بسم الله الرحمن الرحيم

Wednesday, September 29, 2010

WASIAT NABI NUH

WASIAT NUH u
WASIAT NUH


١٣٤- إِنَّ نَبِيَّ اللهِ نُوْحًا صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسّلَّمَ لمَاَّ حَضَرَتْهً الْوَفَاةُ قَالَ لاِبْنِهَ إِنِّي قَاصٌّ عَلَيْكَ الْوَصِيَّةِ آمُرُكَ بِاثْنَتَيْنِ وَأَنْهَاكَ عَنِ اثْنَتَيْنِ آمُرُكَ بِلاَ إِلٰهَ إِلَّا اللهُ فَإِنَّ السَّمٰٰوَاتَ السَّبْعَ وَاْلأَرْضِينَ السَّبْعِ لَوْ وُضِعَتْ فِي كَفَّةٍ وَوُضِعَتْ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ فِي كَفَّةٍ رَجَحَتْ بِهِنَّ لاَ إِلٰهِ إِلاَّ اللهُ وَلَوْ أَنَّ السَّمٰوَاتِ السَّبْعِ وَاْلأَرْضِيْنَ السَّبْعِ كُنَّ حَلْقَةً مُبْهَمَةً قَصَمَتْهُنَّ لاَ إِلٰهَ إِلاَّ اللهُ وَسُبْحَانَ اللهُ وَبِحَمْدِهِ فَإِنَّهَا صَلاَةُ كُلِّ شَيْءٍ وَبِهَا يُرْزَقُ الْخَلْقُ وَأَنْهَاكَ عَنِ الشِّرْكِ وَالْكِبْرِ قَالَ قُلْتُ أَوْ قِيْلَ يَا رَسُوْلَ اللهِ هٰذَا الشِّرْكُ قَدْ عَرَفْنَاهُ فَمَا الْكِبْرُ قَالَ أَنْ يَكُوْنَ لأَِحَدِنَا نَعْلاًنِ حَسَنَتَانِ لَهُمَا شَرَاكَانِ حَسَنَانَ قَالَ لاَ قَالَ هُوَ أَنْ يَكُوْنَ لأَِحَدِنَا حُلَّةٌ يَلْبَسُهَا قَالَ لاَ قَالَ الْكِبْرُ هُوَ أَنْ يَكُوْنَ لأَِحَدِنَا دابة يركبها قَالَ لاَ قَالَ أفهو أن يكون لأَِحَدِنَا أَصْحَابٌ يَجْلِسُوْنَ إِلَيْهِ قَالَ لاَ قِيْلَ يَا رَسُوْلُ اللهِ فَمَا الْكِبْرُ قَالَ سَفَهُ الَحَقِّ وَغَمْصُ النَّاسِ .
          “Sesungguhnya nabiyullah Nuh  , manakala menjelang wafat, dia berkata kepada anaknya, “Sesungguhnya aku menceritakan wasiat keapdamu, aku perintahkan kepadamu dua hal dan aku larang padamu dua hal pula. Aku memerintahkan kamu laa ilaaha illa Allah (tidak ada Tuhan selain Allah). Sesungguhnya langit tujuh dan bumi tujuh bila diletakkan pada suatu neraca maka laa ilaaha illa Allah pasti akam mengunggulinya. Dan kalau langit tujuh dan bumi tujuh tertimbun dalam satu lingkaran, maka laa ilaaha illa Allah sanggup memecahkannya. Dan subhanallah wa bihamdihi (Maha Suci Allah dan dengan memuji-Nya). Sesungguhnya ia adalah shalatnya tiap-tiap makhluk dan karenanya makhluk mendapat rezki. Dan Aku melarangmu dari syirik dan sombong. Dia berkata, “Aku bertanya atau dikatakan: “Wahai Rasulullah, syirik itu kita telah mengetahuinya, lalu apakah kibir (sombong) itu? Dia bertanya:  “Apabila salah seorang di antara kita mempunyai sepasang terompah yang bagus, dan memiliki dua tali yang cantik? Nabi bersabda: “Bukan.” Dia bertanya lagi, ”Apakah sombong itu adalah salah seorang di atanra kami mempunyai perhiasan yang dipakainya?” Nabi bersabda: “Bukan.” Dia bertanya lagi, “Apakah manakala salah seorang kami mempunyai beberapa kawan yang mendampinginya?” Nabi bersabda: “Bukan.” Ditanya lagi, “Wahai Rasulullah, lalu apakah sombong itu?”Beliau menjelaskan: “Yaitu masa bodoh terhadap kebenaran dan meremehkan orang lain.”

          Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad (548), Imam Ahmad (2/169-170, 225), dan Al-Baihaqi dalam Al-Asma  (79 HIndia) dari jalan Ash-Shaq’ab Ibnu Zubair dari Zaid bin Aslam yang mengatakan: “Saya kira Hammad itu dari AthaIbnu Yassar dari Abdullah bin Amr yang menuturkan:

          Kami berada di sisi Rasulullah  kemudian datang seorang lelaki Baduwi yang mengenakan jubah tebal yang disulam dengan sutera. Kemudian beliau bersabda: “Ingat, sesungguhnya temanmu itu telah merendahkan tiap orang Persi anak keturunan orang Persi.” Perawi menjelaskan: “Yang dimaksudkan oleh Nabi bahwa orang itu telah merendahkan orang Persi dan anak keturunan orang Persi dan mengangkat penggembala anak keturunan penggembala.” Perawi melanjutkan: “Kemudian Rasulullah  memegangi jubah orang itu seraya bersabda: Tidakkah aku pernah memberitahukan kepadamu, janganlah kamu mengenakan pakaian orang yang tidak berakal.” Kemudian beliau bersabda: (lalu menyebutkan hadits itu).

