بسم الله الرحمن الرحيم

Thursday, September 30, 2010

PEMIKIR BESAR ISLAM SEPANJANG ZAMAN ASY-SYAHID SAYYID QUTHB



Oleh: Abdullah Azzam

Dengan nama Allah Yang Maha Pengasih lagi Maha Penyayang.
Wahai Rabbku lapangkanlah untukku dadaku dan mudahkanlah untukku urusanku.
Sesungguhnya, para penulis mampu untuk berbuat sesuatu banyak sekali. Tapi dengan satu syarat: kematian mereka dengan tujuan agar pemikiran-pemikiran mereka tetap eksis. Mereka memberi makan pemikiran-pemikiran mereka dengan daging-daging dan darah-darah mereka. Mereka mengatakan apa yang mereka yakini sebagai kebenaran dan mereka mempersembahkan darah mereka sebagai tebusan untuk kalimat kebenaran. Sesungguhnya, pemikiran-pemikiran dan kalimat-kalimat kami akan senantiasa bagaikan tubuh-tubuh yang tidak bergerak. Hingga apabila kami mati ditengah jalan memperjuangkannya atau hingga apabila kami beri makan dengan darah-darah, maka pemikiran-pemikiran dan kalimat-kalimat kami akan beranjak bergerak bagaikan hidup dan tetap eksis di tengah-tengah orang-orang yang masih hidup. [Dirasat Islamiyyah (931)]
Sesungguhnya, masuk dalam agama Islam bagaikan jabat tangan dalam transaksi jual beli antara penjual dan pembeli ... Allah sebagai pembelinya dan seorang mukmin sebagai penjualnya. la adalah transaksi jual beli langsung dengan Allah. Setelah transaksi itu, tidak tersisa sedikit pun sesuatu dalam diri seorang mukmin maupun dalam hartanya ... Demi menjadikan kalimat Allah yang tertinggi dan seluruh agama hanya milik Allah. [Fi Zhilalil Qur'an (11/6171). Cetakan Dar Asy-Syuruq]
Kehidupan Sayyid Quthb terbagi menjadi tiga bagian:
1. Kehidupan sastrawan
2. Orientasi keislaman secara umum
3. Orientasi keislaman pembaharu

Kehidupan Kesastrawanan
Terbagi menjadi beberapa fase:
Fase pertama:
Lingkungan di rumah dan desanya sebelum masuk ke Darul Ulum.
Fase kedua:
Belajar di fakultas Darul Ulum.
Fase ketiga:
Pekerjaannya sebagai pengajar, perhatiannya terhadap perkataan syair, karakter umum syairnya dan perenungannya. hubungannya dengan Abdul Qadir Hamzah, kemudian dengan Abbas Al-Aqqad. Makalah-makalahnya dan bait-bait syairnya dalam majalah terkenal pada Fase ini. Semisal majalah Darul Ulum, Ar-Risalah, Al-Jihad. dan Al-Balagh.
Fase keempat:
Perhatiannya terhadap bidang kritik sastra dan pandangannya terhadap masalah gambar, bayangan. Dan persepsi-persepsi sebagai murid dalam sekolah sastra Al-'Aqqad. Dan fase ini tertutupi dengan peperangan sastranya dalam majalah Ar-Risalah dengan para pembela Ar-Rafi’i serta pembelaannya terhadap Al-Aqqad.
Fase kelima:
Fase padamnya kesastrawanannya. Pada fase ini, Sayyid Quthb hanya sedikit menghasilkan karya sastra. Fase ini terbentang sepanjang perang dunia kedua.
Fase keenam:
Kemunculannya sebagai pengkritik sastra yang terkenal dari sela-sela tulisan makalah-makalahnya di majalah Ar-Risalah—sebagiannya muncul di booklet-booklet, buku-buku, dan tulisan-tulisan pribadi—sebagai usaha pengklasifikasian madzhab seni sastra sebagai sekolah-sekolah. Serta pemberian tanda-tanda pada setiap sekolah (madrasah), semisal: madrasah madrasah Al-Manfaluthi, madrasah Al-Aqqad, madrasah Az-Ziyyat, madrasah Thaha Husain, dan madrasah Taufiq Al-Hakim.
Fase ketujuh:
Orientasi sastranya terhadap Al-Qur'an dan perhatiannya terhadap kajian serta penerbitan dua bukunya (At-Tashwir dan Al-Masyahid) di samping perhatiannya terhadap bidang kritik sastra dan tulisan makalah-makalahnya yang beraneka ragam.
Fase kedelapan
Keluarnya dari madrasah sastra Al-'Aqqad. Sekaligus kritikannya terhadap madrasah tersebut. Beliau mulai memiliki madrasah sastra baru dan beliau juga memiliki beberapa murid. Bukunya An-Naqdu Ad-Adabi UshuluhuWa Manahijuhu (Dasar-dasar Kritik Sastra dan Metodologinya) adalah penjelasan terhadap madrasah ini.
Fase kesembilan:
Masa stagnasi (sepi) karya sastra. Selama dua tahun menetap di Amerika, beliau hanya menghasilkan sedikit karya sastra. Pada akhir fase kesembilan dan setelah kepulangannya dari Amerika. beliau mulai menapaki bagian kedua dari episode kehidupannya. Yaitu orientasi keislamannya secara umum dan bergabungnya beliau dalam organisasi/jamaah Ikhwanul Muslimin. Ia saling tumpang tindih dengan bagian kesastraan.
Sejarah penyusunan buku-buku Sayyid Quthb:
1. Asywak: Mei 1947M
2. Masyahidu Yaumi Al-Qiyamah Fi Al-Qur'an: 1947M
3. Thillun Min Al-Qaryah: 1946M
4. Al-Athyaf Al-Arba' ah: 1945M
5. At-Tashwir Al-Fanniy Fi Al-Qur'an: 1945M
6. Al-Madinatu Al-Mas-hurah: 1946M
7. Kutubun wa Syakhshiyyatun: 1946M
8. An-Naqdu Al-Adabiy: 1948M
9. Al-'Adalah Al-ljtimaiyyah: 1949M
***
Sesungguhnya, segala puji bagi Allah, Kami memuji-Nya, meminta pertolongan kepada-Nya, dan meminta ampunan kepada-Nya. Kami berlindung kepada Allah dari kejahatan hawa nafsu kami dan dari keburukan amal perbuatan kami. Barangsiapa yang diberi petunjuk oleh Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa menyesatkannya, dan barangsiapa yang disesatkan Allah, maka tidak ada seorang pun yang bisa memberinya petunjuk. Kami bersaksi bahwa tidak ada Ilah yang berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Dan kami bersaksi bahwa Muhammad adalah hamba dan Rasul-Nya.
***
Asalnya dan Pertumbuhannya
Beliau dilahirkan di sebuah desa bernama Musyah—salah satu dari pedesaan di daerah dataran tinggi, pada tahun 1906 M. Desa Musyah termasuk kedalam wilayah propinsi Asyuth.
Beliau dilahirkan dari kedua orang tua yang mulia dengan kehidupan yang berkecukupan. Keduanya memiliki pembawaan seperti pembawaan orang-orang yang berasal dari dataran tinggi Mesir, dengan warna kulit kecoklat-coklatan, dan dengan roman muka yang memperlihatkan sebagian nilai fithrah suci yang tertanam pada diri mereka sejak lahir berupa kecemburuan atas harga diri. Kebaikan hati yang mengakar kuat dalam lubuk hati diri mereka, kemuliaan yang selalu menyertai mereka. tidak pernah berpisah dari sifat mereka. Baik dalam tahun-tahun paceklik atau pun tahun-tahun subur ataupun pada masa semi. Terlebih lagi perasaan mereka yang dipenuhi dengan kemurahan hati yang selalu bergejolak dalam diri mereka. dan berpengaruh sangat kuat terhadap hubungan mereka dengan agama yang lurus ini.
Al-Ustadz Sayyid telah menyebutkan dalam mukadimah kitabnya At-Tashwir Al-Fanniy Fil Qur’an bahwa jiwa ibunya yang taat beragama telah mencetaknya menjadi pribadi yang berwatak seperti watak ibunya. Juga dalam mukadimah Masyahid Al-Qiyamah. bahwa dalam masa pertumbuhan dirinya, beliau telah terdidik (ter-tarbiyah) dengan rasa takut kepada hari akhir dari sela-sela kata-kata dan perilaku yang berasal dari bapaknya, di sela-sela kesibukan pekerjaan-pekerjaannya sehari-hari, dan di sela-sela memenuhi kebutuhan-kebutuhan primernya berupa makan, minum, dan lainnya. Sehingga, kepribadian kedua orang tuanya—dengan wataknya sangat jelas tertanam di dalam hatinya.
Ada yang mengatakan bahwa Sayyid berasal dari India dan Husain—kakeknya yang keempat—telah pindah (hijrah) dari India ke tanah suci, yaitu tempat Ka'bah (Al-bait Al-'atiq) dan tempat tinggal Nabi Muhammad (Al-Mushtafa). Kemudian pindah lagi ke Mesir dan menetap di desa Musyah.
