بسم الله الرحمن الرحيم

Wednesday, September 29, 2010

Mengenal lebih dalam tentang ilmu hadist

Pengantar Mushthalah Hadits

PENDAHULUAN
  1. Pada awalnya Rasulullah saw melarang para sahabat menuliskan hadits, karena dikhawatirkan akan bercampur-baur penulisannya dengan Al-Qur’an.
  2. Perintah untuk menuliskan hadits yang pertama kali adalah oleh khalifah Umar bin Abdul Aziz. Beliau menulis surat kepada gubernurnya di Madinah yaitu Abu bakar bin Muhammad bin Amr Hazm Al-Alshari untuk membukukan hadits.
  3. Ulama yang pertama kali mengumpulkan hadits adalah Ar-Rabi Bin Shabi dan Said bin Abi Arabah, akan tetapi pengumpulan hadits tersebut masih acak (tercampur antara yang shahih dengan, dha’if, dan perkataan para sahabat.
  4. Pada kurun ke-2 imam Malik menulis kitab Al-Muwatha di Madinah, di Makkah Hadits dikumpulkan oleh Abu Muhammad Abdul Malik Bin Ibnu Juraiz, di Syam oleh imam Al-Auza i, di Kuffah oleh Sufyan At-Tsauri, di Bashrah oleh Hammad Bin Salamah.
  5. Pada awal abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab-kitab musnad, seperti musnad Na’im ibnu hammad.
  6. Pada pertengahan abad ke-3 hijriyah mulai dikarang kitab shahih Bukhari dan Muslim.
PEMBAHASAN
Ilmu Hadits:
ilmu yang membahas kaidah-kaidah untuk mengetahui kedudukan sanad dan matan, apakah diterima atau ditolak.
Hadits:
Apa-apa yang disandarkan kepada Rasulullah saw, berupa perkataan, perbuatan, persetujuan, dan sifat (lahiriyah dan batiniyah).
Sanad:
Mata rantai perawi yang menghubungkannya ke matan.
Matan:
Perkataan-perkataan yang dinukil sampai ke akhir sanad.
PEMBAGIAN HADITS
Dilihat dari konsekuensi hukumnya:
  1. Hadits Maqbul (diterima): terdiri dari Hadits shahih dan Hadits Hasan
  2. Hadits Mardud (ditolak): yaitu Hadits dha’if
Penjelasan:
HADITS SHAHIH:
Yaitu Hadits yang memenuhi 5 syarat berikut ini:
  1. Sanadnya bersambung (telah mendengar/bertemu antara para perawi).
  2. Melalui penukilan dari perawi-perawi yang adil.Perawi yang adil adalah perawi yang muslim, baligh (dapat memahami perkataan dan menjawab pertanyaan), berakal, terhindar dari sebab-sebab kefasikan dan rusaknya kehormatan (contoh-contoh kefasikan dan rusaknya kehormatan adalah seperti melakukan kemaksiatan dan bid’ah, termasuk diantaranya merokok, mencukur jenggot, dan bermain musik).
  3. Tsiqah (yaitu hapalannya kuat).
  4. Tidak ada syadz. Syadz adalah seorang perawi yang tsiqah menyelisihi perawi yang lebih tsiqah darinya.
  5. Tidak ada illat atau kecacatan dalam Hadits
Hukum Hadits shahih: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS HASAN:
Yaitu Hadits yang apabila perawi-perawinya yang hanya sampai pada tingkatan shaduq (tingkatannya berada di bawah tsiqah).
Shaduq: tingkat kesalahannya 50: 50 atau di bawah 60% tingkat ke tsiqahannya. Shaduq bisa terjadi pada seorang perawi atau keseluruhan perawi pada rantai sanad.
Para ulama dahulu meneliti tingkat ketsiqahan seorang perawi adalah dengan memberikan ujian, yaitu disuruh membawakan 100 hadits berikut sanad-sanadnya. Jika sang perawi mampu menyebutkan lebih dari 60 hadits (60%) dengan benar maka sang perawi dianggap tsiqah.
Hukum Hadits Hasan: dapat diamalkan dan dijadikan hujjah.
HADITS HASAN SHAHIH
Penyebutan istilah Hadits hasan shahih sering disebutkan oleh imam Tirmidzi. Hadits hasan shahih dapat dimaknai dengan 2 pengertian:
  • Imam Tirmidzi mengatakannya karena Hadits tersebut memiliki 2 rantai sanad/lebih. Sebagian sanad hasan dan sebagian lainnya shahih, maka jadilah dia Hadits hasan shahih.
  • Jika hanya ada 1 sanad, Hadits tersebut hasan menurut sebagian ulama dan shahih oleh ulama yang lainnya.
HADITS MUTTAFAQQUN ‘ALAIHI
Yaitu Hadits yang sepakat dikeluarkan oleh imam Bukhari dan imam Muslim pada kitab shahih mereka masing-masing.
TINGKATAN HADITS SHAHIH
  • Hadits muttafaqqun ‘alaihi
  • Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Bukhari saja
  • Hadits shahih yang dikeluarkan oleh imam Muslim saja
  • Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim, serta tidak dicantumkan pada kitab-kitab shahih mereka.
  • Hadits yang sesuai dengan syarat Bukhari
  • Hadits yang sesuai dengan syarat Muslim
  • Hadits yang tidak sesuai dengan syarat Bukhari dan Muslim
Syarat Bukhari dan Muslim: perawi-perawi yang dipakai adalah perawi-perawi Bukhari dan Muslim dalam shahih mereka.
HADITS DHA’IF
Hadits yang tidak memenuhi salah satu/lebih syarat Hadits shahih dan Hasan.
Hukum Hadits dha’if: tidak dapat diamalkan dan tidak boleh meriwayatkan Hadits dha’if kecuali dengan menyebutkan kedudukan Hadits tersebut. Hadits dha’if berbeda dengan hadits palsu atau hadits maudhu`. Hadits dha’if itu masih punya sanad kepada Rasulullah SAW, namun di beberapa rawi ada dha`f atau kelemahan. Kelemahan ini tidak terkait dengan pemalsuan hadits, tetapi lebih kepada sifat yang dimiliki seorang rawi dalam masalah dhabit atau al-`adalah. Mungkin sudah sering lupa atau ada akhlaqnya yang kurang etis di tengah masyarakatnya. Sama sekali tidak ada kaitan dengan upaya memalsukan atau mengarang hadits.
Yang harus dibuang jauh-jauh adalah hadits maudhu`, hadits mungkar atau matruk. Dimana hadits itu sama sekali memang tidak punya sanad sama sekali kepada Rasulullah saw. Walau yang paling lemah sekalipun. Inilah yang harus dibuang jauh-jauh. Sedangkan kalau baru dha`if, tentu masih ada jalur sanadnya meski tidak kuat. Maka istilah yang digunakan adalah dha`if atau lemah. Meski lemah tapi masih ada jalur sanadnya.
Karena itulah para ulama berbeda pendapat tentang penggunaan hadits dha`if, dimana sebagian membolehkan untuk fadha`ilul a`mal. Dan sebagian lagi memang tidak menerimanya. Namun menurut iman An-Nawawi dalam mukaddimahnya, bolehnya menggunakan hadits-hadits dha’if dalam fadailul a’mal sudah merupakan kesepakatan para ulama.
Untuk tahap lanjut tentang ilmu hadits, silakan merujuk pada kitab “Mushthalahul Hadits”
Buat kita orang-orang yang awam dengan ulumul hadits, tentu untuk mengetahui derajat suatu hadits bisa dengan bertanya kepada para ulama ahli hadits. Sebab merekalah yang punya kemampuan dan kapasitas dalam melakukan penelusuran sanad dan perawi suatu hadits serta menentukan derajatnya.
Setiap hadits itu harus ada alur sanadnya dari perawi terakhir hingga kepada Rasulullah SAW. Para perawi hadits itu menerima hadits secara berjenjang, dari perawi di atasnya yang pertama sampai kepada yang perawi yang ke sekian hingga kepada Rasulullah SAW.
Seorang ahli hadits akan melakukan penelusuran jalur periwayatan setiap hadits ini satu per satu, termasuk riwayat hidup para perawi itu pada semua level / tabaqathnya. Kalau ada cacat pada dirinya, baik dari sisi dhabit (hafalan) maupun `adalah-nya (sifat kepribadiannya), maka akan berpengaruh besar kepada nilai derajat hadits yang diriwayatkannya.
Sebuah hadits yang selamat dari semua cacat pada semua jalur perawinya hingga ke Rasulullah SAW, dimana semua perawi itu lolos verifikasi dan dinyatakan sebagai perawi yang tisqah, maka hadits itu dikatakan sehat, atau istilah populernya shahih. Sedikit derajat di bawahnya disebut hadits hasan atau baik. Namun bila ada diantara perawinya yang punya cacat atau kelemahan, maka hadits yang sampai kepada kita melalui jalurnya akan dikatakan lemah atau dha`if.
Para ulama mengatakan bila sebuah hadits lemah dari sisi periwayatannya namun masih tersambung kepada Rasulullah SAW, masih bisa dijadikan dalil untuk bidang fadhailul a`mal, atau keutamaan amal ibadah.
Sedangkan bila sebuah hadits terputus periwayatannya dan tidak sampai jalurnya kepada Rasulullah SAW, maka hadits ini dikatakan putus atau munqathi`. Dan bisa saja hadits yang semacam ini memang sama sekali bukan dari Rasulullah SAW, sehingga bisa dikatakan hadits palsu atau maudhu`. Jenis hadits yang seperti ini sama sekali tidak boleh dijadikan dasar hukum dalam Islam.
Untuk mengetahui apakah sebuah hadits itu termasuk shahih atau tidak, bisa dilihat dalam kitab susunan Imam Al-Bukhari yaitu shahih Bukhari atau Imam Muslim yaitu shahih muslim. Untuk hadits-hadits dha’if juga bisa dilihat pada kitab-kitab khusus yang disusun untuk membuat daftar hadits dha’if.
Di masa sekarang ini, para ulama yang berkonsentrasi di bidang hadits banyak yang menuliskannya, seperti karya-karya Syaikh Nashiruddin Al-Albani. Di antaranya kitab Silsilah Al-Ahadits Ash-Shahihah yang berjumlah 11 jilid.

