demikian itu adalah karena mereka mendustakan ayat-ayat Kami dan mereka
selalu lalai dari padanya." (QS. Al-A'raaf: 146)
2. Bebaskan Diri dari Kedzaliman dan Dusta
"Dan Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang zalim." (QS. AshShaff: 7)
"Sesungguhnya Allah akan memutuskan di antara mereka tentang apa yang mereka
berselisih padanya. Sesungguhnya Allah tidak menunjuki orang-orang yang pendusta
dan sangat ingkar." (QS. Az-Zumar: 3)
3. Bebaskan Diri dari Tindakan Merusak di Muka Bumi, Melanggar Perjanjian dan
Memutuskan Hubungan yang Seharusnya Disambung
"Dan tidak ada yang disesatkan Allah kecuali orang-orang yang fasik, (yaitu) orangorang yang melanggar Perjanjian Allah sesudah Perjanjian itu teguh, dan memutuskan apa yang diperintahkan Allah (kepada mereka) untuk menghubungkannya dan membuat kerusakan di muka bumi. mereka Itulah orangorang yang rugi." (QS. Al-Baqarah: 26-27)
4. Bebaskan Diri dari Kelalaian
Jika kita ingin agar tanda-tanda kekuasaan Allah itu seluruhnya tampak bagi kita, sebagian dan tanda-tanda itu ada yang langsung tampak saat manusia merenungkannya, jika ada halangan baginya. Ada juga yang memerlukan sekadar penggunaan rasio. Contoh hal itu adalah seluruh ayat dalam al-Qur'an. Allah berfirman tentang ayat-ayat ini.
"Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang memikirkan". (QS. Ar-Ra'd: 3)
"Sesungguhnya pada yang demikian itu terdapat tanda-tanda (kebesaran Allah) bagi kaum yang bedikir." (QS. Ar-Ra'd: 4)
Akan tetapi, tanda-tanda kekuasaan Allah tidak secara otomatis terbuka bagi hati manusia, kecuali jika orang tersebut menyatukan pemikirannya dengan dzikir.
"Sesungguhnya dalam penciptaan langit dan bumi, dan silih bergantinya malam dan siang terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang berakal, (yaitu) orang-orang yang mengingat Allah sambil berdiri atau duduk atau dalam keadan berbaring dan mereka memikirkan tentang penciptaan langit dan bumi". (QS. Ali Imran: 190-191)
“Orang yang berpaling dari Allah adalah semata-mata didorong oleh kelalaiannya. Kelalaiannya itu sendiri disebabkan oleh sifat main-mainnya Kehidupan dunia, seluruhnya, adalah permainan dan senda gurau. "Sesungguhnya kehidupan dunia hanyalah permainan dan senda gurau." (QS. Muhammad: 36)
"Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya), tidak datang kepada mereka suatu ayat Al Quran pun yang baru (di-turunkan) dari Tuhan mereka, melainkan mereka mendengarnya, sedang mereka bermain-main, (lagi) hati mereka dalam keadaan lalai." (QS. Al-Anbiyaa': 1-3)
5. Bebaskan Diri dari Perbuatan Dosa
"Ssekali-kali tidak (demikian), sebenarnya apa yang selalu mereka usahakan itu menutupi hati mereka." (QS. Al-Muthaffifiin: 14)
"Demikianlah, Kami mamasukkan (rasa ingkar dan memperolok-olokkan itu) kedalam hati orang-orang yang berdosa (orang-orang kafir), mereka tidak beriman kepadanya (Al Quran) dan Sesungguhnya telah berlalu sunnatullah terhadap orangorang dahulu". (QS. Al-Hijr: 12-13)
6. Bebaskan Diri dari Keraguan dalam Menerima Kebenaran, Saat Melihatnya dengan Amat Jelas
"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Quran) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat " (QS. Al-An'aam: 110)
Ketika kita telah berhasil membebaskan din kita dari semua hal itu, tanda-tanda kekuasaan Allah akan tampak bersinar memancar sehingga menyinari seluruh sisi hati, setelah hati tersebut disiapkan untuk menerima cahaya. Akan tetapi, jika hati yang dimiliki adalah hati setan, tentunya akan sangat jauh sekali untuk dapat meraih hidayah dari Allah itu. Ini karena awan yang pekat menghalanginya dari sinaran mentari hidayah. Penyakit dimatanya menghalanginya untuk melihat. Ketuliannya membuat ia tidak dapat mendengar. Kesalahannya bukan pada air tawar, saat orang sakit meminumnya dan merasakannya asin, tetapi pada dirinya yang sakit, yang membuat ia merasakan seperti itu.