***
Pertumbuhannya
Di masa awal anak-anak, beliau tumbuh di desanya dalam asuhan kedua orang tuanya. Mereka mendidiknya dengan menanamkan kecintaan terhadap agama ini, bermodalkan nilai-nilai agama suci yang sudah menjadi watak dasar mereka. Kemudian pindah ke Kairo—tempat tinggal paman dari ibunya, untuk melanjutkan pendidikannya ke Universitas Darul Ulum. Sewaktu studi di sana itulah, bakat sastranya mulai menonjol. Beliau mulai menulis di beberapa majalah sastra dan majalah politik, di antaranya majalah Ar-Risalah dan majalah Al-Liwa' Al-Isytirakiyyah.
Ustadz beliau sendiri, Mahdi ‘Allam, menulis tentang diri beliau pada kata pengantar risalah Muhimmatu Asy-Sya’ir Fi Al-Hayah, yang disampaikan oleh Sayyid Quthb dalam bentuk ceramah di Darul Ulum. Mahdi Allam berkata, "Seandainya saya tidak memiliki murid kecuali hanya dirinya, itu sudah cukup membuat saya puas dan bahagia. Sesuatu yang terdapat pada dirinya yangmembuat saya takjub dan terheran-heran adalah keberaniannya yang mantap dengan tetap menjaga diri dari berlaku bodoh. Sehingga tidak mengakibatkan kengawuran dan dengan tetap menjaga dari kehinaan yang bisa mengakibatkan menjadi penakut. Juga kefanatismeannya yang cerdas dan bijaksana. Saya menganggap Sayyid Quthb sebagai salah satu kebanggaan yang dimiliki oleh Darul Ulum."
Pada tahun 40-an, beliau di daulat menjadi pemimpin redaksi majalah Al-Fikr Al-Jadid milik Muhammad Hilmi Al-Minyawi. Dalam majalah ini, kecenderungan pertentangan Sayyid Quthb dengan Raja Faruq terlihat sangat jelas. Sayyid Quthb mengkritik Raja Faruq dengan kritikan yang sangat pedas secara terang-terangan, sehingga Raja Faruq menyusupkan orang kedalam majalah tersebut untuk mengetahui siapa yang melontarkan berbagai kritikan kepadanya. Akan tetapi, dia salah tangkap. Dari enam edisi majalah yang telah terbit, dua edisi di antaranya disita. Pada akhirnya, pemerintah terpaksa menutup majalah tersebut setelah terbit enam edisi.
Ustadz Sayyid Quthb berguru kepada Al-'Aqqad dalam bidang sastra. Dan beliau terlihat juga mondar-mandir untuk berguru kepada Thaha Husain. Beliau mengibar bendera perlawanan terhadap guru besar (Al-Ustadz Al-Kabir) Mushthafa Shadiq Serangan beliau kepada Ar-Rafi'i sangat keras, sampai-sampai setelah Ar-Rafi'i wafat pun, tetap tidak luput dari serangan beliau. Begitu Ar-Rafi'i wafat, beliau mengkritiknya dengan kritikan yang sangat pedas. 'Ali Thanthawi membela Ar-Rafi'i, namun pembelaan itu dihadapi Sayyid dengan balasan yang keji dan sekaligus tajam.
Pada awal-awal tahun 40-an, beliau menulis dua buah buku beliau yang sangat terkenal: At-Tashwir Al-Fanniy fi Al-Qur'an—yang beliau persembahkan untuk ibu beliau—dan Masyahid Al-Qiyamah Fi Al-Qur'an—yang beliau persembahkan kepada ruh bapak beliau. Beberapa dari para pembaca banyak yang terkejut ketika mereka mendapatkan dalam dua buah buku tersebut tidak terdapat lafal basmalah (bismillahirrahmanirrahim). Karena ternyata, ketika itu. Sayyid belum memiliki orientasi keislaman.

Sekilas Tentang Sebagian Sifat-sifat Pribadi Beliau
1. Jujur
Di antara sifat-sifat yang menonjol pada diri Sayyid Quthb adalah jujur. Sifat ini mewarnai seluruh tulisannya secara jelas. Hal itulah di antaranya yang menjadikan pergaulan beliau dengan pemerintah hampir mustahil. Garis pembatas ini sangat nampak pada masa kejahiliyahan dan masa keislaman beliau. Pada masa pemerintahan Raja Faruq, para penulis memenuhi pujian kepadanya. Mereka menulis surat untuk mengungkapkan kecintaan mereka terhadap sang raja dengan menghinakan diri mereka secara murah, sambil berupaya untuk mendekatkan diri mereka sampai rela menundukkan diri mereka dibawah telapak kakinya demi meraih dunia yang selalu mereka puja. Sedangkan Sayyid Quthb, dengan kejujuran beliau, enggan untuk melakukan semua itu. Pada hari pernikahan Raja Faruq dan pada peringatan hari ulang tahunnya. Anda bisa melihat koran-koran harian dipenuhi dengan tulisan-tulisan dari pena para penulis kecuali pena Sayyid. Ketika itu, Anda tidak akan menemukan nama beliau diantara nama-nama penulis tersebut.
Kejujuran ini bisa terlihat pada ungkapan-ungkapan beliau. Beliau telah menulis di salah satu majalah yang terbit di Mesir. yaitu: Al-Fatah Al-Isytirakiyyah dengan judul besar Raayaka Ya Maulaya (Rakyatmu, Wahai Tuanku). Beliau tampilkan gambaran-gambaran kemewahan yang jahat dan sekaligus gambaran-gambaran kesengsaraan dan kemiskinan sebagai kebalikannya.
Pada saat terjadi revolusi pada tahun 1952 M. Dewan Revolusi meminta beliau menjadi penasihat untuk urusan-urusan internal. Akan tetapi beliau tidak bisa bekerja bersama mereka, kecuali hanya selama tiga bulan. Setelah itu beliau meninggalkan mereka. karena beliau tidak bisa menerima penyimpangan dan ketidak-konsistenan.
Islam telah menjadikan sifat ini melekat pada bagian terdalam dalam diri beliau. Kejujuran telah menjadi sebuah tanda bagi setiap pergaulan dan ucapan beliau, serta selalu berdenyut dengan setiap kata dari seluruh kata-katanya. Setiap ungkapan beliau juga mengungkapkan kejujuran tersebut. Hal ini nampak bagi Anda dengan sangat jelas pada cetakan kedua buku beliau Azh-Zhilal dan pada pasal-pasal buku beliau.
Beliau pernah mengatakan kepada salah seorang murid beliau, yang juga bernama Sayyid. "Ke sinilah wahai Sayyid, kita mengulang bersama salah satu pasal dari buku ini. Aku kira, pintu-pintu penjara akan dibuka kembali untuknya dan untuk kita. Bisa jadi tiang gantungan telah dipancangkan untuk kita. Murid-murid beliau berharap kepada beliau agar jangan mencetak buku Al-Maalim demi menjaga keberlangsungan hidup beliau. Namun beliau menolak keras harapan mereka seraya berkata. "Penyampaian harus tetap terlaksana."
Murid-murid beliau bertanya kepada beliau, "Mengapa Anda sangat berani untuk berterus terang di depan pengadilan yang telah memegang leher Anda?" Beliau menjawab, "Karena dalam urusan aqidah (keyakinan) tidak boleh ada tauriyyah (kepura-puraan). Karena hal itulah seorang komandan tidak boleh mengambil keringanan-keringanan." Sifat ini nampaknya sebagai suatu sifat istimewa yang dimiliki oleh seluruh anggota keluarga Quthb. Hamidah—saudari kandung beliau—berkata, "Sangat mungkin bagiku untuk dibebaskan dari kurungan penjara selama puluhan tahun seandainya aku menyembunyikan aqidahku. Namun aku menolak hal itu. Justru aku katakan dengan terus terang mengenai kekafiran para thaghut itu."
Beliau berkata pada pasal Perpindahan yang Jauh Ma'alim Fi Ath-Thariq halaman 206, "Kami tidak akan melakukan tipu muslihat terhadap manusia dengan mengatas-namakan Islam. Dan kami tidak akan pernah mengikuti hawa nafsu dan konsepsi-konsepsi mereka yang sudah menyimpang." Kami akan berterus terang kepada mereka mengenai kejahiliyahan yang dipenuhi tipu daya ini. Karena Allah menghendaki agar kalian bisa hidup senang."
2. Berani dan Jantan
Sifat kejantanan beliau nampak pada tindakan-tindakan beliau, baik di masa kejahiliyahan maupun di masa keislaman beliau. Beliau tidak pernah terjatuh dan terperosok dalam lembah kehinaan. Dan tidak pula tenggelam dalam rawa berlumpur hubungan seksual. Anda bisa membaca mengenai bagaimana kecintaan beliau terhadap kisah Asywak pada masa kejahiliyahan beliau. Sedang sifat kejantanan beliau bisa dilihat dalam buku Al-lhda'. Dalam buku itu beliau berkata, "Kepada perempuan yang menceburkan dirinya bersamaku ke dalam duri-duri. Dia berdarah aku pun berdarah, dia sengsara aku pun sengsara. kemudian dia berjalan pada suatu jalan dan aku pun berjalan pada suatu jalan, keduanya dalam keadaan terluka setelah pertempuran. Dirinya tidak bisa meraih ketenangan,demikian juga diriku.
Anda tidak akan menemukan pada diri beliau kebusukan perbuatan keji. Tapi justru sebaliknya, Anda bisa melihat kepribadian yang lurus yang mengekspresikan pengalaman kemanusiaan dengan ungkapan yang mengandung nilai sastra. Tanpa pencairan kepribadian, penyimpangan, penurunan, dan keruntuhan.