Sumber: www.dakwatuna.com

Skema Unsur Hadis

Unsur hadis adalah Sanad dan Matan.
I. Sanad
Sanad adalah rangkaian periwayatan hadis. Seperti gambaran berikut ini:
Al-Bukhari meriwayatkan sebuah hadis dari al-Humaidi Abdullah ibn al-Zubair dari Sufyan dari Yahya ibn Sa'id dari Muhammad ibn Ibrahim al-Taimi dari al-Qamah ibn Waqqas dari Umar ibn al-Khattab dari Rasulullah saw.
Urgensi Sanad dalam Hadis
Dalam hadis, kritik sanad termasuk kajian yang mendapat perhatian lebih dari para kritikus hadis, bahkan sejak zaman Nabi, dan hal itu berjalan sampai sekarang.
Pada zaman Nabi, diantaranya dengan cara Nabi menyebutkan bahwa beliau mendapat hadis dari Malaikat Jibril as.
Contoh dari sahabat yaitu dengan cara sahabat yang satu menanyakan kepada sahabat yang lain dari mana mendapatkan hadis tersebut.
Adapun urgensitas sanad tersebut adalah karena :
  • Hadis sebagai salah satu sumber ajaran Islam
  • Tidak seluruh hadis tertulis pada zaman Nabi
  • Munculnya pemalsuan hadis
  • Proses penghimpunan hadis yang cukup lama
Keshahisan Sanad Hadis
Dalam hadis, tidak semua perawi yang meriwayatkan hadis dikategorikan shahih dan periwayatannya diterima, karena mereka ada juga yang mempunyai cacat.
Adapun syarat sanad hadis bisa diterima, jika memenuhi syarat sebagai berikut :
  • Sanadnya bersambung
  • Periwayat bersifat adil
  • Periwayat bersifat dhabit
  • Terhindar dari syadz
  • Terhindar dari ‘Illat
Mengapa ada Hadis yang Shahih dan Dha'if
Keshahihan hadis dilihat dari kekuatan sanad dan kebenaran matan.
Konsep Kekuatan sanad dilihat dari kredibilitas pera perawinya dan kesinambungan jalurnya.
Konsep Kebenaran matan dilihat dari kemungkinan bahwa itu adalah perkataan seorang Nabi.
Riwayat Penguat
Dalam sebuah hadis, ada permasalahan bahwa hadis tersebut mempunyai kualitas yang lemah, bisa jadi karena hanya diriwayatkan oleh seorang perawi.
Kondisi tersebut bisa meningkat kualitasnya, dengan adanya riwayat penguat yaitu : Status Mutaba'ah, Syawahid dan Mahfudz.
1. Pengertian Mutaba'ah
Ada yang menyamakan Mutabi’ dengan syahid, tetapi ada juga yang membedakan. Adapun yang membedakannya mendefinisikan
pengertian mutaba’ah atau mutabi’ adalah suatu riwayat yang mengikuti periwayatan orang lain dari guru yang terdekat atau gurunya guru. Atau dengan pengertian hadis mutabi’ adalah hadis yang diriwayatkan oleh periwayat lebih dari satu orang dan terletak bukan pada tingkat sahabat Nabi.
Riwayat mutabi’ biasanya berada pada tingkat tabi’in, oleh karenanya disebut dengan mutabi’ kalau penguat tersebut ada pada tabi’in.
Mutabi’ di sini biasanya menjadi penguat bagi riwayat hadis lain yang kurang kuat.
Pembagian Mutaba'ah, Riwayat mutabi’ terbagi menjadi dua macam, yaitu :
  1. Mutabi’ tam, yaitu apabila periwayat yang lebih dari satu orang itu menerima hadis tersebut dari guru yang sama. Atau apabila periwayatan mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru (mutaba’a) dari yang terdekat sampai guru yang terjauh.
  2. Mutabi’ Qashr, yaitu apabila para periwayat tersebut menerima hadis itu dari guru yang berbeda-beda atau apabila periwayatan mutabi’ itu mengikuti periwayatan guru yang terdekat saja, tidak sampai mengikuti gurunya guru yang jauh sama sekali.
2. Pengertian Syawahid
Riwayat syawahid adalah riwayat lain yang diriwayakan dengan cara meriwayatkannya dengan sesuai maknanya.
Ada yang mendefinisikan, syahid adalah hadis yang periwayat di tingkat sahabat Nabi terdiri dari lebih seorang.
Syawahid ini pada intinya juga sebagai riwayat penguat atas riwayat yang lain, tetapi biasanya penguat tersebut ada pada tingkat sahabat.
Syawahid ini terbagi menjadi dua, yaitu :
  1. Syahid bi al-Lafdz, yaitu apabila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain sesuai dengan redaksi  dan maknanya dengan hadis yang dikuatkan.
  2. Syahid bi al-makna, yaitu apabila matan hadis yang diriwayatkan oleh sahabat yang lain, namun hanya sesuai dengan maknanya secara umum.
3. Pengertian Mahfudz
Mahfudz adalah suatu riwayat yang mempunyai ketersambungan sampai pada Nabi.
Mahfudz bisa masuk dalam kategori sanad dan matan.
Riwayat mahfudz adalah kebalikan dari riwayat yang mengandung syadz, oleh karenanya bisa dijadikan sebagai penguat dari syadz itu sendiri.

Sejarah Hadis pada Masa Sahabat dan Tabi'in


Masa Sahabat
 I.        Pengantar
Sahabat adalah mereka yang bertemu dengan Rasulullah saw  dalam keadaan mu’min dan meninggal dalam keadaan mu’min.
Selain memperhatikan al-Qur’an, pada masa ini Abu Bakar, Umar, Utsman, dan Ali secara sungguh-sungguh memperhatikan perkembangan periwayatan hadis.
Hal ini berdasarkan perintah Nabi untuk menyampaikan hadis kepada sahabat lain yang tidak bisa hadir saat hadis disampaikan.
ألا ليبلغ الشاهد الغائب (أخرجه ابن ماجه)
“Ingatlah, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir.” (HR. Ibn Majah).
II.      Hadis pada Masa Khulafa al-Rasyidin
Periwayatan hadis pada masa Abu Bakar dan Umar bin Khattab masih terbatas disampaikan kepada yang memerlukan saja, belum bersifat pengajaran resmi. Demikian juga penulisan hadis.
Periwayatan hadis begitu sedikit dan lamban. Hal ini disebabkan kecenderungan mereka untuk membatasi atau menyedikitkan  riwayat (Taqlil al-Riwâyah), di samping sikap hati-hati dan teliti para sahabat dalam menerima hadis.
Ali bahkan hanya mau menerima hadis perorangan jika orang tersebut bersedia disumpah. Pada masa ini muncul sektarianisme yang bertendensi politis menimbulkan perbedaan pendapat dan pertentangan, bukan saja dalam bidang politik dan pemerintahan, tapi juga dalam ketentuan-ketentuan keagamaan. Dari suasana itu muncul pemalsuan hadis.
III.    Metode Sahabat dalam Menjaga Sunnah Nabi SAW.
1.       Kehati-hatian dalam meriwayatkan hadis. Seperti : 
Metode Abu Bakar dan Umar dalam menyelesaikan ketentuan hukum adalah mengembalikan permasalahan pada Al-Qur’an. Jika tidak menemukannya, maka ia bertanya pada sahabat lain :  ‘Apakah ada yang mengetahui bahwa Rasul pernah memutuskan perkara seperti itu?
Pada masa Khulafa al-Rasyidin, cenderung membatasi atau menyedikitkan  riwayat (Taqlil al-Riwâyah).
Seusai meriwayatkan hadis, mereka akan mengatakan نحو هذا , كما قال  atau kata yang sejenisnya.
2.       Kecermatan (selektif) sahabat dalam menerima riwayat.
Jaminan akan kesahihan riwayat dan kapasitas pembawanya.
Mencari hadis dari perawi lain.
Meminta kesaksian selain periwayat.
IV.    Cara Meriwayatkan Hadis
Periwayatan Lafzi - redaksinya - matannya persis seperti yang diwurudkan Rasul. Sahabat yang paling terkenal meriwayatkan dengan lafzi adalah Abdullah bin Umar.
Periwayatan Maknawi, periwayatan hadis yang matannya tidak persis sama dengan yang dari Rasul akan tetapi isi/makna akan tetap terjaga secara utuh, sesuai dengan yang dimaksudkan oleh Rasul tanpa ada perubahan sedikitpun.
 Masa Tabi’in
I.        Hadis pada Masa Tabi’in
Tabi’in adalah mereka yang bertemu dengan sahabat nabi dalam keadaan beriman dan meninggal dalam keadaan beriman.
Wilayah kekuasaan Islam sudah meluas. Syam, Irak, Mesir, Samarkand, bahkan Spanyol. Hingga beberapa sahabat hijrah ke wilayah tersebut demi mengemban tugas.
Pada masa ini hingga akhir abad pertama, banyak di antara tabi’in yang menentang penulisan hadis. Di antaranya: Ubaidah bin Amr al-Salmani al-Muradi (72 H), Ibrahim bin Yazid al-Taimi (92 H), Jabir bin Zaid (93 H) dan Ibrahim bin Yazid al-Nakha’i (96 H). Larangan penulisan tersebut karena :
Khawatir pendapatnya ditulis bersisian dengan hadis sehingga tercampur. 
Larangan tersebut hanya pribadi, sementara murid-muridnya dibiarkan mencatat.
II.      Metode Tabiin dalam Menjaga Sunnah Nabi Saw.
1.       Menempuh metode yang sudah dilakukan para sahabat.
2.       Menerima riwayat dari orang yang kapasitasnya tsiqah dan dhabit.
3.       Meminta sumpah dari periwayatnya saat mencari dukungan dari perawi lain.
4.       Melakukan rihlah untuk mengecek hadis dari pembawa  aslinya.
III.    Kodifikasi Hadis Secara Resmi
Kodifikasi hadis secara resmi dipelopori Khalifah Umar bin Abdul Aziz (khalifah kedelapan pada masa Bani Umayyah yang memerintah tahun 99-101 H.). Dia menginstruksikan kepada para Gubernur di semua wilayah Islam untuk menghimpun dan menulis hadis-hadis Nabi. Selain itu khalifah  juga memerintah Ibn Hazm dan Ibn Syihab al-Zuhri (50-124 H) untuk menghimpun hadis Nabi SAW.
Semboyan al-Zuhri yang terkenal al isnaadu minad diin, lau lal isnadu la qaala man syaa-a maa syaa-a (artinya : Sanad itu bagian dari agama, sekiranya tidak ada sanad maka berkatalah siapa saja tentang apa saja).
IV.   Motif Umar bin Abdul Aziz
1.       Kekhawatiran akan hilang Hadis dari perbendaharaan masyarakat, sebab belum dibukukan.
2.       Untuk membersihkan dan memelihara Hadis dari Hadis-hadis maudhu' (palsu) yang dibuat orang-orang untuk mempertahankan ideologi golongan dan mazhab.
3.       Tidak adanya kekhawatiran lagi akan tercampurnya Al-Qur’an dan hadis,  keduanya sudah bisa dibedakan. Al-Qur’an telah dikumpulkan dalam satu mushaf dan telah merata diseluruh umat Islam.
4.       Ada kekhawatiran akan hilangnya hadis karena banyak ulama Hadis yang gugur dalam medan perang.
V.     Kodifikasi Hadis Pada abad kedua
Kitab hadis yang ada, masih bercampur aduk antara hadis-hadis Rasulullah dengan fatwa-fatwa sahabat dan tabi'in, belum dipisahkan antara hadis-hadis yang marfu', mauquf dan maqthu, dan antara hadis yang shahih, hasan dan dla'if.
Kitab Hadis yang masyhur :
1.       Al-Muwaththa - Imam Malik pada 144 H - atas anjuran khalifah al-Mansur. Jumlah hadis yang terkandung dalam kitab ini kurang lebih1.720 hadis.
2.       Musnad al-Syafi'i - mencantumkan seluruh hadis dala kitab "al-Umm".
3.       Mukhtalif al-Hadits - karya Imam Syafi'i - menjelaskan cara-cara menerima hadits sebagai hujjah, menjelaskan cara-cara mengkompromikan hadits-hadits yang kontradiksi satu sama lain.
VI.   Kodifikasi Hadis Pada abad ketiga
Pada abad ke-3, yang berperan adalah generasi setelah tabi’in.
Telah diusahakan untuk memisahkan hadis yang shahih dari Al-Hadits yang tidak shahih sehingga tersusun 3 macam kitab hadis, yaitu :
1.       Kitab Shahih - (Shahih Bukhari, Shahih Muslim)
2.       Kitab Sunan - (Ibnu Majah, Abu Dawud, Al-Tirmizi, Al-Nasai,
3.       Al-Darimi) - berisi hadis shahih dan hadis dha'if yang tidak munkar.
4.       Kitab Musnad - (Abu Ya'la, Al Humaidi, Ali Madaini, Al Bazar, Baqi bin Mukhlad, Ibnu Rahawaih) - berisi berbagai macam hadis tanpa penelitian dan penyaringan dan hanya digunakan para ahli hadis untuk bahan perbandingan.