          Saya menilai: Hadits ini sanadnya shahih. Al-Haitsami (4/220) juga menjelaskan:

          “Hadits ini diriwayatkan oleh Imam Ahmad dan Ath-Thabrani dengan alur cerita yang sama. Dan dalam sautu riwayat, Imam Ahmad menambahkan أَوَصِيْكَ بِالْتَسْبِيْحِ فَإِنْهَا عِبِادَةَ الْخَلْقِ وَيَتْكُبِيْر     (dan aku wasiatkan kepadamu dengan tasbih, sesungguhnya ia adalah ibadah makhluk dan aku wasiatkan dengan takbir kepadamu). Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Bazzar dari hadits Ibnu Umar. Sedang para perawi Imam Ahmad adalah tsiqah.”

Kata-kata Sulit

           مُبْهَمَةُ berarti sesuatu yang diharamkan sesuai dengan siyaq (arah pembicaraan). Lafazh ini tidak diberlakukan dalam haditsnya Ibnu Al-Atsir dalam An-Nihayah Syaikh Muhammad Thahir Al-Hindi dalam Ma’jma Biharul Anwar.
          قَصَمَتْهُنَّ  dalam riwayat lain فَصَمَتْهُنَّ   dengan fa  ( فإ ) Ibnu Atsir menjelaskan:
          الْقَصْمُberarti menghancurkan sesuatu dan membangunnya kembali.
          Saya berpendapat: Lafazh itu bila memakai fa  nampaknya lebih cocok dari segi makna. Wallahu a’lam.
          سَقَهُ الْحَقُّ  yakni masa bodoh dan meremehkan kebenaran. Tidak perduli dengan tanggung jawab, menjunjung dan menegakkan kebenaran. Dalam hadits Imam Muslim disebutkan menolak kebenaran, dan maknanya adalah sama.
          غَمْسُ النَّاسِ  berarti meremehkan dan menghina orang lain. Dalam hadits lain tertulis غَمْطُ النَّاس   (menghina orang), maknanya adalah sama juga.

Kandungan Hadits

          Saya menilai: Hadits ini sungguh memiliki banyak kandungan di dalamnya. Antara lain mengisyaratkan:
1.     Dianjurkan berwasiat menjelang wafat.
2.     Menyinggung soal tahlil dan tasbih yang menjadi penyebab makhluk-makhluk mendapatkan rezki.
3.     Bahwa mizan (neraca timbangan) pada hari kiamat adalah haq (benar adanya) dan memiliki dua daun neraca. Ini merupakan akidah Ahli Sunnah. Berbeda dengan akidah Mu’tazilah dan para pengautnya pada masa-masa berikutnya. Mereka tidak meyakini akidah yang jelas yang terdapat dalam hadits-hadits shahih. Menurut mereka akidah tersebut tidak lebih dari sekedar cerita manusia yang tidak perlu diyakini. Dan saya telah menjelaskan ketidakbenaran asumsi ini dalam buku saya bersama Ustadz Thanthawi. Semoga Allah memberi kemudahan dalam menyelesaikannya.)
4.     Bahwa bumi ini berlapis tujuh sebagaimana langit. Ini banyak terdapat dalam hadits-hadits, baik dalam Ash-Shahihain (shahih Bukhari dan Muslim) maupun imam lainnya, yang bisa kita buktikan. Bahkan hal itu juga telah ditegaskan oleh Allah I dalam firman-Nya:
اللهُ الَّذِي خَلَقَ سَبْعَ سَمَاوَاتٍ وَمِنَ الأرْضِ مِثْلَهُنَّ  ( الطلاق : ١٢ )
     Allah-lah yang menciptakan tujuh langit dan seperti itu pula bumi.” (QS Ath-Thalaq : 12)

     Yakni sama dalam pencitpaan dan bilangan. Sehingga kita tidak perlu mendengar orang yang menafsirkannya dengan menafikan adanya persamaan bilangan itu, yang disebabkan karena terpengaruh oleh konsep keilmuan orang-orang Eropa. Mereka tidak mengetahui langit tujuh lapis dan bumi tujuh lapis, namun akankah kita mengingkari firman Allah I dan Rasulullah r hanya karena ketidaktahuan orang-orang Eropa yang sebenarnya juga mengakui sendiri bahwa semakin mendalami ilmu ala mini, mereka akan semakin mengetahui kebodohannya. Maha Besar Allah I yang telah berfirman:
    
وَمَا أُوتِيتُمْ مِنَ الْعِلْمِ إِلا قَلِيلاً . ( اْلاِسراء : ٨٥ )
     “Dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit". (QS Al-Israa : 85)

5.     Bahwa mengenakan pakaian yang bagus tidaklah berarti sombong sama sekali. Bahkan ia diperintahkan. Karena Allah I Maha Bagus dan mencitai yang bagus-bagus, sebagaimana hal ini telah disabdakan oleh Nabi r dan diriwayatkan oleh Imam Muslim dalam Shahih-nya.
6.     Bahwa kibir (sombong) yang dibarengi dengan syirik  yang mana orang tidak akan masuk surga jika di hatinya ada sebutir dzarrah saja dari kesombongan itu, adalah sombong terhadap kebenaran dan menolaknya setelah diingatkan, serta menganiaya orang tanpa disadari oleh kebenaran.
Maka seorang muslim hendaknya menghindarkan sifat sombong semcam ini, sebagaimana ia berusaha menghindari syirik yang menyebabkan pemiliknya abadi di neraka.
rujukan :
Di sarikan dalam kitab Ash-Shahihah I (Syaikh Nasuruddin Al Albani)
http://www.box.net/shared/rzqqkgn8qa 
****

No comments:

Post a Comment