Beliau temukan akhlak para tokoh dalam Islam sebagai bahan mentah yang baik dalam diri Ustadz Sayyid, lalu beliau mengembangkannya dan mengarahkannya. Sehingga menghasilkan hal-hal yang sangat menakjubkan, bahkan melebihi puncak tujuan semula yang hendak diraih.
Beliau berkata dalam mukadimah Azh-Zhilal. "Aku hidup di bawah naungan Al-Qur'an. Aku melihat dari ketinggian ke arah kejahiliyahan yang berombak dibumi, dan kepada perhatian para pembawanya yang lemah dan kerdil. Aku melihat kepada ketakjuban mereka terhadap pengetahuan anak-anak yang mereka miliki, konsepsi-konsepsi anak-anak. Dan perhatian anak-anak, sebagaimana seorang dewasa memandang permainan dan usaha-usaha keras anak-anak. Dan yang lebih mengherankan lagi, bagaimana keadaan orang-orang ini? Bagaimana keadaan mereka bergerak mundur dalam lumpur yang terinfeksi?
Dari sinilah beliau menginjak dunia para penguasa, beliau lebih memilih hidup di balik jeruji penjara. Beliau berkata, "Sungguh, jari telunjuk yang bersaksi untuk Allah tentang keesaan-Nya di dalam shalat, pasti menolak untuk menulis satu huruf pun untuk mengakui hukum Thaghut." Meskipun dari pihak Departemen Pendidikan seringkali menawaran dunia kepada beliau ketika ada di dalam penjara.
Beliau berkata, "Mengapa aku minta belas kasihan? Jika aku divonis dengan benar, maka aku rela dengan hukum yang benar. Namun jika aku divonis dengan tidak benar, maka itu lebih benar bagiku daripada aku meminta belas kasihan kepada ketidak-benaran." Padahal tali gantungan telah nampak di depan mata beliau.
Setelah keluar vonis mati, pada hari Ahad bertepatan dengan tanggal 28 Agustus 1966 M.—dan sebelum pelaksanaan eksekusi hukuman mati, datang keputusan yang ditanda-tangani langsung oleh thaghut binasa Jamal 'Abdul Nashir, "Eksekusi hukuman mati pada semua terhukum, yaitu: Sayyid Quthb, Muhammad Yusuf Hawasy, dan Abdul Fattah Isma'il!!“ Pada surat keputusan itu ada isyarat yang berusaha merayu Sayyid Quthb untuk meminta maaf, agar bisa memperingan vonis hukuman mati kepada beliau.
Hamzah Basyuni—selaku kepala Penjara Militer—mendatangi Hamidah Quthb untuk membacakan surat keputusan tersebut. Setelah itu berkata, "Kita masih memiliki satu kesempatan untuk menyelamatkan Ustadz Sayyid Quthb, dan kesempatan itu adalah permintaan maaf beliau. Saya berjanji akan membebaskannya setelah enam bulan."
Hamidah berkata, 'Aku mendatangi saudaraku untuk menyebutkan hal itu kepadanya." Beliau menjawab, "Aku tidak akan pernah minta maaf atas pekerjaan yang aku lakukan bersama Allah."
Pada bulan April tahun 1965 M—sama dengan bulan ketika beliau ditangkap, aparat keamanan mengirim salah seorang anggotanya memanjat rumah beliau untuk masuk dan menggeledah. Namun beliau menangkapnya, memperingatkannya, dan memberinya pelajaran. Beliau berkata, "Sesungguhnya rumah-rumah itu memiliki kehormatan-kehormatan. Apakah Anda tidak mengetahui adab masuk rumah? Kemudian beliau menulis surat kepada pimpinan aparat keamanan. Beliau mengatakan dalam surat itu, "Kirim kepadaku seorang manusia, jangan Anda kirim seekor anjing." Setelah itu beliau datang langsung kepada kantor aparat keamanan, beliau berkata. "Aku mendatangi kalian agar kalian bisa menangkapku."
3. Kemuliaan dan kedermawanan beliau
Sifat ini biasanya selalu berdampingan dengan sifat pemberani. Di mana terdapat kejernihan jiwa dan kedermawanannya, maka di situ jualah terdapat keberanian. Jiwa yang dipenuhi ruh kedermawanan, akan menganggap harta dan kenikmatan dunia tidak berarti apa-apa. Sayyid selalu menginfakkan setiap rezeki yang datang kepada beliau tanpa menyimpannya sedikit pun. Banyak penghuni penjara Liman Thuroh yang memiliki hutang kepada beliau dengan jumlah yang tidak sedikit, sampai para penjahat dan para penjaga penjara (sipir) juga. Bahkan beliau mengkhawatirkan kondisi kekeluargaan para sipir. Ketika kondisi keluarga mereka dalam keadaan kesusahan, beliau membuktikan rasa belas kasihan beliau dengan meringankan kesulitan-kesulitan, kesempitan-kesempitan, dan kesengsaraan-kesengsaraan mereka.
Kerasnya kemauan dan kedermawanan beliau mampu menaklukan perasaan hati banyak orang yang mengenalnya. Dengan kemuliaan beliau yang memikat hati itulah yang menjadikan beliau layaknya pimpinan yang sebenarnya di penjara Liman Thuroh. Sampai-sampai, Al-Hulwani-pimpinan penjara-berkomentar, "Pimpinan penjara yang sebenarnya adalah Sayyid Quthb." Kalau Anda mau, silahkan baca risalah pendek beliau Afrah Ar-Ruh. Bagaimana beliau bisa meledakkan potensi-potensi kebaikan yang tersimpan dalam lubuk hati para penjahat. Dalam risalah ini, terdapat banyak bekal bagi para dai yang mengamalkan ilmunya.
Karena itulah beliau berangkat menuju Rabb beliau, sedangkan beliau tidak memiliki meskipun hanya satu meter tanah di atas bumi ini.
Dengan kejujuran beliau, beliau selalu menepati janji. Dengan kemuliaan hati beliau, banyak hati yang terpikat. Dengan kerendahan hati beliau, para tentara menjadi akrab. Dan dengan keberanian dan kekerasan beliau, pasukan mampu beliau pimpin.
4.Kerendahan hati beliau
Ini adalah tanda orang-orang shalih:
"Negeri akhirat itu Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri dan berbuat kerusakan di (muka) bumi. Dan kesudahan (yang baik) itu adalah bagi orang-orang yang bertakwa." (QS. Al-Qashash: 83)
Sikap beliau yang meninggi kepada para Thaghut, sebanding dengan kadar kerendahan hati dan ketenangan sikap beliau kepada murid-murid beliau dari kalangan kaum mukminin. Lihatlah, bagaimana salah seorang dari mereka memberi isyarat kepada beliau untuk menghapus salah satu alinea dari rancangan (draft) buku tafsir atau untuk meralat salah satu ungkapan yang menurutnya kurang tepat, dan beliau pun mengabulkannya.
5.Rasa cinta, kepedulian, dan kemurahan hati beliau
Kemurahan hati terpancar indah dari jiwa beliau, dan bahkan meluas kepada seluruh anggota keluarga beliau. Anda bisa melihat, karena besarnya rasa tanggung jawab beliau agar bisa mencukupi kebutuhan keluarga, beliau tidak sempat menikah sebelum ujian yang beliau alami: beliau ingin menjaga seluruh keluarga. Semenjak ayah beliau meninggal, beliaulah yang kemudian menjadi kepala keluarga.
Ustadz Muhammad Quthb berkomentar mengenai saudaranya Sayyid, "Dia adalah ayahku, saudaraku, guruku, dan sekaligus temanku."
Pada tahun 1953 M, pada acara jamuan Konferensi Islam di kota Al-Quds. ketika itu Jama'ah Ikhwanul Muslimin menjadi penanggung jawab acara tersebut. Yang mulia pengawas umum jama'ah Ikhwanul Muslimin dari Yordania, Ustadz Muhammad Khalifah mengatakan, "Ustadz Sayyid meminta supaya aku memerintahkan kantor pusat Kairo—dari kota Amman." Aku bertanya kepadanya, "Apakah Anda membutuhkan sesuatu?" Dia menjawab, "Tidak, saya hanya sedang rindu untuk mendengar suara Sang Ayah (Al-Waalid) pemimpin umum (Al-Mursyid Al-'Aam) Ustadz Al-Hudhaibi, meskipun hanya melalui suara telepon."
Beliau sering mengulang kata Al-Waalid Al-Mursyid dalam masa introgasi dan ketika disidang di pengadilan.