Sejarah Hadis Pada Masa Nabi Muhammad saw


Masa Nabi Muhammad saw merupakan periode pertama sejarah dan perkembangan hadis. Masa ini cukup singkat, hanya 23 tahun lamanya dimulai sejak tahun 13 sebelum Hijriah atau bertepatan dengan 610 Masehi sampai dengan tahun 11 Hijriah atau bertepatan dengan 632 Masehi.
Saat itu hadis diterima dengan mengandalkan hafalan para sahabat Nabi saw. Para sahabat pada masa itu belum merasa ada urgensi untuk melakukan penulisan hadis-hadis Nabi, mengingat Nabi saw masih mudah untuk dihubungi dan dimintai keterangan-keterangan tentang segala hal yang berhubungan dengan ibdah dan mu'amalah keseharian umat Islam.
Perhatian Rasul Terhadap Ilmu
Rasulullah saw adalah orang yang sangat memperhatikan ilmu. Beliau mengingatkan dengan tegas akan pentingnya menuntut ilmu, dan oleh karena itu menuntut ilmu wajib bagi umat Islam, seperti hadis Rasulullah saw berikut ini:



طَلَبُ اْلعِلْمِ فَرِيْضَةٌ عَلَى كُلِّ مُسْلِمٍ (أخرجه ابن ماجه)

Mencari ilmu itu wajib hukumnya bagi setiap orang Islam. (Hadis diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Bukan hanya mencari ilmu yang diperintahkan oleh Rasulullah saw, akan tetapi ilmu yang sudah kita terima, juga harus kita sampaikan kepada orang lain. Sebagaimana Hadis Rasulullah saw berikut ini:



أَلاَ لِيُبَلِّغِ الشَّاهِدُ الغَائِبَ. (أخرجه ابن ماجه)

Ingatlah, hendaklah yang hadir menyampaikan kepada yang tidak hadir. (Hadis diriwayatkan oleh Ibn Majah)
Dari hadis di atas jelas diterangkan bahwa orang yang menghadiri majlis ilmu senantiasa menyebarkan ilmu yang ia terima kepada orang lain yang tidak dapat menghadirinya, dalam kata lain adalah orang-orang yang belum mengetahui ilmu yang ia terima. Dalam hadis lain Rasulullah saw juga menjelaskan akan posisi atau status para Ulama (oran-orang yang berilmu), seperti hadis berikut ini :


العُلَمَاءُ وَرَثَةُ اْلأَنْبِياَء

Orang-orang yang berilmu (Ulama) adalah pewaris para Nabi.
Metode Penyampaian Hadis pada Masa Nabi saw
Metode yang digunakan pada masa Nabi saw untuk menyampaikan seuatu hadis atau ajaran Islam adalah sebagai berikut:
  1. Pengajaran bertahab. Di anatara pusat-pusat pengajaran saat itu adalah Rumah Argam bin Abdi Manaf di Makkah sebagai pusat dakwah Islam saat masih dilakukan secara sembunyi. Rumah tersebut dikenal dengan sebutan Dar al-Islam. Kemudian di Masjid dan diberbagai kesempatan, seperti saat perjalanan, majlis ilmu dan lain-lain.
  2. Memberikan Variasi. Terkadang Rasulullah saw memperpanjang senggang waktu antara mauidah yang satu dengan mauidhah lainnya agar para sahabat tidak merasa bosan.
  3. Memberikan contoh praktis.
  4. Memperhatikan situasi dan kondisi (sesuai kadar intelektual mereka)
  5. Memudahkan dan tidak memberatkan.
Cara Sahabat Memperoleh Sunnah dari Nabi Muhammad saw
  1. Majlis-majlis Ilmu.
  2. Pertemuan-pertemuan umum, seperti ketika haji Wada' dan fath Makkah.
  3. Peristiwa-peristiwa yang terjadi pada Rasulullah saw.
  4. Kejadian-kejadian yang terjadi pada kaum muslimin.
  5. Berbagai peristiwa yang disaksikan oleh sahabat dan bagaimana Rasulullah saw melaksanakannya.
  6. Para sahabat yang mengekemukakan masalah, bertanya dan berdialog langsung dengan Nabi saw.
Pelarangan Penulisan Hadis
Polemik dibolehkan tidaknya penulisan hadis timbul karena ada beberapa hadis yang mendukung, baik yang memperbolehkan penulisan hadis maupun yang melarang. Hadis pelarangan seringkali diangkat tanpa didampingi dengan hadis pembolehan, oleh sebab itu banyak orang yang salah paham dengan hanya menkaji satu hadis saja. Polemik ini dapat mudah diselesaikan dengan mengkaji hikmah dibalik adanya pelarangan penulisan hadis-hadis Rasulullah saw.
Untuk menganalisa pelarangan penulisan hadis pada zaman Rasulullah saw, sebaiknya kita menilik kembali penyemabarn hadis-hadis pada masa Rasulullah saw.
Seperti yang telah kita ketahui bersama, bahwasanya hadis-hadis Rasulullah saw tersebar bersamaan dengan turunnya wahyu Ilahi kepada Rasulullah saw sejak awal masa dakwah Islam dimulai. Sedangkan faktor-faktor yang mendukung tersebarnya sunah ke berbagai penjuru, antara lain:
  • Kegigihan Rasulullah saw dalam menyampaikan dakwah Islam.
  • Kegigihan dan kemauan keras para sahabat dalam menuntut, menghafal dan menyampaikan ilmu.
  • Para Ummul Mu'minin dan Sahabiyat.
  • Para utusan Rasulullah saw dll.
Sementara itu, Rasulullah pada suatu kesempatan menyampaikan sutau ungkapan yang melarang penulisan hadis-hadis beliau, dan pada kesempatan lain Rasulullah saw memperbolehkan para sahabat menulis apa-apa yang disampaikan Rasulullah saw.
Hadis pelarangan penulisan Hadis sebagai berikut:




عَنْ أَبِى سَعِيدٍ الْخُدْرِىِّ أَنَّ رَسُولَ اللهِ -صلى الله عليه وسلم- قَالَ « لاَ تَكْتُبُوا عَنِّى وَمَنْ كَتَبَ عَنِّى غَيْرَ الْقُرْآنِ فَلْيَمْحُهُ وَحَدِّثُوا عَنِّى وَلاَ حَرَجَ وَمَنْ كَذَبَ عَلَىَّ فَلْيَتَبَوَّأْ  مُتَعَمِّدًا فَلْيَتَبَوَّأْ مَقْعَدَهُ مِنَ النَّارِ ».
Dari Abu Sa'id al-Khudri ra. Rasulullah saw bersabda:
Janganlah kalian menulis dariku, dan barang siapa yang menulis dariku selain al-Qur'an maka hendaklah dia menghapusnya. Dan bicarakanlah tentangku tanpa masalah, dan barang siapa yang berbohong atas namaku maka dia sudah mendudukkan kursinya di Neraka. (HR. Muslim, al-Daruqutni dan Ahmad)
Dan hadis yang membolehkan penulisan hadis adalah sebagai berikut:




عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضي اللهُ عَنْه أَنَّ النَّبِيَّ صلى الله عليه وسلم خَطَبَ فَذُكِرَ الْقِصَّةَ فِي الْحَدِيْثِ. فَقَالَ أَبُوْ شَاه: اُكْتُبُوا لِى يَا رَسُولَ اللهِ. فَقَالَ رَسُولُ اللهِ صلى الله عليه وسلم: « اكْتُبُوا لأَبِى شَاهٍ »
Dari Abu Hurairah ra. :
Rasulullah saw berkhutbah (pda haji wada') dan menyebutkan sebuat kisah dalam sebuah hadis. Kemudian ada sahabat Abu Syah berkata: Tolong tuliskan untuk saya (apa yang engkau khutbahkan), Wahai Rasulullah saw. Rasulullah saw pun berkata kepada beberapa orang sahabat: Kalian tuliskan untuk Abu Syah. (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Solusi Penyelesaian
  1. Nasikh dan Mansukh. Artinya, hadis pelarangan dihapus hukumnya dengan hadis pembolehan, apalagi hadis pembolehan diperkatakan pada tahun 8 H, ketika Haji Wada'. Namun jika ini dijadikan alasan, Abu Sa'id al-Khudri dikatakan masih tetap enggan menulis sampai akhir hanyatnya. Ada riwayat bahwa Abu Bakar sempat membakar lembaran-lembaran hadis, serta Umar pernah mempunyai gagasan untuk penulisan hadis, namun niatan itu diurungkan setelah melakukan istikharah.
  2. Mengkompromikan dua Hadis. Rasulullah saw mempunyai dua kebijakan, yaitu pertama: Melarang kalangan umum untuk menulis hadis, karna khawatir bercampur dengan ayat-ayat al-Qur'an. Kedua: Membolehkan beberapa orang sahabat menulis hadis, karena sahabat itu adalah sahabat yang mengerti mana al-Qur'an dan mana Hadis sesuati petunjuk Rasulullah saw.
Dan menurut para Ulama pendapat yang kedua adalah pendapat yang paling tepat.
Akan tetapi ada sebuah pertanyaan, benarkah Rasulullah saw takut tercampurnya antara al-Qur'an dan Hadis? Jika kala itu hadis dibolehkan penulisannya kepada semua orang.
Kekhawatiran ini dibantah oleh Ibn hajar dengan menyatakan bahwa sangat berbeda antara bahasa al-Qura'an dan Hadis. Orang Arab pada masa itu mempunyai cita rasa sastra yang sangat tinggi sehingga dengan mudah untuk membedakan aman ayat-ayat al-Qur'an dan mana Hadis Rasulullah saw.
Wallahu A'lam.
Hikmah
  • Ketika Rasulullah saw melarang penulisan hadis, baginda melarangnya untuk mayoritas sahabat, namun untuk orang tertentu Rasulullah saw teteap membolehkannya.
  • Salah satu sahabat yang mendapatkan izin adalah Abdullah ibn Amr ibn al-Ash (w. 65 H/685 M).
  • Di antara sahabat yang menulis hadis adalah Abdullah ibn Abbas (w. 68 H/687 M), ALi ibn Abi Thalib (w. 40 H/661 M), Sumrah (Samurah) ibn Jundab (w. 60 H), Jabir ibn Abdullah (w. 78 H/697 M) dan Abdullah ibn Abi Auf (w. 86 H)

KEDUDUKAN HADIS


I.       Posisi Hadis dalam Penetapan Hukum


Menjadi kesepakan umat Islam bahwa hadis merupakan sumber kedua hukum Islam.
Kedua sumber tersebut saling terkait satu sama lain dan saling membutuhkan.
Al-Quran membutuhkan sunnah sebagai penjelas dan peraturan pelaksanaannya, dan sunnah membutuhkan legalitas dari al-Quran.
Beberapa orang/kelompok ada yang mengingkari posisi ini,  mereka digolongkan sebagai inkar hadis atau inkar sunnah dan menolak sebagian wahyu, karena sunnah termasuk wahyu.