"Hai rasul, janganlah hendaknya kamu disedihkan oleh orang-orang yang bersegera (memperlihatkan) kekafirannya, Yaitu diantara orang-orang yang mengatakan dengan mulut mereka: "Kami telah beriman", Padahal hati mereka belum beriman; dan (juga) di antara orang-orang Yahudi. (orang-orang Yahudi itu) Amat suka mendengar (berita-berita) bohong dan Amat suka mendengar perkataanperkataan orang lain yang belum pernah datang kepadamu; mereka merobahperkataan-perkataan (Taurat) dari tempat-tempatnya. mereka mengatakan: "Jika diberikan ini (yang sudah di robah-robah oleh mereka) kepada kamu, Maka terimalah, dan jika kamu diberi yang bukan ini Maka hati-hatilah". Barangsiapa yang Allah menghendaki kesesatannya, Maka sekali-kali kamu tidak akan mampu menolak sesuatupun (yang datang) daripada Allah. mereka itu adalah orang-orang yang Allah tidak hendak mensucikan hati mereka. mereka beroleh kehinaan di dunia dan di akhirat mereka beroleh siksaan yang besar." (QS. Al-Maa'idah: 41)
Dengan demikian, rahasianya selalu terletak pada diri manusia itu sendiri.
"Maka tatkala mereka berpaling (dari kebenaran), Allah memalingkan hati mereka". (QS. Ash-Shaff: 5)
Tanda-tanda Kekuasaan Allah
Adapun tanda-tanda kekuasaan Allah itu amat jelas dan terang benderang.
"Dan demikianlah Kami terangkan ayat-ayat Al-Quran (supaya jelas jalan orang-orang yang saleh, dan supaya jelas (pula) jalan orang-orang yang berdosa." (QS. Al-An'aam: 55)
Tanda-tanda kekuasaan Allah dapat kita lihat dalam tiga tempat, yaitu:
1. Alam semesta
2. al-Qur'an, dan 3. Mu'jizat serta Karamah
Al-Qur'an telah menjelaskanm bahwa ketiga hal itu adalah tanda-tanda yang akan menunjukkan seseorang kepada Allah.
1. Alam Semesta
"Dan di bumi itu terdapat tanda-tanda (kekuasaan Allah) bagi orang-orang yang yakin dan (juga) pada dirimu sendiri. Maka Apakah kamu tidak memperhatikan?"
"Dan banyak sekali tanda-tanda (kekuasaan Allah) di langit dan di bumi yang mereka melaluinya, sedang mereka berpaling dari padanya." (QS. Yusuf: 105)
"Dan suatu tanda (kekuasaan Allah yang besar) bagi mereka adalah malam; Kami tanggalkan siang dari malam itu, Maka dengan serta merta mereka berada dalam kegelapan dan matahari berjalan ditempat peredarannya. Demikianlah ketetapan yang Maha Perkasa lagi Maha mengetahui. Dan telah Kami tetapkan bagi bulan manzilah-manzilah, sehingga (setelah Dia sampai ke manzilah yang terakhir) Kembalilah Dia sebagai bentuk tandan yang tua." (QS. Yaasiiin: 37-39)
"Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah menciptakan langit dan bumi dan berlain-lainan bahasamu dan warna kulitmu. Sesungguhnya pada yang demikan itu benar-benar terdapat tanda-tanda bagi orang-orang yang mengetahui. Dan di antara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah tidurmu di waktu malam dan siang hari dan usahamu mencari sebagian dari karuniaNya." (QS. Ar-Ruum: 22-23)
2 Al Qur’an
Dan orang-orang kafir Mekah berkata: "Mengapa tidak diturunkan kepadanya mukjizat-mukjizat dari Tuhannya?" Katakanlah: "Sesungguhnya mukjizat- mukjizat itu terserah kepada Allah. dan Sesungguhnya aku hanya seorang pemberi peringatan yang nyata". Dan apakah tidak cukup bagi mereka bahwasanya Kami telah menurunkan kepadamu Al kitab (Al Quran) sedang Dia dibacakan kepada mereka?". (QS. A1-Ankabuut: 50-51)
"Sebenarnya, Al Quran itu adalah ayat-ayat yang nyata di dalam dada orangorang yang diberi ilmu". (QS. A1-Ankabuut: 49)
"Bagaimanakah kamu (sampai) menjadi kafir, Padahal ayat-ayat Allah dibacakan kepada kamu". (QS. Ali Imran: 101)
3. Mu'jizat
"Dan RasulNya pun berada ditengah-tengah kamu". (QS. Ali Imran: 101)
"Telah dekat datangnya saat itu dan telah terbelah bulan dan jika mereka (orang-orang musyrikin) melihat suatu tanda (mukjizat), mereka berpaling dan berkata: "(Ini adalah) sihir yang terus menerus"." (QS. Al-Qamar: 1-2)
"Hai kaumku, Inilah unta betina dari Allah, sebagai mukjizat (yang menunjukkan kebenaran) untukmu". (QS. Huud: 64)
"Dan (sebagai) Rasul kepada Bani Israil (yang berkata kepada mereka): "Sesungguhnya aku telah datang kepadamu dengan membawa sesuatu tanda (mukjizat) dari Tuhanmu, Yaitu aku membuat untuk kamu dari tanah berbentuk burung; kemudian aku meniupnya, Maka is menjadi seekor burung dengan seizin Allah; dan aku menyembuhkan orang yang buta sejak dari lahirnya dan orang yang beipenyakit sopak; dan aku menghidupkan orang mati dengan seizin Allah; dan aku kabarkan kepadamu apa yang kamu Makan dan apa yang kamu simpan di rumahmu. Sesungguhnya pada yang demikian itu adalah suatu tanda (kebenaran kerasulanku) bagimu, jika kamu sungguh-sungguh beriman." (QS. Ali Imran: 49)
Nash-nash al-Qur'an menunjukkan bahwa di dalam semesta ini banyak tanda kekuasaan Allah, bukan hanya satu. Dalam al-Qur'an juga banyak terdapat ayat, bukan hanya satu. Demikian juga dengan mu'jizat, sebagai ayat atau tanda kekuasaan Allah.