Kepedulian beliau (perasaan bertanggung jawab untuk selalu mencukupi) tidak terbatas hanya pada hubungan beliau dengan manusia. Bahkan sampai pada hubungan dengan semua yang ada di sekitar beliau, sampai hubungan beliau dengan hewan sekali pun. Suatu ketika, para penghuni penjara Liman Thuroh mendapati seekor kucing yang membuat siapa saja merasa jijik jika melihatnya. Kucing itu sering mendekat ke tempat Ustadz Sayyid Quthb, sehingga mendorong beliau untuk menyisakan sebagian jatah makan untuk sang kucing. Beliau berkata, "Bukan termasuk orang yang peduli apabila kita bersikap kurang ramah, menyia-nyiakan, dan membiarkannya dalam usia tuanya setelah sekian lama kita berteman dengannya."Kepedulian beliau ini mengembalikan ingatan kita kepada kisah generasi awal seperti Abu Hurairah. Membuka kembali ke hadapan mata kita gambaran Zaid bin Ad-Datsinah ketika dia berkata, "Demi Allah, aku tidak suka berada dalam kondisi selamat di tengah keluargaku, sedangkan Muhammad terkena duri di telapak kakinya." Kalimat itu muncul sebagai jawaban atas pertanyaan yang dilontarkan Abu Sufyan, "Apakah engkau suka Muhammad berada pada posisimu untuk menggantikanmu, sehingga kami bisa menggantungnya di atas tiang salib untuk mengeksekusinya?" Lalu Abu Sufyan berkomentar, "Aku tidak pernah melihat kecintaan sebagaimana kecintaan para sahabat Muhammad kepada Muhammad."
Saya katakan, "Contoh-contoh inilah yang membuat bumi menjadi lengang darinya—kecuali hanya sedikit sekali, dan yang menjadikan dunia ini tidak bisa lagi melahirkan contoh-contoh sepertinya. "Tentara-tentara Al-Banna berusaha menghadirkan kembali biografi tokoh mulia ini. Mereka berusaha menghidupkan kembali harapan pada hati ratusan juta manusia, dan membuktikan kepada dunia bahwa Islam masih dan akan senantiasa mampu melahirkan tokoh-tokoh seperti mereka.
Ustadz Sayyid Quthb berkata kepada saudari kandung beliau, Hamidah Quthb, "Jika engkau bertemu Al-Walid Al-Mursyid—ini satu hari sebelum eksekusi—sampaikan salam dariku kepadanya dan katakan kepadanya: Sayyid masih kuat untuk menanggung beban terberat yang dibebankan pada manusia, hingga Anda tidak tersakiti sedikitpun.

Biografi Sayyid Quthb Dalam Lapangan Pergerakan
Ustadz Sayyid memasuki dakwah Jama'ah Ikhwanul Muslimin pada tahun 1951 M. Beliau mengungkapkan hal ini dengan ungkapan mendalam, "Saya dilahirkan pada tahun 1951 M. Sayyid datang atas takdir dari Allah. Setiap ajal telah tertulis." Di permulaan masuknya ini, Saya kurang begitu mempedulikan urusan dakwah. Beliau juga belum mau menyusahkan diri untuk bertemu dengan komandan jama'ah Al-Banna yang telah mengumpulkan putra-putra Mesir pilihan langsung dibawah bimbingannya dan berada di antara barisannya. Yang menjadi sasaran dakwah Al-Banna adalah putra-putra Mesir pilihan.
Sayyid Quthb mulai berkecimpung dalam dunia tulis-menulis tentang Islam secara umum. Sayyid belum merambah ke dimensi terdalam dari agama ini. Dengan kedalaman yang tidak mungkin bisa diukur, beliau menulis buku Al-Adalah Al-ljtima'iyah untuk membahas tentang sistem hukum dan pengaturan harta benda. Beliau menorehkan kalimat persembahan yang sangat indah, "Kepada orang-orang yang kutatap mereka dengan pandangan khayalan, kulihat mereka tengah berdatangan. Kulihat mereka berdiri tegak dalam kancahrealitas kehidupan. Selalu berjihad dengan harta benda dan jiwa mereka di masa depan yang jaraknya sangat dekat." Kemudian beliau memerintahkan saudaranya, Muhammad, yang sedang berada di Mesir supaya mencetak buku itu. Ustadz Muhammad mencetak buku itu dengan disertai kalimat persembahan tersebut.
Pada saat bersamaan, pemerintah tengah menimpakan malapetaka kepada jama'ah Al-Ikhwan. Menjebloskan mereka ke penjara-penjara sebagai pendahuluan atas pembunuhan pemimpin mereka Asy-Syahid (insya Allah-ed.) Al-Banna. Pemerintah menyangka Sayyid Quthb adalah termasuk salah seorang anggota jamdah Al-Ikhwan, dan buku Al-Adalah juga dipersembahkan untuk para pemuda Al-lkhwan. Oleh sebab itu, pemerintah mencekal buku tersebut, dan melarang penyebarannya kecuali dengan menghapus kalimat persembahan tersebut. Pada akhirnya, kalimat persembahan itu pun dihapus.
Ustadz Sayyid bercerita tentang diri beliau sendiri ketika berada di tengah perjalanan menuju Amerika, sebagai salah satu anggota delegasi dari Departeman Pendidikan Mesir yang kementeriannya dijabat oleh Thaha Husein guru beliau sendiri. Ustadz Sayyid diutus dalam rangka meneliti kurikulum-kurikulum yang dipakai oleh Amerika. Ustadz Sayyid bercerita, "Kami ada enam orang yang termasuk golongan yang berafiliasi kepada Islam. Kami berada di atas kapal laut Mesir menuju ke kota New York. Sedangkan gelombang Samudera Atlantik berdeburan berada di belakang kapal kami." [Fi Zhilafil Qur'an ketika menafsirkan (QS. Yunus: 37) Lihat cetakan DarAsy-Syuruq (11/1786)] 
Pada saat itu, beliau menganggap dirinya hanya seorang yang berafiliasi kepada Islam.
Namun, Allah berhendak memberi petunjuk (hidayah) beliau kepada jalan yang lurus dengan memperlihatkan kepada beliau tanda-tanda keagungan-Nya. Hingga pada akhirnya, Allah menjadikan beliau sebagai seorang prajurit yang ikhlas dalam barisan dakwah Islam.
Ada dua kejadian yang menimpa beliau, sehingga mendorong diri beliau masuk ke dalam divisi dakwah:
Kejadian Pertama:
Kejadian ini terjadi pada tanggal 13 Februari 1946 M. Beliau berkisah tentang kejadian itu: Pada saat beliau tengah terbaring di atas tempat tidur sebuah rumah sakit di Amerika, beliau melihat rambu-rambu hiasan, lampu-lampu listrik yang berwarna-warni, dan beraneka macam musik serta tarian Barat. Lalu beliau bertanya, "Perayaan apa yang sedang kalian rayakan?" Mereka menjawab,"Pada hari ini, di bagian timur, ada seorang musuh besar agama Kristen yang telah terbunuh." Pada hari ini, Hasan Al-Banna telah terbunuh. Kejadian ini cukup membuat hatinya berguncang keras, Hasan Al-Banna?!! Kematiannya dirayakan dengan sangat meriah di negara Amerika. Kalau begitu adanya, pasti orang itu adalah seorang yang ikhlas dan dakwahnya juga benar-benar membahayakan, sehingga membuat anggota badan orang-orang Barat menggigil ketakutan karena merasa gelisah dan resah.
Kejadian Kedua:
Kejadian ini terjadi di rumah kediaman pimpinan Agen Intelejen Inggris yang berkedudukan di Amerika. Pada saat itu, kedutaan-kedutaan besar negara-negara Barat berlomba-lomba untuk melemparkan jalanya dalam rangka memburu mahasiswa-mahasiswa yang berasal dari negara-negara Timur. Mereka berusaha menjerat dan menjatuhkan mereka (mahasiswa-mahasiswa Timur-ed.) ke dalam perangkap-perangkap mereka untuk dilantik menjadi pegawai dalam berbagai lembaga mereka yang beraneka macam. Hingga pada akhirnya, mereka ditempatkan dalam posisi-posisi jabatan yang bertugas untuk membantu kepentingan negara-negara Barat tersebut dan serta sebagai sirine hidup yang setia demi membantu kepentingan mereka. Buruan apa yang lebih berharga dari seorang penulis terkenal yang bernama Sayyid?
Menyadari akan berharganya diri Sayyid, pimpinan Agen Intelejen Inggris itu pun mengundang beliau untuk datang ke kediamannya. Ustadz Sayyid berkata, 'Ada dua hal yang menarik perhatianku. Pertama: Orang Inggris ini memberi nama anak-anaknya dengan nama-nama yang Islami, seperti Muhammad, Ali, dan Ahmad. Kedua:Saya mendapati dia memiliki buku Al-Adalah Al-ljtima'iyyah dan dia sedang bekerja untuk menerjemahkarrnya. Buku itu adalah naskah kedua yang ada di Amerika, karena naskah yang pertama ada pada saya dan sampai kepada saya melalui saudaraku Muhammad Quthb."
Pembicaraan dimulai dengan membahas kondisi negara-negara Timur dan masa depan mereka. Serta kejadian-kejadian yang mereka tunggu-tunggu. Kemudian beranjak ke Mesir, agar pembicaraan tentang negara ini mendapat porsi yang lebih banyak. Dan ternyata, diskusi tentang Jamaah Ikhwanul Muslimin mengambil bagian cukup besar dari pembicaraan tersebut. Dipaparkan kepadaku laporan-laporan yang sangat rinci tentang kegiatan jamaah dan mengenai gerakan-gerakan serta khotbah-khotbah Al-Banna sejak jamaah ini masih terdiri dari enam orang dan berkedudukan di kota Ismailiyah, hingga tahun 1949 M. Rincian-rincian itu menguatkan bukti, bahwa mereka telah mengerahkan berbagai peralatan dan harta demi mengikuti kegiatan, gerakan-gerakan, dan keadaan-keadaan Jama'ah Ikhwanul Muslimin. Untuk tujuan itu, mereka mempersiapkan amunisi berupa dana yang besar dan para ahli hanya karena mereka ketakutan terhadap hantu yang mengerikan ini—yaitu Islam.