II.     Posisi Hadis dalam al-Qur’an
Banyak sekali ayat al-Qur’an yang menjadi landasan untuk memposisikan hadis sebagai sumber ajaran Islam setelah al-Qur’an. Sedangkan fungsi sunnah atau Nabi adalah :
a.   Menjelaskan Kitabullah
بِالْبَيِّنَاتِ وَالزُّبُرِ وَأَنْزَلْنَا إِلَيْكَ الذِّكْرَ لِتُبَيِّنَ لِلنَّاسِ مَا نُزِّلَ إِلَيْهِمْ وَلَعَلَّهُمْ يَتَفَكَّرُونَ
Dan kami turunkan kepadamu al-Quran, agar kamu menerangkan pada umat manusia apa yang Telah diturunkan kepada mereka   dan supaya mereka memikirkan. (QS. Al-Nahl 16 : 44)
b.    Wajib Meneladani Nabi Muhammad SAW
لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآَخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah. (QS. Al-Ahzab 33 : 21)
c.     Adanya wewenang Nabi untuk membuat aturan
الَّذِينَ يَتَّبِعُونَ الرَّسُولَ النَّبِيَّ الْأُمِّيَّ الَّذِي يَجِدُونَهُ مَكْتُوبًا عِنْدَهُمْ فِي التَّوْرَاةِ وَالْإِنْجِيلِ يَأْمُرُهُمْ بِالْمَعْرُوفِ وَيَنْهَاهُمْ عَنِ الْمُنْكَرِ وَيُحِلُّ لَهُمُ الطَّيِّبَاتِ وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَائِثَ وَيَضَعُ عَنْهُمْ إِصْرَهُمْ وَالْأَغْلَالَ الَّتِي كَانَتْ عَلَيْهِمْ فَالَّذِينَ آَمَنُوا بِهِ وَعَزَّرُوهُ وَنَصَرُوهُ وَاتَّبَعُوا النُّورَ الَّذِي أُنْزِلَ مَعَهُ أُولَئِكَ هُمُ الْمُفْلِحُونَ. قُلْ يَا أَيُّهَا النَّاسُ إِنِّي رَسُولُ اللَّهِ إِلَيْكُمْ جَمِيعًا الَّذِي لَهُ مُلْكُ السَّمَاوَاتِ وَالْأَرْضِ لَا إِلَهَ إِلَّا هُوَ يُحْيِي وَيُمِيتُ فَآَمِنُوا بِاللَّهِ وَرَسُولِهِ النَّبِيِّ الْأُمِّيِّ الَّذِي يُؤْمِنُ بِاللَّهِ وَكَلِمَاتِهِ وَاتَّبِعُوهُ لَعَلَّكُمْ تَهْتَدُونَ.
(yaitu) orang-orang yang mengikut rasul, nabi yang ummi yang (namanya) mereka dapati tertulis di dalam Taurat dan Injil yang ada di sisi mereka, yang menyuruh mereka mengerjakan yang ma'ruf dan melarang mereka dari mengerjakan yang mungkar dan menghalalkan bagi mereka segala yang baik dan mengharamkan bagi mereka segala yang buruk dan membuang dari mereka beban-beban dan belenggu-belenggu yang ada pada mereka. Maka orang-orang yang beriman kepadanya. memuliakannya, menolongnya dan mengikuti cahaya yang terang yang diturunkan kepadanya (Al Quran), mereka Itulah orang-orang yang beruntung. Katakanlah : "Hai manusia Sesungguhnya Aku adalah utusan Allah kepadamu semua, yaitu Allah yang mempunyai kerajaan langit dan bumi; tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) selain Dia, yang menghidupkan dan mematikan, Maka berimanlah kamu kepada Allah dan Rasul-Nya, nabi yang ummi yang beriman kepada Allah dan kepada kalimat-kalimat-Nya (kitab-kitab-Nya) dan ikutilah Dia, supaya kamu mendapat petunjuk". (QS. Al-A’raf 7 : 157-158)

III.        Hadis Dalam Hadis
  Beberapa hadis di bawah ini, menjadi dalil posisi hadis itu sendiri :
عَنْ عِرْبَاضِ بْنِ سَارِيَةَ قَالَ  وَعَظَنَا رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم يوماً بعدَ صلاةِ الغَدَاةِ مَوْعِظَة بَلِيْغَة ذُرِفَت مِنْهَا اْلعُيُوْنُ وَوُجِلَتْ مِنْهَا اْلقُلُوْبُ فقال رَجُلٌ إِنَّ هَذِهِ مَوْعِظَةٌ مُوَدِّعٍ فَمَاذَا تَعْهَدُ إِلَيْناَ يا رسول الله قال أُوْصِيْكُمْ بِتَقْوَى اللهِ وَالسَّمْع وَالطَّاعَةِ وَإِنْ عَبْدٌ حَبَشِيٌّ فَإِنَّهُ مَنْ يَعِشْ مِنْكُمْ يَرَى اخْتِلاَفاً كَثِيْرًا. وَإِيَّاكُمْ وَمُحْدَثَاتِ اْلأُمُوْرِ, فَإِنهَا ضَلاَلَةٌ, فَمَنْ أَدْرَكَ ذَلِكَ مِنْكُمْ فَعَلَيْهِ بِسُنَّتِي وَسُنَّةِ الْخُلَفَاءِ  الرَّاشِدِيْنَ اْلمُهْدِيِّيْنَ, عضُّوا عليها بالنواجذ.
Dari ‘Irbad ibn Sariah bercerita bahwa pada suatu hari setelah shalat subuh Rasulullah SAW memberikan nasehat kepada kami dengan nasehat yang sangat menyentuh, menjadikan airmata menetes dan hati bergetar. Seorang sahabat bertanya: Sungguh ini adalah nasehat perpisahan, maka apa yang baginda pesankan ?. Rasulullah SAW bersabda: Aku wasiatkan kalian untuk selalu bertaqwa kepada Allah SWT, mendengar dan taat, meski dipimpin seorang budak dari Habasyah. Dan hindari perkara-perkara yang baru, karena itu menyesatkan. Barangsiapa yang mengalami hal itu, maka hendaklah dia berpegang pada sunnahku dan sunnah khulafa al-Rasyidin, ....[1]

Dalil dari Hadis
قَالَ رَسُوْلُ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: تَرَكْتُ فِيْكُمْ أَمْرَيْنِ, لَنْ تَضِلُّوْا مَا تَمَسَّكْتُمْ بِهِمَا: كِتَابَ اللهِ وَسُنَّةَ نَبِيِّهِ.
Rasulullah SAW bersabda :
Aku tinggalkan dua hal, kalian tidak akan tersesat selama kalian tetap berpegang teguh dengan keduanya.  Yaitu Kitabullah (Al-Qur’an) dan Sunnah Nabi (Hadis).[2]

IV.      Kedudukan Sunnah dalam Hukum Islam
Kedudukan sunnah dalam al-Quran adalah sebagai bayan atas al-Quran. Meski fungsi bayan sunnah atas al-Quran masih terjadi perbedaan pendapat antar ulama, namun perbedaan tersebut dapat dikompromikan. Bentuk bayan tersebut adalah :
1.       Bayan Taqrir
2.       Bayan Tafsir
3.       Bayan Ziyadah atau Bayan Tasyri’
4.       Bayan Naskh atau Bayan Tabdil
Salah satu contoh fungsi sunnah atas al-Qur’an adalah penjelasan Nabi tentang waktu-waktu Shalat. Seperti hadis berikut ini:
حدثنا عبيد الله بن معاذ العنبري حدثنا أبي حدثنا شعبة عن قتادة عن أبي أيوب واسمه يحيى بن مالك الأزدي ويقال المراغي والمراغ حي من الأزد عن عبد الله بن عمرو عن النبي صلى الله عليه وسلم قال وقت الظهر ما لم يحضر العصر ووقت العصر ما لم تصفر الشمس ووقت المغرب ما لم يسقط ثور الشفق ووقت العشاء إلى نصف الليل ووقت الفجر ما لم تطلع الشمس حدثنا زهير بن حرب حدثنا أبو عامر العقدي قال ح و حدثنا أبو بكر بن أبي شيبة حدثنا يحيى بن أبي بكير كلاهما عن شعبة بهذا الإسناد وفي حديثهما قال شعبة رفعه مرة ولم يرفعه مرتين

V.      Referensi
1.    Mushthafa al-Siba’i, al-Sunnah wa Makanatuha fi Tasyri’ al-Islami, Mesir: al-Dar al-Qaumiyah, 1966
2.   Abbas Mutawali Hammadah, al-Sunnah al-Nabawiyah wa Makanatuha fi Tasyri’, Mesir: al-Dar al-Qawmiyah, t.t
3. Hashbi al-Siddiqy, Pengantar Hukum Islam, Jakarta: Bulan Bintang, 1958




[1] Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Abu Dawud, hadis no. 3911; al-Tirmizi, hadis no. 2600; Ibn Majah, hadis no. 42; Ahmad, hadis no. 1621-1622; dan al-Darimi, hadis no. 95. Al-Tirmizi berkata: Hadis ini hasan sahih.
[2] Hadis ini sahih, diriwayatkan oleh Imam Malik, hadis no. 1395; dan Al-Hakim dalam Kitab Al-Mustadrak, hadis no. 306 dan 309.


Definisi Hadis

هو الذي يقوم على نقل ما أَضيف إلى النبي صلى الله عليه وسلم من قول أو فعل أو صفة, و ما أضيف إلى أصحابه والتابعين


Hadis adalah semua yang dinisbatkan kepada Rasulullah saw, baik perkataan, perbuatan, persetujuan dan sifat baginda, juga yang dinisbatkan kepada Sahabat dan Tabi'in.
Sumber Hadis
  • Rasulullah saw
  • Sahabat
  • Tabi'in
Sinonimitas Hadis
Ada juga yang membedakan antara hadis, sunah, khabar dan atsar.
Khabar (خبر) adalah berita. Kebanyakan ulama menyamakan antara hadis dan khabar.
Atsar (أثر) lebih diidentikkan dengan apa yang diterima dari sahabat.
Sunnah secara umum adalah segala apa yang disandarkan pada Nabi artinya sinonim dengan hadis, tetapi yang membedakan adalah:
  • Ahli Hadis berpendapat: Sunnah adalah perkataan, ketetapan, sifat atau tingkah laku Nabi saw.
  • Ulama Fiqih berpendapat: Sunnah adalah hal-hal yang berasal dari Nabi saw baik ucapan maupun pekerjaan, tetapi hal itu tidak wajib dikerjakan.
Contoh Sumber Hadis Rasulullah saw :
حدثنا الحميدي عبد الله بن الزبير قال حدثنا سفيان قال حدثنا يحيى بن سعيد الأنصاري قال أخبرني محمد بن إبراهيم التيممي أنه سمع علقمة بن وقاص الليثي يقول سمعت عمر بن الخطاب رضي الله عنه على المنبر قال سمعت رسول الله صلى الله عليه و سلم يقول ( إنما الأعمال بالنيات وإنما لكل امرىء ما نوى فمن كانت هجرته إلى دنيا يصيبها أو إلى امرأة ينكحها فهجرته إلى ما جاهر إليه )

 

Contoh Sumber Hadis dari Sahabat :

حدثنا الحسن بن الصباح سمع جعفر بن عون حدثنا أبو العميس أخبرنا قيس بن مسلم عن طارق بن شهاب عن عمر بن الخطاب أن رجلا من اليهود قال له
 : يا أمير المؤمنين آية في كتابكم تقرؤونها لو علينا معشر اليهود نزلت - لاتخذنا ذلك اليوم عيدا . قال أي آية ؟ قال {اليوم أكملت لكم دينكم وأتممت عليكم نعمتي ورضيت لكم الإسلام دينا} . قال عمر قد عرفنا ذلك اليوم والمكان الذي نزلت فيه على النبي صلى الله عليه و سلم وهو قائم بعرفة يوم جمعة