Semua fenomena di alam semesta ini menunjukkan keberadaan Allah. Puluhan dalam al-Qur'an, masing-masingnya dapat menjadi petunjuk akan keberadaan Allah. Mu'jizat adalah fenomena historis, yang masing-masing fenomena tersebut mencukupi sebagai petunjuk akan keberadaan Allah. Dalam setiap fenomena terdapat ribuan petunjuk, yang masing-masingnya menunjukkan akan wujud Allah. Allah memberikan hujjah bagi manusia secara sempurna.
"(mereka Kami utus) selaku Rasul-rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan agar supaya tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya Rasul-rasul itu." (QS. An-Nisaa': 165)
"Penjaga Jahannam berkata: "Dan Apakah belum datang kepada kamu rasulrasulmu dengan membawa keterangan-keterangan?" mereka menjawab: "Benar, sudah datang". penjaga-penjaga Jahannam berkata: "Berdoalah kamu". dan doa orang-orang kafir itu hanyalah sia-sia belaka." (QS. Al-Mu'min: 50)
Dalam buku ini, kami akan paparkan tanda-tanda kekuasaan Allah di alam semesta dan memberikan hujjah atas semua orang kafir dan pengingkar bahwa Allah maujud, bagiNya seluruh sifat kamal (kesempurnaan), jalal (keagungan) dan jamal (keindahan).
Dalam buku kedua yang berjudul Mengenal Rasul akan kami paparkan
beberapa tanda kekuasaaan Allah di dalam al-Qur'an dan beberapa tanda kekuasaanNya dalam mu'jizat Rasulullah Demikian juga, al-Qur'an adalah tanda yang menunjukkan wujud Allah. Dalam mu'jizat, secara mutlak, juga terdapat tanda yang menunjukkan akan wujud Allah. Dalam al-Qur'an itu sendiri terdapat persaksian bahwa Muhammad adalah Rasul Allah, demikian juga dalam mu'jizat-mu'jizat beliau. Karena itu, dua topik ini kami tunda penjelasannya dalam buku ini, untuk kemudian kami tulis pada buku yang kedua itu, yaitu saat memberikan penjelasan dalil tentang kebenaran kenabian Rasulullah insya Allah.
Sampai saat ini, karamah-karamah masih terus berlangsung bagi ummat . Semua karamah dalam ummat ini adalah mu'jizat bagi Rasulullah karenanya setiap karamah pada dasarnya adalah bukti akan kebenaran risalah Rasul kita dan bukti bahwa Allah maujud. Ini karena karamah adalah seperti mu'jizat, yang berarti suatu kondisi supranatural di alam kausalitas.
Orang yang merenungkan apa yang kami akan jelaskan dalam seri ini, berupa beberapa fenomena yang amat banyak dan melimpah isi hanya dapat mengakuinya dan tunduk masuk Islam, yaitu tunduk kepada Allah dan RasulNYa.
Setelah jelas bagi kita jalan yang mengantarkan kita kepada ma'rifatullah dan beriman kepadaNya, dan setelah jelas kesalahan persepsi yang menyimpang tentang jalan itu, dan setelah kita mengetahui bagaimana metode berdalil dalam seri ini dan jenis dalil yang akan dipaparkan oleh bahasan ini. Marilah kami tunjukkan bahasan yang berkaitan dengan topik ini, yaitu pemahaman tentang fenomena-fenomena alam yang menunjukkan kepada kita akan keberadaan sang Pencipta yang Agung.