Orang Inggris itu berkata, "Jika Gerakan Ikhwanul Muslimin mampu dan sukses dalam mengambil alih pemerintahan Mesir, niscaya Mesir tidak akan pernah bisa maju untuk selama-lamanya. Mereka akan mengubahnya dengan mentalitas mereka yang beraneka macam menjadi berada di antara peradaban Barat. Mentalitas mereka yang fanatis dan kurang toleran akan berdiri menghalangi perkembangan bangsa dan negara." Lalu dia menambahkan, "Kami sangat berharap kepada para pemuda terpelajar seperti Anda ini agar menghalangi usaha mereka dalam meraih puncak kekuasaan."
Sayyid berkata, "Saya berkata kepada diri saya sendiri, `Sekarang datanglah kebenaran'." Saya sangat yakin, bahwa jama'ah ini berada di atas kebenaran yang sangat nyata. Tidak tersisa udzur dan alasan sedikit pun bagiku di hadapan Allah jika aku tidak mengikutinya. Inilah Amerika, yang menari-nari di atas tengkorak Banna. Dan Inggris pun ikut-ikutan mengerahkan segala peralatan yang mereka miliki berikut agen-agen intelejennya—sampai di Amerika—untuk memerangi jama'ah Al-lkhwan."
Sayyid berkata, "Aku bertekad dalam diriku untuk masuk sebagai anggota jama'ah Al-lkhwan. Dan saat itu, aku masih berada di rumah kediaman pemimpin Agen Intelejen Inggris."
Tangan Allah telah dipersiapkan untuk mengkondisikan suasana sampai Sayyid Quthb bisa bergabung ke dalam barisan dakwah jama'ah Al-lkhwan. Di Mesir sendiri, buku Al-'Adalah Al-ljtima'iyaah dibagi-bagi, sedang Jama 'ah Al-lkhwan terkurung di penjara-penjara Ath-Thur dan penjara-penjara lainnya, disebabkan kekejaman Raja Faruq yang selalu memerangi mereka. Persembahan buku itu seakan ditujukan sebagai persembahan untuk jama'ah Al-Ikhwan. Jama'ah Al-Ikhwan mengira, bahwa Sayyid Quthb adalah bagian dari mereka dan persembahan buku itu juga ditujukan kepada mereka. sehingga mereka pun menyambut buku Al-'Adalah, mengedarkannya, dan membacanya.
Sedang disini, di Amerika, kejadian demi kejadian membuat diri Sayyid bisa menerima kejujuran ajakan Allah. Kabar tentang waktu kedatangan Sayyid ke Mesir sampai ke telinga para anggota Al-Ikhwan. Divisi dakwah Al-Ikhwan mempersiapkan sekelompok pemuda dari anggota jama'ah kota Kairo untuk menyambut beliau dipelabuhan kota Iskandariyah, di antaranya adalah Abdul Aziz Isa.
Ustadz Sayyid merasa takjub dengan sistem tarbiyah Al-lkhwan, adab, dan akhlak mereka yang mulia. Ketika pertama kali menapakkan kedua telapak kakinya di tanah Mesir, beliau langsung menghubungi Ustadz Al-Hudhaibi Al-Mursyid melalui sambungan telepon. Mengajukan diri kepadanya untuk bisa menerimanya sebagai salah seorang tentara di barisan dakwah Islam. Ustadz Al-Hudhaibi menyambut baik pengajuan diri beliau. Semenjak itu, Ustadz Sayyid memulai kiprah jihad yang tersistem dan terkonsentrasi. Beliau berlaku jujur semenjak saat pertama berkiprah. Sebagai bukti keseriusan beliau dalam urusan ini, beliau mengajukan pengunduran diri dari jabatan beliau di Departeman Pendidikan. dan lalu mengumumkan pemisahan diri kepada Thaha Husein.
Selang beberapa waktu, Ustadz Al-Hudhaibi menyerahkan jabatan pemimpin redaksi surat kabar Ikhwanul Muslimin kepada beliau. Beliau banyak menulis makalah di surat kabar itu—yang mana kemudian, makalah-makalah itu diterbitkan dalam sebuah buku berjudul Dirasah Islamiyyah.
Kemudian terjadilah revolusi pada tahun 1952 M. Al-Ikhwan memegang peranan yang sangat penting dalam mensukseskan jalannya revolusi dan dalam menenangkan serta meredakan keadaan. Sebenarnya, yang memaksa Raja Faruq untuk menandatangani dokumen pembatalan vonis adalah Jenderal 'Abdul Mun'im Abdul Ar-Rauf—salah seorang anggota divisi dakwah yang ikhlas bertempat di istana Al-Muntazah kota Iskandariyah. Al-Ikhwan menempatkan sepuluh ribu anggota bersenjata di Kairo untuk mengamankan jalannya revolusi. Raja Faruq menulis dalam memorandumnya (mudzakkirah), "Merekalah, Ikhwanul Muslimin, yang sebenarnya membalikkan singgasanaku. Dan tidaklah para polisi gerakan revolusi, melainkan bagaikan barang mainan yang ada di tangan mereka. Ikhwanul Muslimin hendak memukul saya di Taut terbuka. seandainya saya tidak memerintahkan kapten kapal (nahkoda) untuk mengubah arah kapal." [Lihat Faruq, Baina Al-Qimmah wa Al-Hadhigh]
Saya katakan, "Seusai terjadi revolusi, Majelis Revolusi meminta kepada Ustadz Sayyid agar sudi menjadi penasihat mereka dalam urusan-urusan internal      majelis. Beliau menerima permintaan itu. Namun tidak mampu bekerja bersama mereka lebih dari tiga bulan, dan tiga bulan setelahnya dijalani dengan segan dan lesu tanpa ada kemauan. Kemudian beliau meninggalkan mereka, karena tabiat beliau memang tidak bisa menerima pembengkokan."
***
Masa Tahanan yang Panjang
Rangkaian ujian datang bertubi-tubi menghantam dakwah dan tokoh-tokoh pembesarnya. Sangat benar apabila dikatakan, bahwa Sayyid termasuk di antara sedikit golongan yang telah memberikan waktu, kehidupan, darah, dan harta benda untuk dakwah. Mereka sama sekali tidak mau memandang berlimpahnya dunia yang datang kepada mereka, jika sampai mengorbankan urusan dakwah. Mereka lebih memilih urusan dakwah meskipun dunia selalu mengejar dibelakang mereka. Semoga Allah melimpahkan rahmat-Nya kepada Khabbab bin Al-Art karena beliau mengatakan, "Kami hijrah bersama Rasulullah fisabilillah, untuk mencari Wajah Allah. Wajib bagi Allah untuk memberikan pahala kami. Di antara kami ada yang telah berlalu (meninggal) belum sempat merasakan sedikit pun sebagian pahalanya di dunia. Di antara mereka adalah Mush'ab bin 'Umair, terbunuh pada perang Uhud, tidak ditemukan sehelai kain pun untuk mengkafaninya." [Rijai Haula Ar-Rasul. Hat 47]
Pada tahun 1952, sesudah pertunjukan babak-babak dari adegan drama penembakan Thaghut Jamal Abdul Nashir di Mansyiyah Al-Bakri kota Iskandariyah. mulailah penangkapan-penangkapan menimpa anggota Ikhwanul Muslimin. Ribuan pemuda dijebloskan ke balik tembok-tembok penjara yang gelap gulita. Termasuk Sayyid. beliau pun tidak lepas dari gelombang penangkapan tersebut. Apa lagi pada waktu itu beliau menjabat sebagai kepala seksi penyebaran dakwah. Bahkan, seharusnya beliau termasuk salah satu dari tujuh orang yang digantung di bawah tali tiang gantungan. Mereka adalah para Syuhada, yaitu: Abdul Qadir Audah, Muhammad Farghali, Yusuf Thalat, Ibrahim Ath-Thayyib, Hindawi Duwair, dan Muhammad 'Abdul Lathif.
Tetapi kenyataan berbicara lain, kehendak Allah mengakhirkan kesyahidan beliau agar bisa menulis Azh-Zhilal dan serta Khashaish At-Tashawwur Al-Islami. Disebabkan kerasnya siksaan yang beliau alami, paru-paru beliau mengalami pendarahan hebat, sehingga memaksa mereka untuk memindahkan beliau ke rumah sakit. Saat berada di rumah sakit itulah, vonis mati dijatuhkan kepada beliau. Meledaklah kemarahan bangsa-bangsa muslim. Mereka menumpahkan kemarahan mereka dengan mengadakan demonstrasi-demonstrasi yang ditujukan kepada kantor-kantor kedutaan besar di berbagai penjuru Negara Arab dan Negara Islam. Teriakan-teriakan kemarahan kaum muslimin tumpah ruah di setiap tempat. Melontarkan kalimat-kalimat laknat dan mendoakan kebinasaan dan kecelakaan bagi para eksekutor dan para penghisap darah.