Sumber: DVD Hadis & Ilmu Hadis.
http://www.pusatkajianhadis.com/?q=kajian/hadis

Diantara para sahabat, tercatat ada tujuh sahabat yang terbanyak dalam meriwayatkan hadits. Inilah profil mereka:
Hidayatullah.com–Dalam ilmu hadits dikenal sebuah istilah bernama isnad. Yakni, silsilah para perawi (orang-orang yang meriwayatkan) hadits mulai dari Nabi Muhammad Shallallahu alaihi wasallam hingga ke matan (isi) hadits. Abdullah bin al-Mubarak berkata, “Isnad itu termasuk dalam perkara agama. Tanpa adanya isnad, tentulah setiap orang bisa berkata semaunya saja. Diantara para sahabat, tercatat ada tujuh sahabat yang terbanyak dalam meriwayatkan hadits. Diantara mereka adalah:
1. Abu Hurairah (5374 hadits)
Bernama lengkap Abdurrahman bin Shakhr ad-Dausi. Rasulullah memberinya julukan “Abu Hurairah” sebab Abdurrahman seringkali menggendong kucing kecilnya kesana kemari. Ia juga pernah meriwayatkan hadits tentang seorang wanita yang masuk neraka gara-gara kucing.
Abu Hurairah mulai hidup bersama Rasululah di Madinah pada tahun 7 H usai perang Khaibar. Meski demikian, Abu Hurairah berhasil menimba ilmu sebanyak-banyaknya dari Nabi. Hal tersebut tak lepas dari doa Nabi kepada Abu Hurairah. Suatu hari Nabi mendoakan Abu Hurairah agar memiliki hafalan yang kuat. Menurut Abu Hurairah, sejak itu ia tak pernah lupa sesuatupun yang ia dengarkan dari Nabi.
Layaknya Ahlu as-Shuffah (para sahabat yang hidup di beranda masjid), sehari-harinya, Abu Hurairah terkenal sebagai orang yang zuhud dan ahli ibadah. Tak jarang mereka harus menanggung rasa lapar dan haus hingga beberapa hari. Meski demikian, Abu Hurairah lebih memilih untuk terus menuntut ilmu sambil mengikat batu di perutnya sebagai pengganjal rasa lapar. Abu Hurairah wafat di kota Madinah pada akhir pemerintahan Mu’awiyah.
Menjelang wafat, Abu Hurairah tampak menangis. Orang-orang di sekitarnya lalu bertanya sebab ia menangis, apakah karena takut mati. Abu Hurairah menjawab, “Tidak, saya menangis karena saya tahu akan menghadapi perjalanan yang sangat jauh namun perbekalan saya sangatlah sedikit.”

2. Abdullah bin Umar (2630 hadits)
Sosoknya terkenal sebagai pemuda cerdas lagi rajin ibadah. Abdullah ikut berhijrah ke Madinah sedang ia masih berusia 11 tahun. Gelora keislaman Abdulllah semakin berkobar ketika umat Islam mulai berperang. Sayang ia baru dibolehkan ikut ketika berumur 15 tahun perang Khandaq pecah.
Dalam urusan ittiba’ (mencontoh Nabi), Abdullah sangat bersemangat mengikuti sunnah Nabi. Disebutkan, suatu hari Abdullah istirahat di bawah pohon dekat kota Madinah sebagaimana Nabi pernah mampir dan tidur di tempat tersebut. Aisyah, istri Rasulullah sampai pernah memujinya, “Tak seorang pun mengikuti jejak langkah Rasulullah di tempat-tempat pemberhentiannya, seperti yang telah dilakukan Ibnu Umar.”
Meski kehilangan penglihatan di masa tuanya. Abdullah sama sekali tak mengurangi semangatnya menunaikan shalat lail dan berdzikir. Suatu hari Nabi memujinya, “Sebaik baik laki-laki adalah Abdullah bin Umar, andai ia rajin shalat lail.” Sejak itu Abdullah tak pernah menanggalkan shalat lail hingga maut menjemputnya di usia 80 tahun lebih..
3. Anas bin Malik (2286 hadits)
Nama lengkapnya Anas bin Malik bin an-Nadhar bin Dhamdham al-Anshari al-Khazraji. Anas lahir di Madinah 8 tahun sebelum Nabi hijrah ke kota tersebut. Sejak umur 10 tahun, Anas bin Malik bekerja sebagai khadim (pelayan) di rumah Nabi.
Kedekatan Anas dengan Nabi sebagai sahabat sekaligus pembantu di rumah menjadikan ia sangat akrab dan tahu segala perilaku Nabi dalam keseharian. Terlebih suatu hari Rasulullah mendoakan khusus buat Anas agar diperbanyak umur dan keturunannya. Serta keberkahan sepanjang hayatnya. Nabi bersabda, “Ya Allah, perbanyaklah harta dan anaknya serta berkahilah apa yang Engkau berikan padanya.” Tak heran Anas menjadi perawi terbanyak ketiga dalam meriwayatkan hadits-hadits Nabi.
Berkat doa Nabi di atas, Anas menjadi seorang hartawan dari suku Anshar. Ia juga mempunyai keturunan yang sangat banyak hingga melebihi 100 orang dengan usia yang mencapai 1 abad lebih. Anas bin Malik meninggal dunia pada tahun 91 H.. Ia dimakamkan bersama sebuah tongkat kecil milik Rasulullah sebagaimana wasiatnya menjelang wafatnya.
4. Aisyah (2210 hadits)
Sebagai Ummu al-Mukminin, Aisyah memiliki sejumlah keutamaan dalam dirinya. Tak hanya cerdas, sosoknya juga terkenal kuat menghafal. Dalam usia yang sangat muda, Aisyah mampu menguasai berbagai disiplin ilmu keislaman. Mulai dari ilmu tafsir, hadits, fiqh, faraidh (ilmu warisan), syair, hingga ilmu kedokteran sekalipun.
Hal tersebut tergambar dari beberapa kesaksian para sahabat dan tabi’in. Suatu hari Urwah bin Zubair, seorang keponakannya berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih pintar dalam ilmu fiqh (agama), kedokteran dan syair selain Aisyah.
Dalam riwayat yang lain, ia berkata, “Aku tak pernah melihat seseorang yang lebih pintar tentang Al-Quran , hal-hal yang difardhukan, halal dan haram, syair, cerita Arab, hingga urusan nasab (silsilah keturunan) selain Aisyah.” Wanita mulia ini wafat pada bulan Ramadhan tahun 57 Hijriah dan dimakamkan di pekuburan Baqi’ Madinah.
5. Abdullah bin Abbas (1660 hadits)
Sejak kecil Ibnu Abbas, “demikian panggilan akrabnya- sudah menunjukkan kecerdasan dan semangatnya dalam menuntut ilmu. Olehnya, Rasulullah pernah mendekap Ibnu Abbas lalu mendoakannya, “Ya Allah, faqihkanlah ia perkara agama-Mu, dan ajarilah ia tafsir kitab-Mu.”
Sepeninggal wafat Nabi, ghirah Ibnu Abbas menuntut ilmu tak menjadi surut. Tanpa bosan ia mendatangi satu persatu para sahabat sekedar bertanya berbagai perkara yang belum diketahuinya. Alhasil, dalam waktu singkat Ibnu Abbas digelari sebagai faqih al-ashr (faqih di masanya) dan imam al-mufassirin (penghulu ahli tafsir). Ibnu Abbas juga berjuluk al-bahr (lautan ilmu).
Seiring perjalanan waktu, penglihatan Ibnu Abbas mulai berkurang hingga ia wafat di kota Thaif. Musnad Abdullah Ibnu Abbas mencapai 1660 hadits. 75 hadits diantaranya disepakati oleh al-Bukhari dan Muslim (muttafaq alaihi). Al-Bukhari meriwayatkan 120 hadits sedang Muslim sebanyak 9 hadits.
6. Jabir bin Abdullah (1540 hadits)
Jabir bin Abdullah meriwayatkan 1.540 hadist, Ayahnya bernama Abdullah bin Amr bin Hamran Al-Anshari as-Salami. Meski masih berumur kanak-kanak, Jabir termasuk pelaku Ba’iat al-Aqabah bersama ayah dan 70 orang sahabat Anshar lainnya. Mereka berikrar setia turut membantu Nabi Muhammad menguatkan dan menyiarkan agama Islam.
Jabir tak pernah absen dalam semua peperangan bersama Rasulullah, kecuali perang Badar dan Uhud. Tak lain karena ia dilarang oleh Nabi dan ayahnya karena usianya yang dianggap masih kecil ketika itu. Abu az-Zubair bercerita, suatu hari Jabir berkata: Rasulullah terjun berperang sebanyak 21 kali (memimpin peperangan) sedang saya cuma 19 kali berperang.
Sanad yang paling shahih dan termasyhur dari Jabir adalah melalui jalur Sufyan bin Uyainah, dari Amr bin Dinar, dari Jabir bin Abdullah. Jabir wafat pada tahun 74 Hijriah. Pendapat lain mengatakan tahun 73 H.
7. Abu Sa’id Al-Khudri (1170 hadits)
Bernama lengkap Sa’id bin Malik bin Sinan. Nasab al-Khudri berasal dari Khudrah bin Auf al-Harits bin al-Khazraj. Sedang ayahnya Malik bin Sinan, seorang sahabat yang syahid dalam peperangan Uhud. Abu Sa’id al-Khudri termasuk diantara para sahabat yang berbai’at kepada Rasulullah Shallallahu alaihi wassalam.
Ia meriwayatkan hadits dari banyak sahabat. Namun sumber yang paling terkenal adalah dari ayahnya sendiri Malik bin Sinan, saudaranya seibu Qatadah bin an-Nu’man, Abu Bakar, Umar, Utsman, Ali, dan sejumlah sahabat lainnya.
Abu Sa’id meriwayatkan 1.170 hadits, termasuk 59 hadits yang diriwayatkan oleh al-Bukhari. Abu Sa’id wafat pada tahun 74 H di Madinah dan dimakamkan di pekuburan Baqi’ sebagaimana pesan Abu Sa’id kepada anaknya menjelang wafatnya. [masykur/sahid/www.hidayatullah.com]–dari youngmujahidah


RIWAYAT PERAWI HADITS DARI KALANGAN TABI’IN

A.PENDAHULUAN
Hadits dan sunnah baik secara struktural maupun fugsional disepakati oleh mayoritas muslim dari berbagai mazhab, sebagai sumber ajaran Islam karena dengan adanya hadits dan sunnah itulah ajaran Islam menjadi jelas, rinci, dan sepesifik. Sepanjang sejarahnya hadits-hadits yang tercantum dalam berbagai kitab hadits yang ada telah melalui peroses penelitian ilmiyah yang rumit, sehingga menghasilkan kualitas hadits yang di inginkan oleh para penghimpunnya . Untuk megetahui hadits-hadits yang benar-benar berkualitas dan dapat dipercaya maka tidak terlepas dari perso’alan siapa perawinya kemudian dari mana mereka mendapatkan hadits bahkan sampai kepada bagaimana cara mereka meriwayatkan hadits.
Kalau dilihat dari silsilah sejarah penghimpunan hadits, maka pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para sahabat . Artinya para Sahabat yang sudah belajar kemudian menyampaikan ucapan-ucapannya kepada para Tabi’in . Dengan kata lain para tabi’in menempuh jalan yag pernah dilalui oleh para sahabat, mengikuti jejak langkah mereka, meniru langkah-langkah kehidupan mereka sekaligus berpegang teguh pada apa saja yang pernah mereka lakukan.
Semua itu dilakukan oleh para tabi’in karena mereka memperlakukan para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah sehingga para tabi’in mengambil pengetahuan dan perilaku dari mereka . Dan tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga jelas mengikuti jejak para sahabat sebagai guru mereka hanya saja persoalan yang mereka hadapi agak berbeda dengan kondisi yang dialami oleh para sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah di kumpulkan dalam satu mushab, dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para sahabat, pada masa Khulafurrasyidin, khususnya pada masa kehalifahan Utsman para sahabat ahli hadits menyebar kebeberapa wilayah dan kepada merekalah para tabi’in belajar hadis .
Sungguh suatu hal yang sangat menarik di bicarakan apabila membahas masalah riwayat perawi hadits baik di kalangan para sahabat, tabi’in maupun tabi’it tabi’in karena masalah ini akan mengulas riwayat-riwayat perawi hadits, sejarah hidup mereka, bagaimana mereka meriwayatkan hadits, bahkan sampai kepada berapa banyak hadits yang mereka riwayatkan, utamanya biografi perawi hadits dari kalangan tabi’in yaitu generasi setelah para sahabat.
Para ulama memberikan batasan bahwa yang di katakan tabi’in adalah orang yang pernah bertemu dengan sahabat dan beriman kepada Nabi SAW. Serta meninggal dunia dalam keadaan beiman kepada Islam . Kemudian dalam hal ini pula Al-khatib Al-bagdadi bahwa yang di katakan Tabi’in adalah perlu adanya persahabatan dengan sahabat jadi bukan hanya bertemu . Disamping itu pula ada yang mengatakan bahwa Tabi’in itu adalah orang yang berjumpa dengan sahabat, muslim dan meninggal dalam keadaan Islam, maka dia adalah teman para sahabat . Maka jelaslah didalam tiga pendapat diatas bahwa yang dikatakan Tabi’in itu bukan hanya pernah bertemu akan tetapi terjalin sebuah ikatan persahabatan diantara mereka .
Selanjutnya Tabi’in yang dikehendaki oleh Ilmu hadits adalah ‘’Orang-orang Islam yang bertemu dengan sahabat-sahabat Nabi SAW. Dan mati dalam keadaan beragama Islam . Dengan kata lain tabi’in-tabi’in itu adalah pengikut sahabat beragama Islam sampai mereka meninggal dunia . Oleh sebab itu dalam makalah ini akan di bahas secara ringkas beberapa riwayat perawi hadits dari kalangan tabi’in.

B. RIWAYAT PERAWI HADITS DARI KALANGAN TABI`IN
1. Sa’id ibn Al Mussaiyab
Sa’id ibn Al Musaiyab ialah Abu Muhammad Sa’id ibn Al Mugirah ibn Huzn ibn Abdul Wahab ibn Amr ibn A idz ibn Imran ibn Mahzum Al Qurasyi. Beliau adalah pemuka tabiin yang terkenal, salah satu fuqaha tujuh di Madinah yang telah dapat mengumpulkan hadits, fiqih, zuhud dan wara’. Beliau adalah salah seorang tabaqat tabi’in yang memiliki kelebihan dalam penyebaran ajaran Islam keberbagai penjuru dunia dan beliau juga sebagai salah satu tabi’in senior yaitu fuqaha tujuh dari ahli Madinah . Beliau hidup dari usaha berdagang minyak zaitun, beliau adalah seorang tabi’in yang sangat terkenal dalam menghafal hukum-hukum dan putusan-putusan yang di putuskan oleh Umar , oleh karenanya beliau terkenal dengan rawiyah Umar.
Beliau meriwayatkan hadits dari Abu Bakar, Utsman, Ali, Sa’ad ibn Abi Waqqas, Hakim ibn Hizam, Ibn Abbas, Ibn Amr ibn Ash, ayahnya sendiri Al Mussyyab Ma’mar ibn Abdillah, Abu Darda, Hasan ibn Tsabits, Zaid ibn Tsabits, Abdullah ibn Zaid Al Madan, Attab ibn Al Sid, Abu Qatadah, Abu Hurairah, Aisyah, Ummu Salim, Ibn Umar dan lain sebagainya.
Kata Ma’mar ibn Mahnun ibn Mahram, bahwa ayahnya berkata, ‘’Saya datang di Madinah dan bertanya siapa orang yang paling alim diantara penduduk Madinah ?. Mereka membawa saya kepada Said ibn Musaiyah. Kemudian berikutnya ibn Al Madaniy berkata Saya tidak mengetahui ada orang yang lebih luas ilmunya dari kalangan tabi’in selain Said ibn Musyyab, Maka apabila Said berkata ‘’ Demikianlah sunnah pegangilah dia dan dialah sebesar-besar tabi’in menurut pendapatku .
Kata ibn Hibban ‘’Said adalah orang kepercayaan masuk golongan pemuka-pemuka tabi’in dalam bidang fiqih, agama, wara, ibadah, keutamaan, Dialah yang paling pandai dalam ilmu fiqih diantara ulam-ulama’ Hijaz dan dia juga seorang ta’bir mimpi, empat puluh tahun lebih beliau berada dalam masjid setiap kali azan disuarakan‘’ . Kata ibn Hatim, tak ada dalam kalangan tabi’in orang yang lebih bangsawan dari padanya beliau pernah dipenjarakan oleh Abdul Malik karena tidak mau membai’atkan anaknya Al Walid . Beliau lahir pada tahun 13 H 634 M dan wafat dimasa pemerintahan Al Walid ibn Abdul Malik pada tahun 94 H. 713 M dalam usia 79 tahun .

2. Urwah ibn Al Zubair .
Urwah ibn Az Zubair ialah Abdillah Urwah ibn az Zubair ibn Al Awwam ibn Khuwailid ibn As’ad ibn Abdil Uzza ibn Qussai al Asadiy Al Quraisyi, salah seorang fuqaha 7 di Madinah, seorang yang ahli agama yang benar-benar shalih lagi sangat murah hatinya, beliau tidak dmencampuri kekacauan-kekacauan dalam Negara yang terjadi antara sesam sahabat. Ayahnya Az Zubair ibn Al Awwam adalah salah seorang putra dari makcik Nabi SAW. yang bernama Shafiah binti Abdul Muttalib dan beliau juga adalah seorang Hawary Rasulullah, salah seorang sahabat 10 yang mendapat syurga dan salah seorang sahabat 6 yang di tunjuk menjadi ‘’asy Habusy Syura’ .
Beliau menerima hadits dari dari ayahnya, makciknya Aisyah saudaranya Abdullah, ibunya Asma, Ali ibn Abi Thalib, Sa’id ibn Zaid ibn Nufail, Hakim ibn Hizam, Abdullah ibn Jafar dan lain-lain, hadits-haditsnya diriwayatkan oleh putra-putranya sendiri yaitu Abdllah, Ustman, Hisyam, Muhammad dan Yahya .
Al Ajali berkata, Urwah adalah seorang tabi’in yang kepercayaan, seseorang yang shalih yang tidak mencampuri kekacauan politik dimasanya . Selanjutnuya Qabisyah berkata, Urwah melebihi kami karena beliau selalu mengunjungi ‘Aisyah untuk belajar dan Aisyah adalah orang yang sangat alim dan begitu pula dengan Ibn Saad memasukkan Urwah seorang kepercayaan, banyak menghafal hadits, dan terkemuka dalam ilmu fiqih. Beliu dilahirkan pada akhir masa pemerintahan ‘Umar (tahun 22 H) dan wafat dalam keadaan berpuasa pada tahun 93 H.

3. Al-A’Raj.
Al-A’raj ialah Abu Daud Abdurrahman bin Humuz Al Madani yang di beri julukan Al-A‘raj yakni mawalli bani Hasyim, di katakan kritikus hadits Al-A’raj menguasai ansab (pertalian keturunan) dan bahasa arab, banyak mengafal hadits, tsiqat dalam periwayatan, beliau termasuk kalangan sahabat Abu Hurairah sesudah ibn Musayyad dan beliau juga mengetahui jujur tidaknya para sahabat yang meriwayatkan hadits Abu Hurairah. Al-Raj menerima hadits dari Abu Hurairah, Abi Said, Ibnu Abbas, Muhammad bin Maslamah Al Anshari, Muawiyyah bin Abi Sufyan, Muawwiyah bin Abdillah bin Ja’far, Abi Salamah dan Abi Rafi .
Dan hadits-hadits beliau diriwayatkan oleh Zaid bin Aslam, Shalih bin Kaisam, Az Zuhri, Yahya bin Said, Musa bin Uqbah, Abu Al-Zinad, Abdullah bin Dzakwan, Ja’far bin Rubaiah dan lain-lain dan Beliau meninggal dan dimakamkan di kota Iskandariyah Mesir tahun 117 H.

4. Nafi Al Adawiy
Nafi Al Adawiy adalah Abu Abdillah Al Madani maula Ibnu Umar, beliau berasal dari dailam dan tidak di ketahui asal usulnya, beliau di jumpai oleh Ibnu Umar dalam salah satu peperangan karena itu beliau terkenal dengan maula Ibnu Umar. Beliau pernah dikirim oleh Umar ibn Abdul Aziz ke Mesir untuk menjadi guru besar disana . Para keritikus bersepakat bahwa Nafi merupakan tsiqat dan dipercaya, Abu Ya’la Al Halili berkata Nafi merupakan seorang Imam tabi’in di Madinah dan ulama’ besar dalam bidang agama dan periwayatannya di sepakati keasahihannya
Sebagian para ulama’ ada yang menilainya lebih diatas Salim bin Abdillah bin Umar dan sebagian ulama’ lain bahwa Nafi sejajar dengan Salim ‘’ tidak ada kesalahan pada seluruh hadits yang diriwayatkannya, beliau pernah di uji oleh teman-teman semasanya dan lolos dalam ujian itu . Beliau adalah seorang yang kukuh dan kuat dan figur yang luar biasa, hal ini di ungkapkan oleh Imam Isma’il bin Umayah dengan mengatakan, ‘’Kita semua menghendaki bahwa Nafi akan mengalami kekeliruan, tetapi ia dapat menyelesaikan ujian itu dengan baik, oleh sebab itu ia menjadi orang kepercayaan Khalifah Umar bin Abdil Aziz, bahkan beliau pernah di kirim ke Mesir oleh Umar bin Abdil Aziz untuk menjadi pengajar hadits di sana.
Dikatakan oleh Bukhari Allah telah memberikan anugrah kepada kita tentang Nafi , beliau meniggal sekitar tahun 117 H. atau 120 H. Beliau menerima haditas dari Ibnu Umar, Maulanya, dari Abu Hurairah, Abu Lubabah bin Abdil Munzir, Abu Said Al-Khudri, Ubaidillah, Salim, Zaid dan Abdullah ibn Muhammad bin Abi Bakar dan lain-lain. Hadits-haditsnya di riwayatkan oleh putra-putranya sendiri, Abu Umar dan Umar, Abdillah bin Dinar, Shalih bin Kaisan, Ibnu Syihab Az-Zuhri, dan kedua putra Yahya bin Sa’id Al’Anshari, yakni Abdul Rabbah dan Yahya, Ibnu Thahran, Ibnu Juraij, Al Auza’i, Malik bin Anas dan lain-lain.
5. Hasan Al Bishri
Nama lengkap Hasan Al Bishri ialah Abu Said Al Hasan bin Abi Al Hasan bin Yasar Al Bishri adalah Maula Al Anshari. Ibunya bernama Khairah, budak Ummu Salamah yang di merdekakan, dikatakan Ibnu Sa’ad dalam kitab tabaqat Hasan adalah seorang alim yang luas dan tinggi ilmunya, terpercaya, seorang hamba yang ahli ibadah lagi pula fasih bicaranya .
Beliau salah seorang fuqaha yang berani berkata benar dan menyeru kepada kebenaran dihadapan para pembesar negeri dan seorang yang sukar diperoleh tolak bandingnya dalam soal ibadah . Beliau menerima hadits dari Abu Bakrah, Imran bin Husein, Jundub, Al Bajali, Muawwiyah, Anas, Jabir dan meriwayatkan hadits dari beberapa sahabat diantaranya ‘Ubay bin Ka’ab, Saad bin Ubadah, Umar bin Khattab walaupun tidak bertemu dengan mereka atau tidak mendengar langsung dari mereka
Beliau adalah ulama ternama di Basrah, Imam Al Bagir ra. Mengatakan,’’ Jika di sebutkan tentang ketokohan Al Hasan artinya yang dimaksud ucapan Al Hasan menyerupai ucapan para Nabi, Beliau wafat tahun 110 H. dalam usia 88 tahun dan kemudian hadits-hditsnya diriwayatkan oleh Jarir bin Abi Hazim, Humail At Thawil, Yazid bin Abi Maryam, Abu Al Asyhab, Sammak bin Harb, Atha bin Abi Al Saib, Hisyam bin Hasan dan lain-lain .