Gedung Republik (Al-Qashru Al-Jumhuri) mengeluarkan janji, tidak akan terjadi lagi hukuman mati. Pengadilan Sayyid Quthb berada pada urutan kedua dan dilaksanakan secara terbuka. Sidang pengadilan rakyat dipimpin oleh Jamal Salim yang disertai oleh dua anggota, Husein Asy-Syafi'i dan Anwar As-Sadat. Sayyid Quthb menampakkan keberanian yang luar biasa di hadapan-makhluk yang dinamakan-para hakim. Beliau melepas pakaian di depan sidang sambil berkata dengan nada mengejek, "Lihatlah, wahai para hakim penegak keadilan!!" Kemudian melanjutkan, "Kami ingin bertanya, siapakah di antara kita yang lebih berhak untuk diadili dan dipenjara, kami ataukah kalian? Kami memiliki dokumen-dokumen yang membuktikan bahwa kalian adalah boneka-boneka milik Intelejen. Beliau mulai mengungkap kejadian-kejadian dan dokumen-dokumen yang menyumbat mereka dengan kehinaan dan menodai mereka karena hubungan mereka dengan Si Kafir—duta besar Amerika saat itu. Hal itu memaksa Jamal Salim segera menghentikan sidang dan menutup pengadilan.
Vonis hukuman dijatuhkan kepada beliau, yakni dengan pekerjaan-pekerjaan berat seumur hidup. Selang beberapa waktu dan karena sebab kondisi kesehatan, beliau mendapat remisi, sehingga masa tahanan beliau menjadi lima belas tahun.
Sayyid Quthb ditempatkan di Liman Thuroh-sebuah penjara yang berisikan ratusan pemuda anggota Al-Ikhwan. Beliau menyaksikan dengan mata kepala beliau sendiri pembataian anggota Al-Ikhwan di Liman Thuroh. Pemerintah melepaskan senjata-senjata otomatis mereka kepada anggota Al-lkhwan, sehingga mereka terbunuh dalam satu sel penjara. Ceceran daging-daging dari dua puluh satu pemuda Al-Ikhwan menempel didinding. Bagi siapa yang menginginkan data yang lebih, silahkan baca buku Aqsamtu An Arwiya Aku Bersumpah Akan Meriwayatkan,' karya Rox Ma'krun.
Sayyid Quthb menderita penyakit radang tenggorokan, sehingga beliau ditempatkan di mashahhah penjara—rumah sakit mini di penjara—bersama para penderita penyakit yang berhubungan dengan dada-seperti TBC—dari kalangan gembong-gembong kriminal yang menghuni penjara. Beliau meminta kepada pihak manajemen penjara, agar antara beliau dan orang-orang yang sakit itu diberi kain sebagai pembatas. Pihak manajemen penjara pun mengabulkannya. Kain yang dikuatkan pun diletakkan sebagai pembatas, sehingga seakan-akan beliau berada dalam kamar tersendiri. Muhammad Yusuf Hawasy mengikuti beliau tinggal dalam kamar yang diberi kain pembatas itu. Dan perbuatan inilah yang dianggap sebagai tindakan kejahatan Hawasy, sehingga vonis mati dijatuhkan kepada dirinya pada tahun 1966 M.
Ustadz Sayyid menjalani hukuman di penjara dengan penuh kesabaran, dan mengharap pahala kepada Allah atas semua ujian ini. Sambil mendidik (men-tarbiyah) saudara-saudara senasib di sekeliling beliau dengan jujur. Mencurahkan kasih sayang—bersumber dari jiwa beliau yang bercahaya—kepada mereka. Mendekap mereka dalam pelukan Hati beliau yang lapang. Beliau menjawab kepada orang-orang yang berusaha mendorong agar mau berdamai dan menyerah kepada pemerintah, "Sungguh, dengan sebab kesabaran kami, banyak juga orang yang mampu untuk bersabar." Kalimat itu sama persis dengan kalimat yang pernah diucapkan Imam Ahmad bin Hambal.
Kondisi kesehatan beliau dalam penjara semakin memburuk. Beliau menderita sakit nyeri dada yang mencekam (angina pectoris). Tubuh beliau yang kurus kering, di dalamnya terdapat daftar beberapa penyakit. Namun beliau bersikukuh untuk tetap tinggal dalam penjara. Padahal nyeri dada yang beliau alami, sering kambuh sebanyak dua kali dalam sepekan. Nyeri dada ini berbentuk seperti sebuah gumpalan/pembekuan (biasanya dalam pembuluh darah).
Tim dokter yang bertugas merawat kesehatan beliau mengajukan laporan-laporan kepada Jamal Abdul Nashir dan menasihatinya, "Jika Anda menginginkan agar orang ini meninggal di luar penjara. bebaskan saja orang ini. Karena kematian bisa menjemputnya sewaktu-waktu tanpa permisi. Namun justru Jamal Abdul Nashir malah mengundur-undur pembebasan tersebut. Hingga Ahmad Ablo turut campur untuk membebaskan beliau dari penjara, di tengah kunjungannya ke Kairo selang waktu sebentar sebelum kematiannya. Mereka membuat kedustaan terhadap Ahmad Ablo dengan berpura-pura membebaskan beliau. Mereka memindahkan beliau kerumah sakit Al-Qathr Al-'Aini (Universitas Kairo), karena kondisi kesehatan beliaulah yang menuntut pemindahan ini. Hal itu disebabkan karena sanatorium (mashahhah) penjara—dengan obat-obat dan peralatan medisnya yang sangat sederhana, tidak cukup mampu untuk mengobati penyakit-penyakit beliau.
Beliau dirawat di gedung Al-'Aini selama enam bulan, setelah itu dikembalikan lagi ke sanatorium (mashahhah ) Liman Thuroh. Pada bulan April tahun 1964, diadakan perayaan-perayaan dalam rangka selesainya fase pertama pembangunan bendungan Al-'Ali. Mesir mengadakan perjamuan menyambut kedatangan Chritsyof, untuk menyaksikan perayaan-perayaan tersebut. Sebagai penghormatan terhadap kedatangan Chritsyof, orang-orang Komunis dibebaskan dari penjara.
Abdussalam Arif termasuk salah seorang di antara orang-orang yang diundang dalam perayaan tersebut. Dia mendapat telegram dari Mufti Iraq, Syaikh Amjad Zahawi, berbunyi, "Barangsiapa memberi syafa'at (pertolongan)yang baik, niscaya dia akan memperoleh (pahala) daripadanya. Berilah syafa'at kepada Sayyid." Akhirnya Abdussalam menjadi wasilah (perantara) untuk membebaskan beliau. Sayyid Quthb dibebaskan dari penjara pada tahun 1964 M. Abdussalam menawarkan kepada beliau untuk menemaninya ke Iraq, menjadi penasihatnya. Namun Ustadz Sayyid meminta maaf kepadanya karena tidak bisa memenuhi keinginannya. Sebab, kondisi kesehatannya belum memungkinkan untuk diajak bepergian dan belum mengizinkan untuk berpisah. Padahal sebab sebenarnya di balik permintaan maaf beliau adalah sebagaimana penjelasan berikut,"Sesungguhnya, kami dengan penyandaran kami dan seandainya dengan pendapat-pendapat tentang kondisi jahiliyah, sesungguhnya kami divonis dengan hukuman mati disebabkan karena setiap tulisan-tulisan kami yang selalu melawan para thaghut, sehingga kata-kata kami menjadi tinta di atas kertas."
Sejatinya, Jamal Abdul Nashir tidak setuju dengan pembebasan beliau, kecuali setelah dia yakin bahwa Sayyid Quthb telah habis' dan menjadi bagaikan`rongsokan manusia' yang sudah tidak punya kemampuan untuk bergerak dan mengumpulkan orang.
Akan tetapi, jiwanyalah yang bekerja. Ustadz Sayyid telah menyiapkan rancangan (draft) buku dan sudah mulai mengeditnya. Kemudian setelah selesai, beliau menyerahkannya ke penerbit. Maka terbitlah buku Al–Ma'alim. Cetakan perdana yang diterbitkan oleh penerbit wahbah langsung terjual habis dalam waktu yang sangat singkat. Hal itu membuat intelejen Mesir sangat terkejut, dan membuat orang-orang Komunis 'bergerak'. Mereka mencermati buku kata demi kata. Mereka sangat yakin, bahwa buku ini akan membinasakan organisasi mereka yang sampai pada puncak kekuatannya di masa ketidak-hadiran para pemuda muslim, karena saat itu mereka tengah berada di balik tembok penjara. Orang-orang Komunis menyalakan api kedengkian dan kebencian yang panas teriknya, tidak pernah reda sesaat pun dalam hati Jamal Abdul Nashir.
Ada seseorang mendatangi Muhammad Quthb dan menginformasikan, bahwa orang-orang Komunis sangat berupaya serius untuk membunuh Anda dan saudara Anda Sayyid Quthb. Di dalam mimpi, Ustadz Sayyid melihat seekor ular besar melilit leher beliau. Mimpi itu diceritakan kepada teman-teman duduk beliau, mereka menanggapi. ''Ah, mimpi seperti itu hanya bunga tidur yang tidak ada artinya." Namun beliau berkomentar, "Akan tetapi, aku menyangka itu adalah tali gantungan yang sedang dipegang oleh orang-orang Komunis."