6. Muhammad bin Sirin
Nama lengkap Muhammad bin Sirin adalah Abu Bakr Muhammad bin Sirin Al Anshari yaitu seorang tabi’in terkemuka dalam ilmu agama di basrah, beliau merupakan seorang tokoh pada zamanya sebagai ahli fiqih, di sebutkan oleh Ibnu Sa’ad bahwa beliau adalah seorang yang terpercaya, terkenal dalam bidang fiqih, seorang yang alim, wara’, ahli hadits dan mempunyai pengetahuan yang lebih faqih pada semasanya yang melebihi kefaqihannya.
Kata Muarriq,”Tidaklah saya melihat orang yang lebih pandai dalam bidang fiqih selain dari Muhammad ibn Sirin yang dilandasi oleh wara” . Beliau wafat pada tahun 110 H. dalam usia 77 tahun. Beliau menerima hadits dari Maulanya sendiri Anas bin Malik, Zaid bin Tsabit, Al Hasan bin Ali bin Abi Thalib, Junndub bin Abdillah Al Bajali, Huzaifah bin Al Yaman, Samurah bin Jundub, Imran bin Husen, Abu Hurairah dan Abu Darda.

7. Muhammad ibn Muslim Az Zuhry
Muhammad ibn Muslim Az Zuhry ialah Abu Bakr Muhammad ibn Muslim Ubaidillah ibn Abdullah ibn Syihab al Quraisyi az Zuhry, beliau adalah ulama besar tabi’in yang mula-mula mentadwilkan hadits dari salah seorang hafids yang besar dari penduduk Madinah terkenal di seluruh Hijaz dan Syam .
Beliau menerima hadits dari Abdulla bin Ja’far, Rabiah ibn Abbad, Al Muswar ibn Mahramah, Abdurrahman ibn Azhar, Abdillah ibn Amr, Abu Umamah ibn Sahl Hanif, Malik ibn Aus, Amir ibn Saad ibn Abi Waqas, Al Hasan dan Abdullah dan lain-lain. Beliau meriwayatkan hadits secara asal dari Ubadah ibn Abi Rabah ibn Samit, Abu Hurairah, Rafi ibn Khadij, Al Bukhari berkata lebih kurang 2000 hadits yang diriwayatkan oleh Az Zuhry, beliau lahir 51 H. dan wafat pada tahun 124 H. dalam usia 73 tahun .

8. Imam Abu Hanifah
Nama lengkapnya ialah An-Nu’man bin Tsabits bin Zutha, beliau bekas sahaya taimullah al-Kufi, ia berasal dari Persia dan beliau seorang tabi’in karena pernah melihat para sahabat Anas bin Malik, Sahl bin Saidi, Abdullah bin abi Aufa dan Abu Tufail Amir bin Watsilah, beliau meriwayatkan dari sebagian mereka bahkan ada lam’ yang mengatakan bahwa ia meriwayatkan dari mereka.
Para ulama memberi kesaksian akan keluasan pengetahuan fiqih dan kekuatan hujjahnya, Imam Syai’i berkata dalam hal ilmu fiqih, manusianya adalah keluarga Abu Hanifah dan begitu pula dengan pendapat, Al-Laits bin Saad bahwa ‘’Aku pernah menghadap Imam Malik di Madinah lalu aku berkata kepadanya ‘’Aku lihat anda mengusap keringat dari kening anda ‘’Malik menjawab ‘’Aku keringat bersama Abu Hanifah, dia benar-benar ahli fiqih hai orang Mesir, kemudian aku bertemu Abu Hanifah dan berkata kepadanya alangkah bagus ucapan orang tersebut tentang anda Abu Hanifah menyahut” tak pernah aku melihat orang secepat dia dalam menjawab dengan benar dan melontarkan keritik dengan sempurna” .
Imam Abu Hanifah seorang yang sangat takwa dan wara’ dan beliau anugrahi ketajaman berfikir dan kecerdasan luar biasa menjadi sangat terkenal dalam menterjemahkan dan mengungkapkan ajaran agama . Untuk membiayai hidupnya ia bekerja dan tidak mau menerima pemberian dari para ulama penolakan tersebut demi menjaga harga diri dan mengangkat kehormatan para ulama, agar tidak di rendahkan. Abu Ja’far pernah mencoba memaksanya menjadi qadi, ia memenjarakan dan mencambuknya sepuluh kali setiap hari supaya ia mau menerima jabatan tersebut tetapi Abu Hanifah tetap menolak dan pada ahirnya beliau meniggal di penjara pada tahun 150 H.

9. Qatadah ibn Di’amah
Qatadah ibn di’amah ialah Abu Al Khathab Qatadah ibn Di’amah ibn Qadatah ibn Aziz ibn Amr ass Sadusy al Basyri, beliau adalah seorang imam besar dan beliau meriwayatkan hadits dari Anas ibn Malik, Abu Ath Thufail, Said ibn Al Musayyab, Ikrimah, Muhammad ibn Abdir Rahman ibn Auf, Al Hasan Bisri, Muhammad ibn Sirrin, Atha ibn Abi Rabah, Abu Bakr dan Nadir dan kedua yang terahir ini adalah putra Anas ibn Malik .
Hadits-hadits beliau di riwayatkan oleh Sulaiman at Tamimiy, Jarir ibn Hazim, Syu’bah, Abu Hilal, Ar Rasiby, Humam ibn Yahya, Ammr ibn Al Harits Al Misry, Sa’id ibn Al Arubah, Al Laits ibn Sa’ad, Awanah dan lain-lain, kemudian selanjutnya Ibnul Musyaiyyad berkata’’ tidak pernah seorang yang datang kepadaku yang melebihi hapalan Qatadah. Beliau lahir pada tahun 61 H. dan wafat pada tahun 118 H. dalam usia 56 tahun.

10. Sulaiman ibn Al Amasy
Nama legkap Slaiman bin Mihram AL-Ma’masy ialah Abu Muhammad Sulaiman bin Mihran Al-Kahili Al-Asadi, beliau adalah seorang tabi’in yang mashur, ulama yang terkenal dalam bidang Al-qur’an, hadits dan faraid dan berasal dari Tarbistan dan di lahirkan di Al-Kufi.
Dikatakan oleh Syu’bah,’’Saya tidak melihat seseorang yang memiliki reputasi di bidang hadits seperti yang di miliki Al-A’masy, Ibnu Ma’in menilai bahwa sanad Al-masy dari Ibrahim dari Al qamah dari Abdullah merupakan sanad yang terbaik dan ada sebagian orang menanyakan apakah reputasi Al-A’masy bias seperti Az-Zuhri ? Al-A’masy lebih bersih dari pada Az Zuhri sedangkan Az Zuhri masih memandang duniawi, menerima pemberian dan bekerja untuk bani ummayah, sedangkan Al-A’masy adalah seorang fakir, sabar, jauh dari penguasa, wara’ menjaga Al-qur’an dan menjaga ilmu ummat Muhammad SAW .
Beliau menerima hadits dari Anas, namun ada pendapat yang mengatakan bahwa Al-A’masy tidak mendengar sendiri dari Anas, dari Zaid bin Wahab, Saad bin Ubaidah, Thalhah bin Nafi, dan Ibrahim An-Nahdi dan lain-lain, selanjutnya hadits beliau diriwayatkan oleh Al-Hakim bin Uyainah, Abu Al-Subai (salah seorang gurunya ), Abdullah bin Idris bin Mubarrak, Fudail bun Iyad . Beliau lahir pada hari wafatnya Al-Husen pada tahun 61 H. di Kufah dan beliau meniggal pada tahun 48 H. dalam usia 80 tahun.

11. Mujahid ibn Jabir
Mujahid ibn Jabir adalah Mujahid ibn jabir Al-Makki Abu al Hujaj al-Makzumi al-Makari maula al-Saib ibn Abi al-Saib, seorang tabi’in dan seorang Imam yang di sepakati ketinggiannya. Beliau meriwayatkan hadits dari Abi bin Abi Thalib, Said ibn Abi Waqal, Abdullah yang empat, Rafi ibn Fadidj, Usai ibn Dhahir, Abi Sa’id al Hudri, Aisyah, Ummi Salamah, Juwairiyah, Abi Hurairah dan lain- lain.
Disamping seagi muhaddisin, beliau juga terkenal keahlianya dalam bidang tafsir, ia dipandang salah seorang sahabat ibn Abbas yang paling terpercaya, oleh karena itu tak heran kalau Imam Bukhari menempatkannya sabagai andalan tafair dalam kitab sahihnya, demikian pula dengan Imam Syafi’i menjadi saksi terpenting akan keutamaan dan keadilan imam mujtahid. Berdasarkan riwayat yang disampaikannya sendiri bahwa beliau berkata ‘’Aku pernah menyodorkan al-Qur’an kepada ibn Abbas sebanyak 30 kali . Jadi pada dasarnya semua ulama sepakat akan ketinggian, keluasan dan kedalaman ilmu serta pengalamannya, beliau lahir pada tahun 21 H. dan wafat pada tahun 103 H.

12. Malik bin Anas
Nama lengkap Malik bin Anas ialah Abu Abdillah Malik bin Anas bin Malik bin Abi Amir Al-Ashabahi Al Himyarim Al-Madani, merupakan salah seorang dari Imam Mazhab yang terkenal. Abu Hurairah berkata aku belum pernah melihat seseorang yang shalatnya lebih serupa dengan Nabi dari pada Anas bin Malik . Beliau mendapat sebutan Imam Darul Hijrah dan Imam Syafi’i menyipatinya sebagai hujjatullah sesudah makluknya sesudah generasi tabi’in. Para kritikus sepakat mengatakan bahwa imam Malik adalah seseorang hujjah dan siqat, An Nasai berkata sesudah generasi tabi’in kami tidak memiliki ulama sekaliber Imam Malik, tak ada seorang ulama’ yang lebih agung yang lebih siqat, dan terjalin hadits-haditsnya dan sangat jarang periwayatan hadits dhaifnya dari Imam Malik.
Imam Malik adalah seorang fuqaha pertama di Madinah yang menyaring perawi-perawi haditsnya dan meninggalkan perawi hadiits yang tidak di percaya dan beliau tidak meriwayatkan hadits kecuali yang benar-benar mahir atau ahli dalan bidang fiqih dan beliau juga pribadinya sangat rendah hati, zuhud dan sangat menjaga ucapannya dan beliau memiliki pendirian yang kokoh, beberapa hal yang menjadi bukti bahwa penolakan beliau untuk datang ke istana dan menjadi guru bagi keluarga mereka kemudian beliau pernah di cambuk 70 kali oleh gubernur madinah karena menolak mengikuti pandangan sulaiman . Karya beliau yang sangat gemilang dalam bidang ilmu hadits ialah Kitab “Al-Muaththa” ditulis pada tahun 144 H. atas anjuran Khalifah Ja’far al-Manshur sewaktu bertemu di saat-saat melakukan ibadah haji
Beliau menerima hadits dari Amir bin Abdillah bin Az-Zubair, Zaid bin Aslam, Nafi, Humaid Aat-Thawil, Abu Hazim, Salamah bin Dinar dan lain-lain, semmua ulama’ hadits mengakui ketinggian ilmu beliau dalam hadits dan dalam bidang fiqih dan beliau menempati kedudukan yang has diantara bintang-bintang ilmuan berbakat seperti penghimpun hadits terkenal Imam Bukhari dan Muslim , Malik bin Anas wafat 179 H. di Madinah .

13. Muhammad ibn As Saib al-Kalby
Nama lengkapnya adalah Muhammad ibn al-Saiib ibn Basyar ibn Amar ibn Abdal Aziz al-Kalbi Abu al-Nnadhir al-Kaufi, seorang yang di akui dalam berbagai bidang, terutama dalam bidang tafsir dan menguasai silsilah Arab, namun dalam masalah periwayatan hadits ia pandang sebagai orang yang kurang dipercaya. Ia meriwayatkan hadits dari saudaranya, Sufyan, Salamah, Abi Shalih, Amir al-Sya’bi dan lain sebagainya. Beliau diakui sebagai seorang mufassir dan orang yang sangat luas ilmunya dalam bidang silsilah bangsa Arab namun beliau tidak dipandang sebagai seorang yang dapat dipercaya dalam bidang hadits .
Hadits-haditsnya banyak diriwayatkan oleh putranya, Hisyam, Sufyan al-Tsauri, Muhammad ibn Ishak, Hammad ibn Salamah ibn Mubarak, Ibn Juraij, Muhammad ibn Marwan al-Saddi al- Sagir Husyaim, Abu Awamah, dan lain-lain. Beliau wafat tahun 146 H. di Kufah, kemudian mengenai kapan tahun kelahirannya tidak ada yang mengetahuinya .

14. Umar Ibn Abd al Aziz
Umar ibn al Aziz adalah seorang khalifah dari Bani Umayah yang berkuasa pada tahun 99-101 H. Nama beliau menjadi masyhur karena kemampuan dan keampuhan dalam memimpin pemerintahan secara adil dan bijaksana serta sederhana selain itu ia menjadi terkenal karena berhasil menyandang reformasi dalam beberapa bidang seperti dalam bidang keilmuan, pemerintahan, sosial dan sebagainya . Beliaulah yang memerintahkan para ualama untuk mendirikan majlis-majlis hadits dan membukukan hadits tersebut, diantaranya as Syihab Az Zuhri, Amarah bin Abd al- Rahman dan Abi Bakar Ibn Hazm.
Nama lengkapnya adalah Umar Ibn al-Aziz Ibn Marwan Ibn al-Hakam al-Imam Amir al-Mu’minin Abu Hafsh al-Amawi al- Quraisyi. Ia lahir di Madinah pada masa Yaziz ibn Abi Syufyan dan di besarkan di Mesir pada masa kekuasaan ayahnya dan ibunya Ummu Ashim bin Ashim ibn Umar ibn al Khattab. Ia menerima hdits dari Abdulah ibn Ja’far, Anas ibn Malik , Abu Bakar ibn Abd al Rahman dan lain-lain.
Umar ibn Al Aziz adalah seorang yang imam faqih, mujtahid, banyak mengetahui sunnah, hujjah, hufaz dan sebutan baik lainnya. Pertama kali memegang jabatan di pemerintahan, ia menjabat sebagai gubernur Madinah pada masa kehalifhan Al Walid, pada masa ini ia membangun dan memperbaiki masjid Nabawi dan menghiasinya secara sederhana . Beliau meninggal pada bulan Rajab tahun 101 Hijriyah dalam usia 40 tahun lebih enam bulan, Hisyam meriwayatkan dari Al Hasan bahwa ia berkata ketika kematian datang menemui Umar Abd Aziz ia meninggal sebaik baik orang meninggal .

15. Al Hijazy
Nama lengkap Al Hijazy adalah Ismail bin Ibrahim Al-Makzumi Al Madani Al-Hijazi yaitu seorang Imam, di katakan para kritikus bahwa Al Hijazi adalah seorang tsiqat artinya perawi yang sangat terpercaya mmeriwayatkan hadits dari yang siqah, hingga bersambung kepada Rasululah SAW . Di sebutkan Ibnu Hibban dua kali dalam kitab tsiqat bahwa beliau adlah tabi’in dan tabi’it tabi’in .
Jadi jelaslah bahwa sosok Al Hijazy seorang perawi yang terkenal di kalangan tabi’in yang sangat dipercaya disamping seorang ulama, dan beliau menerima hadits dari ayahnya dan Muhammad bin Ka’ab Al-Qurtubi dan Hadits-haditsnya di riwayatkan oleh Atsauri, Waqi dan Fudail An-Namiri, beliau wafat tahun 164 H.

C. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian makalah tentang riwayat-riwayat perawi Hadits dari kalangan tabi’in dapat di ambil kesimpulan bahwa di katakan tabi’in adalah satu periode yang dilihat dari segai pertemuan dan mengambil berita atau imformasi dari sahabat dan mereka beriman kepada Nabi Muhammad SAW. Dan meninggal dunia dalam keadaan Islam , untuk mngetahui kesahihan dan kredibilitas hadits-hadits yang telah disampaikan oleh Rasulllah SAW. perlu lihat dan di tinjau kembali siapa perawinya, asal usulnya dan termasuk dari kalangan sahabat, tabi’in atau tabi’t-tabi’in sehingga dapat di pastikan bahwa hadits-hadits tersebut sahih atau tidak .
Kalau dilihat dari silsilah sejarah penghimpunan hadits, maka pada dasarnya periwayatan yang dilakukan oleh kalangan tabi’in tidak jauh berbeda dengan apa yang dilakukan oleh para Sahabat. Artinya para Sahabat yang sudah belajar kemudian menyampaikan ucapan-ucapannya kepada para Tabi’in. Dengan kata lain para tabi’in menempuh jalan yag pernah dilalui oleh para sahabat, mengikuti jejak langkah mereka, meniru langkah-langkah kehidupan mereka sekaligus berpegang teguh pada apa saja yang pernah mereka lakukan.
Semua itu dilakukan oleh para tabi’in karena mereka memperlakukan para sahabat sebagai murid langsung Rasulullah sehingga para tabi’in mengambil pengetahuan dan perilaku dari mereka. Dan tidak bisa dipungkiri bahwa mereka juga Sebab bagaimanapun juga mereka mengikuti jejak para Sahabat sebagai guru mereka hanya saja persoalan yang mereka hadapi agak berbeda dengan kondisi yang dialami oleh para Sahabat. Pada masa ini Al-Qur’an sudah di kumpulkan dalam satu mushab, dipihak lain, usaha yang telah dirintis oleh para Sahabat, pada masa Khulafurrasyidin, khususnya pada masa kehalifahan Utsman para Sahabat ahli hadits menyebar kebeberapa wilayah dan kepada merekalah para tabi’in belajar Hadts.
Sepanjang sejarah perjalanan Rasulullah meniggal dunia Hadits-hadits dari Beliau banyak yang dipalsukan atau di buat-buat demi kepentingan peribadi atau kelompok terbukti semenjak Abu Bakar ra. memangku sebagai kahalifah yang pertama tugas beliau memerangi orang yang murtad juga menumpas orang-orang yang mengaku dirinya sebagai Nabi dan bahkan sampai kepada perjalanan sejarah Ali bin Abi Thalib dingkat sebagai khalifah yang ke empat.
Diantara riwayat perawi hadits dari kalangan tabi’in cukup banyak dan tidak bisa disebutkan satu persatu akan tetapi yang bisa disebutkan diantaranya: Sa’id ibn Al Mussaiyab, Urwah ibn Az Zubair, Al-A’Raj, Nafi Al Adawiy, Hasan Al Bishri, Muhammad bin Sirin, Muhammad ibn Muslim Az Zuhri, Imam Abu Hanifah, Qatadah ibn Di’amah, Sulaiman ibn Al Amasy, Mujahid ibn Jabir, Malik bin Anas, Muhammad ibn Al-Si’ib al Kalbi, Umar ibn Abdul al Aziz, Al Hijazy.
Dengan melihat perjalanan sejarah hidup para perawi hadits dari kalangan tabi’in ternyata sebagian besar mereka adalah orang yang ahli dari berbagai ilmu, seorang ulama yang tinggi ilmunya, tahfiz Al-qur’an dan sebagaian juga yang ahli dalam bidang fiqih dan ada juga dari mereka yang berkerja di pemerintahan dan bahkan ada juga yang benar-benar wara’ dan takwa seperti Abu Hanifah beliau menolak untuk di angkat sebagai qadhi, beliau di penjarakan dan di cambuk setiap hari dan pada ahirnya beliau menghabiskan masa hidupnya di penjara kemudian meninggal dunia

DAFTAR KEPUSTAKAAN

Azami M.M, Menguji Keaslian Hadits-Hadits Hukum, Sanggahan atas The Origins of Muhamadan Jurisprudence Joseph Schacht, Jakarta: Pustaka Firdaus, 2004
Ahmad Jamil, Seratus Muslim Terkemuka, Jakarta: Pustaka Firdaus,2003
Ali Fayyan Mahmud, Metodologi Penetapan Kesahihan Hadits, Bandung: Pustaka Setia, 1998
Dosen Tafsir Hadits Fakultas Ushuluddin IAIN Sunan Kali Jaga Yogyakarta, Studi Kitab Hadits ,Yogyakarta: Teras, 2003
Hasan A.Qadir, Ilmu Mustholahul Hadits, Bandung: DiPonegoro, 2007
ITR Nurudin, Ulum Al-Hadits, Bandung: Remaja Rosdakarya, 1994
Khairuddin Badri, Otentisitas Hadits, Studi Kritis Atas Kajian Hadits, Bandung, Remaja Rosda Karya, 2003
Muhammad Fuad Syakir, Ungkapan Popular Yang Di Anggap Hadits Nabi, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2001
Muhammad Hasbi Assiddiqi, Sejarah dan Pengantar Ilmu Hadits, Semarang: Pustaka Rezki Putra, 1999
Majid Khon Abdul.H, Ulumul Hadits, Jakarta: Amzah, 2008
Rahman Fatchur, Ikhtisar Mushthalahul Hadits, Bandung: Al-Ma’rif, 1970
Shadiq Arjun M., Sufisme Sebuah Refleksi Kritis, Bandung: Pustaka Hidayah, 2003
Soetari Endang, Ilmu Hadits Kajian Riwayah dan Dirayah, Bandung: Mimbar Pustaka, 2005
Suparta Munzir, Ilmu Hadits, Jakarta: Raja Grapindo Persada, 2007
Thahan Mahmud, Ilmu Hadits Peraktis, Bogor: Pustaka Thariqul Izzah,Haramain, 2006

No comments:

Post a Comment