Pemerintah berusaha—pertama-tama—membungkam para dai yang berdakwah secara terang-terangan dengan penculikan-penculikan. Usaha penculikan dimulai terhadap seorang mujahid wanita, Zainab Al-Ghazali. Ketika dia dikejutkan dengan sebuah mobil besar—milik intelejen atau atas instruksi dan komando darinya—yang menyeruduk mobil Zainab, sehingga mengakibatkan salah satu kakinya patah. Tak lama kemudian, dia dibawa ke rumah sakit dan dirawat di sana selama setahun penuh. Usai kejadian itu, tersebarlah informasi bahwa intelejen sangat serius ingin membunuh Sayyid Quthb, Zainab Al-Ghazali, Muhammad Quthb, dan Muhammad Hawasy. Hal itu menyebabkan intelejen terpaksa menghentikan rencana tersebut.
Musim panas tahun 1965 M datang membawa takdir-takdir Allah bagi dakwah Islam yang disembunyikan diantara tulang-tulang rusuknya. Takdir-takdir Allah itu berupa penangkapan, pengejaran, dan pemberangusan yang sudah direncanakan oleh protokol-protokol mereka di Kremlin dan Gedung Putih, kemudian dilaksanakan oleh 'cakar-cakar' mereka yang ada di belahan bumi bagian timur (masyriq).
Sayyid Quthb ditangkap pada tanggal 26 April 1965M. Beliau dijebloskan ke dalam Penjara Militer, setelah sebelumnya berpindah dari satu penjara ke penjara lainnya. Hingga pada akhirnya, beliau ditetapkan di Penjara Militer. Di masa awal penangkapan, beliau dicampakkan di penjara yang gelap gulita di tengah-tengah empat anjing polisi. Anjing-anjing polisi itu bertugas menakut-nakuti para tahanan, di samping untuk menggigit daging-daging mereka dan mencabik-cabiknya setelah menerima perintah dari 'anjing-anjing berbentuk manusia' dari kalangan aparat polisi.
Tuduhan yang dilontarkan kepada beliau adalah berupa pengkhianatan terbesar dengan kepemimpinan beliau dalam sebuah organisasi teroris, yang ingin mengubah system hukum yang ada dengan kekuatan. Ini benar-benar suatu kenyataan dan kalimat kebenaran yang dipergunakan untuk maksud yang batil (tidak benar). Karena sudah menjadi kewajiban bagi seorang pembela kebenaran mengajak untuk rnembela agamanya dan mengaplikasikan Islam di segala bidang kehidupan. Tidak boleh berdamai (berkompromi) dan mengambil muka (menjilat) serta meninggalkan perjuangan menegakkan kebenaran yang memang sudah menjadi kewajiban.
Benar, yang mulia Al-Mursyid telah mengamanatkan kepada beliau untuk memimpin organisasi pada tahun 1962 M. Beliau pun menaati perintah tersebut, karena beliau sangat paham apa arti ketaatan dalam Islam. Taat kepada pemimpin (amir) adalah suatu keawajiban yang melekat di leher. Sebaliknya, bermasiat (durhaka) kepadanya adalah suatu dosa yang berhak untuk mendapatkan hukuman. Maka beliau pun menerima amanah itu. Beliau mengurus tarbiyah para anggota melalui tulisan-tulisan beliau, sedangkan beliau sendiri ketika itu masih berada dalam penjara. Beliau membimbing langsung dengan memberikan seluruh hidup, jiwa, waktu, dan pemikiran beliau kepada Al-Ikhwan.
Tandzim inilah yang beliau isyaratkan dalam kata pengantar Al-Ma'alim sebagai pionir kebangkitan Islam. Beliau sangat yakin, bahwa kebaikan manusia, kebahagiannya, dan ketenangannya tergantung terhadap suksesnya ‘Harakah Islamiyah’. Sebagaimana perkataan beliau dalam kata pengantar Azh-Zhilal (Hal: 5 Cet. Daar Asy-Syuruq), "Aku selesaikan waktu hidupku di Zhilalil Qur'an sampai pada suatu keyakinan yang pasti dan mantap bahwa tidak ada kebaikan bagi bumi ini, tidak ada kenyamanan bagi kemanusiaan ini, tidak ada ketenangan bagi manusia ini, tidak ada kemuliaan, tidak ada keberkahan, tidak ada kesucian, dan tidak ada keserasian dengan sunah-sunah alam ini dan fitrah kehidupan kecuali dengan kembali kepada Allah. Dan kembali kepada Allah—sebagaimana terlihat dengan jelas dalam Zhilalil Qur'an—hanya memiliki satu bentuk, satu jalan. Hanya satu, tidak ada selainnya. Yaitu mengembalikan seluruh kehidupan kepada kitab ini, Al-Qur'an."
Ketika beliau menerima perintah Al-Mursyid untuk menjadi penanggung jawab jalannya organisasi. Beliau termasuk dalam orang-orang yang telah disebutkan dalam firman Allah:
"(Yaitu) orang-orang yang mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya sesudah mereka mendapat luka (dalam peperangan Uhud). Bagi orang-orang yang berbuat kebaikan di antara mereka dan yang bertakwa ada pahala yang besar." (QS. Ali Imran:172)
Introgasi dan penyiksaan berlangsung terus menerus selama setahun penuh, dari bulan Agustus tahun 1965 M sampai bulan Agustus tahun 1966 M. Meskipun para hakim terdahulu telah menghisap darah beliau, para algojo tetap berambisi agar Sayyid Quthb tidak meninggal dengan cepat, supaya tetap hidup dalam keadaan tersiksa. Mereka mengikat beliau di kursi sambil berkata, "Kami tahu, jika engkau disiksa maka engkau akan mati. Kami tidak ingin engkau cepat mati, karena dengan begitu, engkau bisa beristirahat dari siksaan kami."
Ustadz Sayyid mulai menjadi raksasa di awal masa introgasi dan masa persidangan di pengadilan. Beliau sering mengejek para aparat polisi `pengkhianat' yang antara pagi dan sore menjadi hakim-hakim yang menghukumi permasalahan darah dan kehormatan
Sebagai misal Dajwiy yang menjadi kepala pengadilan.Dia termasuk salah seorang yang pernah menjadi tawanan pada tahun 1956 M. Dia menyerang Mesir melalui siaran radio Israel. Sedangkan Sayyid dengan gaya bicara yang pedas dan bernada mengejek, menghadapi para serigala berbentuk manusia yang mencengkeram leher-leher kaum muslimin, duduk bersila di atas singgasana Mesir, menghukum dengan besi dan api, mencabut sampai akar-akarnya semua sarana eksistensi makhluk dan nilai-nilai masyarakat melalui peralatan yang ada di tangan-tangan mereka. Memerangi setiap nilai keutamaan manusia dengan pena-pena dan aparat-aparat yang mereka miliki. Memerangi prinsip rabbani, ataupun prinsip yang berasal dari bumi.
Namun dengan kesabaran, ketinggian perasaan, dan ketajaman pandangan. Sayyid mampu menjelaskan kelemahan akal para monster itu. Dan sekelompok kaum mukminin yang mengerumuni beliau—dengan ketaatan dan penghormatan mereka kepada beliau, mampu membunuh para algojo tersebut dalam keadaan penuh kesusahan, kedengkian, dan kemarahan. Salah seorang introgator berkata kepada Hajjah Zainab Al-Ghazali-semoga Allah menjaga beliau, "Sungguh. Sayyid telah berdusta atas dirimu dan berkomentar buruk tentang Zainab Al-Ghazali menjawab, "Tidak mungkin Sayyid akan berdusta."
Para introgator berkata kepada seorang pemuda mukmin. "Apakah kamu pernah berhubungan dengan Sayyid Quthb?" Pemuda itu mengingkari pertanyaan itu, dan dia tetap bersikukuh dengan pengingkarannya tersebut meskipun siksaan terus menderanya. Mereka berkata lagi, "Akan tetapi Sayyid Quthb berkata bahwa dirimu pernah berhubungan dengannya." Pemuda itu menjawab lagi, "Jika memang benar beliau mengatakannya, maka beliau memang benar dan jujur. Kalimat pemuda itu sama persis dengan kalimat yang diucapkan Abu Bakar Ash–Shiddiq setelah kejadian Isra'-Miraj.
Terguncanglah eksistensi para thaghut ketika melihat ketegaran sekelompok orang ini. Mereka sangat kaget, karena mereka menyangka bahwa mereka telah membinasakan Islam dan jama'ah Islam tersebut. Kini mereka dikejutkan dengan teladan-teladan yang lebih bersih, oleh sekelompok orang yang lebih kokoh dan lebih kuat dalam berpegang teguh kepada agama Allah daripada orang-orang yang pernah mereka lihat sebelumnya. Kali ini, mereka berasal dari para pemuda yang terpelajar dan terdidik, bahkan sebagian besar dari mereka berasal dari fakultas-fakultas keilmuan dan praktis. Semisal: fakultas kedokteran, tehnik, atom, dan ilmu-ilmu yang lain. Karena ketakutan dan kengerian mereka terhadap akibat benturan dengan para pemuda tersebut, para aparat thaghut menyerang mereka dengan serangan menggila. Sebanyak dua ratus pemuda dari kelompok ini telah menemui kesyahidan di bawah siksaan.
Musibah tragis itu sangat membekas pada diri sang thaghut. Dia benar-benar nyaris gila, sehingga dia berteriak-teriak di depan para anggota intelejen seperti teriakan orang kebingungan dan orang gila, "Aah, mereka mencuri generasi revolusi; seorang tukang penimbang (Qubbani)—penjual kapas, yaitu Asy–Syahid Abdul Fatah Isma'il—dan seorang wanita, yaitu Zainab Al-Ghazali. "Terguncanglah eksistensinya, kondisi kesehatannya juga memburuk, dan kekuatan akal serta sarafnya melemah. Hal itu memaksanya untuk pergi ke Rusia, tempat-tempat pemandian air hangat dan tempat duduk-tempat duduk listrik. Setelah selesai menahan nafasnya di Rusia, dia berkata di atas kuburan Lenin, "Kami benar-benar telah membongkar persengkokolan Ikhwanul Muslimin. Jika kami bisa memaafkan pada yang pertama kali, kami tidak akan memaafkan pada yang kedua kali." Instruksi-instruksi keras diberikan, sehingga penyiksaan yang menakutkan berlangsung terus-menerus selama hampir setahun pada masa introgasi. Ditambah bonus kejahatan terhadap para tahanan.
Saya teringat dengan sebuah kisah yang ditulis oleh Ahmad Ra'if di 'pintu gerbang hitam'. Dia berkata. "Salah seorang dari kami meninggal karena beratnya siksaan yang dia alami di dalam penjara." Ketika sipir penjara membuka pintu penjara pada pagi hari, kami berkata,"Wahai tuan, ada seseorang yang mati!" Sang sipir menyahut, "Wahai anak-anak anjing, biarkan saja. Cuma satu saja kok, banyak orang mati di mana-mana. Siapa yang bertanggung jawab?!"
Hajjah Zainab Ghazali berkata, "Para sipir penjara telah mencambukku dengan enam ribu lima ratus kali cambukan dan jumlah kamar penyiksaan ada tiga puluh kamar, yang pada setiap kamar memiliki alat-alat penyiksaan yang berbeda-beda."
Karena itulah harus dikeluarkan vonis mati terhadap Ustadz Sayyid, terhadap murid beliau Muhammad Yusuf Hawasy, dan terhadap Syaikh Abdul Fattah Isma'il. Sayyid berkata ketika vonis mati dikeluarkan, "Segala puji bagi Allah. aku telah berjihad selama lima belas tahun sampai aku bisa meraih kesyahidan ini." Dan Syaikh Abdul Fattah berkata, "Aku telah menang, demi Rabb ka'bah."
Hati kedua orang ini mampu menguasai hati banyak orang—dengan kesabaran mereka yang sangat ajaib, bahkan sampai hati para algojo yang hendak mengeksekusi mereka berdua. Para polisi penjara militer berkata kepada Syaikh Abdul Fattah Isma'il, "Demi Allah. negeri ini tidak berhak atas dirimu, engkau adalah sebuah mutiara yang hilang di Mesir."
Kerabat dari keluarga Quthb datang membesuk Sayyid setelah keluarnya vonis mati. Beliau memeluk mereka sambil berkata, "Aku telah berdoa kepada Allah agar pelaksanaan hukuman menjadi kesyahidan bagiku. Aku juga berdoa kepada Allah agar seluruh anggota keluarga ini bisa menjadi Syuhada. Apakah kalian menerima?" Mereka menjawab, "Kami menerima."Eksekusi hukuman dilaksanakan pada waktu sahur (menjelang subuh), malam Senin bertepatan dengan tanggal 29 Agustus 1966 M. Maka, kembalilahlah jiwa yang besar ini menuju Penciptanya setelah usai memainkan perannya.
Hasil akhir ini nampak sebagai sesuatu yang sangat disayangkan dan sangat pedih untuk dirasakan menurut perhitungan penduduk bumi. Umat manusia menganggapnya sebagai suatu kekalahan yang sangat pahit. Akan tetapi, sebagaimana perkataan beliau dalam pasal Hadza Huwa Ath-Thariq Jalan Itu): beliau bertutur mengenai kisah Ashhabul Ukhdud pada halaman 235 dari buku Fi Ath-Thariq (Petunjuk Jalan),  "Sesungguhnya, kemenangan dalam bentuknya yang tertinggi adalah kemenangan jiwa dalam mengatasi materi, kemenangan akidah dalam mengatasi penderitaan, dan kemenangan iman dalam mengatasi cobaan " Dan dalam peristiwa ini, sekelompok orang-orang mukmin telah mencapai suatu kemenangan yang mengangkat derajat manusia secara umum. Semua manusia pasti akan menemui ajalnya, apa pun sebabnya. Akan tetapi, tidak semua manusia dapat meraih kemenangan dalam arti ini. Derajat mereka tidak semuanya bisa menaik, jiwa mereka tidak semuanya menjadi bebas seperti kebebasan ini, dan tidak semuanya bisa merasa merdeka hingga bisa sampai ke ufuk-ufuk ini.
Kemenangan semacam ini semata-mata karena pilihan dan penghormatan Allah kepada sekelompok manusia yang mulia di antara para hamba-Nya. Agar mereka bisa bersama-sama manusia lain dalam merasakan kematian, namun menyendiri dari manusia dalam memperoleh kemuliaan di alam arwah dan di dunia manusia. Jika kita meletakkan pandangan generasi demi generasi dalam perhitungan, seorang mukmin-sebenarnya—mampu menyelamatkan hidupnya dengan taruhan kekalahan pada keimanan mereka. Akan tetapi, berapa besar kerugian yang akan mereka terima? Berapapula kerugian yang akan dialami oleh seluruh manusia? Berapa besar pula kerugian mereka karena membunuh makna yang besar ini? Makna kezuhudan hidup tanpa akidah, makna kesuraman hidup tanpa kebebasan, dan makna kemerosotan hidup di saat berkuasanya para thaghut terhadap jiwa-jiwa orang-orang beriman, setelah menguasai jasad-jasad mereka.
Mahabenar Allah, maka Allah membenarkan niat beliau. Ketika beliau bercita-cita meraih kesyahidan dengan jujur—wallahualam. Allah pun memberi beliau rezeki kesyahidan. Anda bisa membaca tulisan beliau yang ditulis pada tahun 1952 M dalam buku Dirasat Islamiyyah halaman 138. Seolah-olah Anda melihat beliau menulis dengan ilham dari Allah pada akhirnya, "Tidak setiap kata yang sampai ke hati-hati orang lain bisa menggerakkannya. mengumpulkannya, dan memotivasi-nya. Kata-kata yang bisa melakukan itu semua hanyalah kata-kata yang meneteskan darah-darah, karena ia memakan hati manusia yang hidup. Setiap kata yang bisa hidup adalah kata yang telah memakan hati manusia. Adapun kata-kata yang hanya lahir dari mulut-mulut manusia, kemudian dilontarkan oleh lisan-lisan dan tidak berhubungan sama sekali dengan sumber Ilahi yang hidup, maka hanyalah akan melahirkan bangkai. Tidak mampu mendorong manusia agar melangkah ke depan-meskipun hanya satu jengkal. Tidak ada seorang pun yang mau mengadopsinya, karena hanya bisa melahirkan bangkai. Padahal manusia itu tidak mungkin mau mengadopsi anak yang mati."
Beliau menulis pada tafsir ayat:
"Sesungguhnya Allah telah membeli dari orang-orang mukmin diri dan harta mereka dengan memberikan surga untuk mereka. Mereka berperang pada jalan Allah: lalu mereka membunuh atau terbunuh. (Itu telah menjadi) janji yang benar dari Allah di dalam Taurat, Injil, dan Al-Qur'an. Dan siapakah yang lebih menepati janjinya (selain) daripada Allah? Maka bergembiralah dengan jual beli yang telah kamu lakukan itu dan itulah kemenangan yang besar” (QS. At-Taubah: 111)
"Sesungguhnya, masuk dalam agama Islam bagaikan jabat tangan dalam transaksi jual-beli antara penjual dan pembeli ... Allah sebagai pembelinya dan seorang mukmin sebagai penjualnya. Ini adalah transaksi jual beli langsung dengan Allah. Setelah transaksi itu, tidak tersisa sedikit pun sesuatu dalam diri seorang mukmin maupun dalam hartanya yang bisa menghalanginya dari Allah dan jihad fi sabilillah. Demi menjadikan kalimat Allah yang tertinggi dan seluruh agama hanya milik Allah....
Sungguh, jihad di jalan Allah adalah sebuah perjanjian (bai'at) yang terikat di leher setiap mukmin. Setiap mukmin secara mutlak tanpa terkecuali, sejak adanya para rasul, dan sejak adanya agama Allah. Jihad di jalan Allah adalah sunnah yang pasti berlaku, yang tanpanya kehidupan ini tidak bisa berjalan lurus, dan dengan meninggalkannya kehidupan tidak bisa berjalan dengan baik. Dengan pertolongan-Mu ya Allah, sesungguhnya akad itu sangat menakutkan. Mereka yang menganggap diri mereka sebagai 'kaum Muslimin' di bagian bumi sebelah timur dan barat, mereka hanya duduk-duduk tidak berjihad untuk menegakkan keIlahan Allah di seluruh persada bumi. Dan untuk mengusir para thaghut yang telah merampas yang telah merampas hak-hak ke-ilah-an dan kekhususan-kekhususan-Nya dalam kehidupan para hamba. Mereka tidak membunuh dan tidak terbunuh. Mereka tidak berjihad sama sekali untuk melawan pembunuhan dan peperangan" [Fi Zhilalil Qur'an (11/1716) cet. Dar Asy-Syuruq]
di sarikan dari buku Mengapa saya di hukum mati (sebuah buku putih)

No comments:

Post a Comment